2. Without Mama 👩

63 11 4
                                        

Haiii, SoB comeback👋

Happy reading, ya❤

✏☁💦✏

"Kehilangan yang paling sakit adalah kehilangan karena kematian."

~Brishti Pevita Khaisa~

✏☁💦✏

2. Without Mama 👩

Nadia Khaisa
binti
Reon Almasyah
Lahir: 16 Mei 1986
Wafat: 20 Juni 2021

Tangan lembutnya mengusap tulisan yang tertera di atas batu nisan. Tangisnya belum juga usai  sejak kemarin, sejak dirinya bangun dari ketidaksadarannya. Awalnya, gadis itu menyangka dia hanya bermimpi, nyatanya memang benar, mamanya sudah pergi.

Satu per satu orang yang datang ke pemakaman kini pulang ke rumahnya masing-masing.

Gadis itu masih terdiam menatap nisan dengan sesekali mengelusnya lembut. Kini tinggal dirinya dan Bude Airi yang tertinggal.

Bude Airi memberikan pelukan singkat kepada gadis itu. "Sayang, kamu kuat, kamu bisa melewati semua ini. Bude akan selalu ada di samping kamu," ujarnya lembut.

Brishti tidak membalas pelukan wanita yang merupakan tetangga dekatnya itu, namun itu cukup membuatnya merasa tenang. Terasa gadis itu menganggukkan kepalanya dalam pelukan Bude Airi, menyetujui ucapan Bude Airi.

"Kita pulang sekarang, ya," ajak Bude Airi, wanita itu melepaskan pelukannya. Namun, tangannya masih berada di bahu gadis itu, tetap memberinya elusan lembut.

Gadis itu menggeleng pelan, terlihat lemah. Tatapannya hanya menatap batu nisan bertuliskan nama mamanya.

Cuaca sedikit mendung, terbukti dengan langit yang sedikit menghitam.

Bude Airi kembali membujuk Brishti untuk pulang bersama. Nyatanya, gadis itu tetap pada pendiriannya. Menggelengkan kepala dan enggan untuk beranjak dari sana.

Bude Airi menarik napas sejenak. "Baiklah, kalau kamu nggak mau pulang, Bude akan nungguin kamu di sini," ucap Bude Airi.

"Bude pulang duluan aja. Aku masih mau nemenin mama," ujar gadis itu pelan tanpa mengalihkan pandangan dari makam mamanya.

Bude Airi menggeleng, "Kalau kamu masih mau nemenin mama kamu, Bude juga akan tetap nungguin kamu di sini."

Perlahan air dari atas langit jatuh, seiring dengan air mata Brishti yang jatuh di pipinya. Bude Airi sepertinya tidak menyadari bahwa Brishti menangis lagi.

Hujan semakin deras, Bude Airi pun mengajak Brishti untuk segera meninggalkan tempat itu.

"Brishti. Ayo, kita segera pergi dari sini! Hujan semakin deras, Bude nggak mau kamu sakit." Bude Airi kembali membujuk Brishti.

"Kalau kamu sampai sakit, mama kamu pasti akan sedih di sana," lanjutnya. "Kamu mau mama kamu bahagia, 'kan?"

Bristhi membenarkan ucapan Bude Airi. Tapi, dirinya masih enggan untuk beranjak dari sana. Dirinya belum ingin berpisah dari mamanya.

"Tapi, aku masih ingin sama mama," ujar Brishti kembali memeluk Bude Airi. Hujan semakin turun lebat diikuti dengan bunyi petir yang membuat suasana semakin mencekam.

"Kita pulang ya, Sayang," ajak Bude Airi dan diangguki langsung oleh Brishti.

Kini keduanya berdiri, berjalan perlahan menjauh dari pemakaman Nadia. Kaki Brishti seakan berat meninggalkan tempat tersebut. Jika saja bukan karena hujan, mungkin gadis itu akan menetap di sana entah sampai kapan.

Story of Brishti | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang