29. H-10

25 2 0
                                        

Hai, Sobat SoB👋

Jumpa lagi, hehehehe😁

Happy reading, yakk❤

✏☁💦✏

"H-10. Hitungan mundur mulai dinyalakan!"

~Story of Brishti~

✏☁💦✏

29. H-10

Ini sudah hari kelima Brishti berada di rumah sakit. Tubuhnya sudah terasa membaik, tidak seperti saat pertama kali dirinya sadar dari pingsan. Selama itu juga Ami, Axel dan Ata selalu menjenguknya. Sesekali, Brishti juga akan melihat keadaan Kaivan. Dan kondisi cowok itu masih sama, tidak bergerak dan menutup mata.

"Ami, aku mau pulang aja. Ini udah lama banget aku di sini." Gadis dengan baju pasien berwarna biru dengan corak garis putih itu nampak memohon.

"Brish, lo belum pulih. Nanti kalau sakit lagi gimana?" Ami sudah berkali-kali memperingati gadis itu. Sayangnya, Brishti itu keras kepala.

"Aku udah sembuh, Ami. Lagian ... aku nggak mau ngerepotin kalian terus. Aku--"

"Hei! Siapa yang bilang lo merepotkan? Gue malah seneng bisa terus sama lo." Gadis itu lalu menunjukkan cengiran khasnya.

"Tap--"

"Udah, lo tenang aja. Semuanya udah gue dan Axel urus. Lo hanya perlu fokus buat sembuh, Brishti."

Seakan mengerti apa yang Brishti khawatirkan, Ami pun langsung memberikan pengertian pada gadis itu. Ami tahu betul sosok Brishti, walaupun belum terlalu lama mengenal. Brishti itu sosok yang tidak ingin membuat orang lain kesusahan. Padahal, Ami tidak pernah terpikirkan akan hal itu. Dirinya tentu senang karena bisa membantu.

"Mau lihat Kaivan, nggak?" tanya Ami, berusaha mengalihkan pembicaraan keduanya tadi.

Mata Brishti berbinar, dengan cepat gadis itu mengangguk. "Ayo!"

✏☁💦✏

Kaia dan Savita kini sedang duduk berdua di sebuah kursi putih panjang di sekitar taman dekat pusat kota. Keduanya nampak terdiam sejak beberapa menit yang lalu keduanya bertemu. Hanya ada semilir angin sore dan lalu lalang pengunjung yang menemani keheningan keduanya kini.

"Maaf."

"Maaf."

Keduanya berucap secara bersamaan. Lalu, terdengar keduanya menarik napasnya pelan.

Keduanya lalu terdiam lagi.

"Gue rasa lo udah tau tentang ... kedua orang tua kita, Kaia." Gadis dengan tone rambut sedikit kecokelatan itu mulai membuka pembicaraan. Pandangannya menatap lurus ke depan. Terlihat jelas, tatapannya menujukkan kekecewaan.

"Gue ... gue nggak bisa terbiasa dengan ini. Gue nggak suka orang ketiga, Kai. Bokap lo ... udah rusak rumah tangga nyokap gue." Savita meneteskan air mata. Air mata yang sedari tadi dia tahan untuk tidak keluar, kini air mata itu jatuh dengan sendirinya. Hatinya sakit setiap mengingat kedua orang tuanya bertengkar, lalu berakhir dengan meninggalkan dirinya seorang diri.

Kaia, gadis itu masih diam. Kedua tangannya yang berada di samping nampak mengepal. Dadanya terasa sesak. Sungguh, dirinya juga benci situasi ini.

"Ap-apa yang harus gue lakukan, Sav? Gue juga nggak pernah inginkan hal ini? Gue--"

Story of Brishti | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang