22. I Want to Meet, Papa 👤

32 3 2
                                    

Hai, Sobat SoB👋

Udah siap untuk membaca kelanjutan kisah merekaa?

Happy reading, yaaa❤

✏☁💦✏

"Begitu sulit menemukan seseorang yang bahkan tidak aku kenal sebelumnya. Bahkan, nama dan rupanya saja tidak tahu, lantas bagaimana aku bisa menemukannya?"

"Saat ini, aku hanya ingin bertemu dan melihat wajah papaku. Apa sesulit itu permintaanku, Tuhan?"

~Brishti Pevita Khaisa~

✏☁💦✏

22. I Want to Meet, Papa 👤

Hari ini Brishti pulang lebih awal ke rumah, dia tidak diperbolehkan untuk bekerja oleh Axel dengan alasan dirinya harus istirahat. Walaupun, gadis itu tadi sedikit berdebat dengan pemilik kafe tersebut. Hingga, akhirnya gadis itu yang mengalah.

Namun, dia adalah gadis yang cukup keras kepala, mana mungkin dia akan menuruti perintah Axel begitu saja. Istirahat? Kata apa itu? Dalam kamus hidup Brishti, orang sepertinya tidak dianjurkan untuk menikmati kata itu, dia dengan hidup seperti ini harus terus berkerja keras, setidaknya untuk tetap bisa hidup.

Gadis itu kini berjalan tanpa tujuan. Dia ... sedang mencari orang yang menjadi tujuannya untuk tetap bertahan hingga detik ini, sosok sang Papa yang entah bagaimana rupanya itu.

Brishti terkadang berpikir, apa papanya itu mirip dengan wajahnya? Jika iya, mungkin dia bisa bertanya kepada orang-orang yang berlalu lalang di jalan ini.

Sebenarnya, dia pernah menanyakan hal serupa kepada tantenya, Citra. Namun, wanita itu malah menjawabnya dengan hal yang cukup menohok hatinya.

Citra berdecih, "Heh, Bodoh. Kamu pikir papamu itu ada di sini? Jika kamu ingin bertemu, dia ada bersama mamamu di sana. Papamu itu sudah mati. Apa kamu mau nyusul mereka sekalian di sana, hah!?"

Citra bilang papanya sudah mati. Tapi mamanya ... ah, sudahlah. Brishti yakin, mamanya itu tidak akan salah, dirinya pasti bisa menemukan papanya.

"Maaf, permisi, saya ingin bertanya sesuatu." Brishti menghentikan beberapa orang yang ditemuinya di jalan. "Apa anda tau Papa saya? Wajahnya cukup mirip dengan saya, apa mungkin anda pernah melihatnya?" tanya gadis itu pelan.

Dari beberapa orang yang ditanya, kebanyakan dari mereka hanya menggeleng pelan lalu pergi. Ada juga yang tidak peduli. Bahkan, dia juga sempat dikatai sebagai pengemis, pembohong dan segala macam perkataan tidak pantas lainnya. Padahal, dirinya hanya bertanya, apa itu salah? Apa itu membuat mereka rugi? Ah, sudahlah, dia tidak perlu untuk memikirkan hal itu.

Tujuannya kini hanya satu, menemukan papanya yang entah ada di bumi belahan mana.

"Wajah kamu ini sedikit mirip dengan wajah anak teman saya. Tapi, saya tidak yakin dia juga papamu. Jadi, maaf saya tidak bisa membantu." Seorang lelaki berbadan tegap dan bersetelan rapi itu tersenyum lembut. "Saya doakan kamu segera menemukan papamu itu, ya."

Dari sekian banyak orang yang ditanyainya, baru lelaki paruh baya inilah yang menjawab dengan kalimat baik padanya.

Brishti tersenyum lalu bertanya, "Apa boleh saya tau nama dari teman Bapak?"

Lelaki itu terdiam, wajahnya tampak ragu untuk menjawab. Brishti berharap lelaki itu mau menjawab pertanyaan darinya.

Kemudian, lelaki itu tersenyum ke arah Brishti. "Maaf, untuk hal ini saya tidak bisa memberitahu. Namanya tidak sembarang untuk dikenal publik. Sekali lagi, saya mohon maaf," ucapnya.

Story of Brishti | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang