5

268 53 2
                                    

Rosie datang untuk merayakan ulang tahun ayah mertuanya, akhir pekan di Ubud, resor pribadi yang jauh dari mata publik namun dengan beberapa fotografer handal untuk mengabadikan potret keluarga sukses yang harmonis.

Sebelumnya Rosie sudah meminta Loey untuk membuatkannya alasan absen namun ibu mertuanya berkeras. Ia ingin menantunya hadir, banyak hal yang ingin ia ketahui tentang Rosie.

"Rosie pasti sangat kesepian," ibu Loey menilai, "Loey terlalu sibuk berada di kantor."

"Tidak juga," elak Loey ofensif, "minggu lalu kami bahkan pergi piknik, udaranya sangat bagus dan langitnya juga biru."

Rosie merinding mendengar perkataan Loey. Minggu lalu memang ia pergi piknik, udaranya memang sangat bagus dan langitnya juga biru namun ia tidak datang bersama Loey.

"Ya, kami datang bersama dan menikmati salad seafood yang baru saja aku pelajari resepnya di atas hamparan rumput yang hijau."

"Bukankah Loey alergi seafood?" tanya ibunya dan Rosie seperti tertangkap basah tengah berbohong.

Tangan Rosie gemetaran akibat ditatap sedemikian lekatnya oleh ibu dan ayah mertuanya sedang Sean, adik iparnya hanya tersenyum seolah menantikan manuver yang akan dilakukan oleh sang kakak demi menutupi sandiwara pernikahannya.

"Ibu," tatapan mata menuduh dari ibu mertua Rosie seketika sirna saat Loey membuka mulutnya, "dia tidak tahu dan aku juga tidak pernah berniat untuk memberitahunya, lagipula obat alergi jaman sekarang sudah bagus-bagus."

Mendengarnya kata-kata kakaknya membuat Sean nyaris bertepuk tangan dengan sangat meriah, kakaknya memang handal dalam menangani krisis.

"Oh, Loey pasti sangat mencintai Rosie," ibunya meleleh, "ia bahkan mempertaruhkan nyawanya agar Rosie tidak sedih."

Jika ibu mertuanya sangat mudah dimanipulasi, tentu tidak dengan sang ayah mertua. Loey mewarisi bakat ketelitian dari ayahnya.

Loey meraih pergelangan tangan Rosie, wajahnya tersenyum dan gerakannya tangannya terasa cukup samar untuk mendorong cangkir, menumpahkan teh ke lengan baju Rosie.

"Sayang maafkan aku."

Rosie membiarkan Loey membantunya mengeringkan lengan di meja bar, agak jauh dari meja makan tempat keluarganya menikmati hidangan.

"Maafkan aku," ungkap Rosie menyesal.

"Aku rasa kamu perlu tahu lebih banyak hal tentang aku."

Percayalah bahwa Rosie juga menginginkannya. Ia ingin mengenal suaminya.

"Aku akan meminta Sharon untuk mengirimkan beberapa hal yang perlu kamu ketahui tentang aku, kamu penghafal yang baik bukan?"

Rosie mengangguk sambil menelan kekecewaannya sendiri. Ia seharusnya tidak mengharap Loey akan mengijinkannya masuk ke dalam hidupnya.

"Mmm-," Loey sejenak merasa ragu, "aku akan menciummu sekarang,” Loey tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke depan, mengikis jarak antara ia dan Rosie.
 
"Kenapa tiba-tiba kamu-," tidak ada waktu, Loey sudah menempelkan bibirnya ke bibir Rosie.

Rosie lemah di bawah sentuhan Loey. Bibirnya tidak bergerak, tubuhnya beku saat tangan Loey berada di pinggang Rosie, menariknya lebih dekat.

"Karena ayah sedang mengawasi kita, ayahku pasti punya dua dugaan antara kita berbohong atau kamu memang berencana untuk membunuhku," desis Loey di depan bibir Rosie, "sekarang naik ke kamar dan ganti baju."

"Kakak memang seperti bukan manusia," gumam Sean sambil menatap kepergian kakak iparnya.

Mask for Us ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang