Hai, Sobat SoB👋
Story of Brishti comeback, yeayy❤
Happy reading, yaaa💕
✏☁💦✏
"Dia penolongku. Terima kasih, Kaivan."
~Brishti Pevita Khaisa~
✏☁💦✏
7. Aku mengenalnya sebagai Kaivan👱
Setelah insiden saling tolong-menolong di depan gerbang sekolah, kini keduanya berdiri di lapangan, menghadap tiang bendera SMA Aquila.
Di depan mereka terdapat dua orang yang memakai seragam yang sedikit berbeda, ada tambahan jas almamater berwarna biru navy dengan lis putih. Di bagian depan baju itu juga terdapat logo kebanggaan SMA Aquila.
Kedua orang itu menceramahi Brishti dan Kaivan. Panas yang cukup terik membuat Kaivan dan Brishti menyipitkan mata saat menatap ke arah kedua kakak kelasnya itu.
"Kalian ini siswa baru, tapi sudah berani melanggar tata tertib sekolah," ujar kakak kelas dengan nametag bertuliskan Hacaza Shima.
"Apa waktu masa pengenalan sekolah kalian tidak mendengarkan dengan baik tata tertibnya?" lanjutnya lagi.
Keringat di wajah Kaivan dan Brishti semakin banyak, seiring dengan matahari yang semakin mengeluarkan panasnya.
Kaivan menatap ke arah Brishti ketika gadis itu nampak memejamkan matanya.
"Are you okey?" tanya Kaivan dengan sorot mata khawatir.
Brishti menjawab dengan mengangguk pelan.
"Jika ada yang berbicara di depan itu didengar! Jangan asyik bicara sendiri!" bentak Hacaza. Wajahnya memerah, entah karena kepanasan atau menahan marah.
"Maaf, Kak," cicit Brishti, sedangkan Kaivan hanya menatap kakak kelas itu datar.
Sakit. Brishti menahan sakit yang kini melilit perutnya. Sebisa mungkin dia menyembunyikan raut kesakitannya itu.
Kaivan kemudian menatap Brishti kembali, terlihat khawatir.
"Kaivan Alexander, kenapa bisa telat?" tanya Hacaza sambil membaca nametag di seragam yang Kaivan kenakan.
"Kesiangan," jawab Kaivan datar. Bahkan, tidak ada rasa takut sama sekali saat berhadapan dengan kakak kelasnya itu.
"Berani, ya, berbicara seperti itu di depan kakak kelas? Nggak diajarin sopan santun, hah?" bentaknya lagi.
Sepertinya, gadis dengan nama Hacaza ini memang hobi berbicara tinggi.
Kaivan tidak meresponnya lagi, dirinya kembali menatap ke arah Brishti.
Satu kakak kelas berjalan mendekat ke arah keduanya, kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana, tatapan tajamnya mengarah ke arah Brishti.
Dia masih diam saat sudah berdiri di hadapan Brishti, ditatapnya wajah penuh peluh itu. "Brishti Pevita Khaisa," ujarnya pelan.
"I ... iya, Kak." Kepala Brishti masih tertunduk, tidak berani menatap orang di hadapannya saat ini.
Brishti kembali memejamkan matanya, rasa sakit di perutnya semakin terasa. Keringat semakin menetes, membasahi luka goresan di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Brishti | END
Teen Fiction◌⑅●🌧️Story of Brishti🌧️●⑅◌ Kematian sang Ibu menjadi hadiah terakhir di hari kelulusannya. Ditambah, dia baru mengetahui sebuah fakta, mengenai sang Ayah yang tidak pernah ditemuinya. Akankah Brishti berhasil menemukan sang Ayah yang belum pernah...