"Selamat pagi."
Satu-satunya wajah yang tidak ingin Loey lihat hari ini adalah wajah Sean dan pria itu sekarang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan wajah bodohnya.
"Maaf jika apa yang aku lakukan kemarin membuatmu salah paham, aku tidak bermaksud menggoda istrimu."
Loey menarik bendelan kertas yang di tumpuk paling atas di tumpukan berkasnya. Ia berusaha menyembunyikan reaksinya, "aku tidak peduli."
Sean tersenyum, ia memang tidak berhubungan dekat dengan Loey tapi ia juga tidak terlalu bodoh untuk menangkap perasaan Loey yang sesungguhnya.
"Jadi tidak apa-apa jika istrimu punya laki-laki lain?"
Loey melepas kacamatanya, menatap Sean dengan gusar, "sebenarnya apa maumu?"
"Aku?" Sean menjatuhkan tubuhnya ke sofa, duduk dengan menyilangkan kaki menatap kakaknya yang diliputi emosi, "aku hanya ingin kamu berhenti membohongi dirimu sendiri."
Loey tak bergeming, "maksudku, jangan libatkan orang yang tidak bersalah dalam masalahmu."
"Memang kamu tahu apa?"
Sean mengangkat bahunya, acuh dengan tatapan sengit sang kakak.
"Berhenti bersikap bodoh atau kamu akan menyesalinya nanti."
Kedatangan Sean benar-benar merusak hari Loey secara keseluruhan. Ia meluapkan emosinya pada setiap orang yang ia temui. Suasana kantor lebih mencekam daripada saat mereka gagal mendapatkan kesepakatan dengan perusahaan besar.
Loey kembali lebih larut dari biasanya. Ia bukan orang yang suka lari dari masalah melalui alkohol maupun nikotin tapi kali ini berbeda. Tubuhnya menguarkan aroma alkohol dan nikotin yang pekat.
"Kamu mabuk?" tanya Rosie dengan wajah takut.
"Apa kamu tidak bahagia?" pada akhirnya Loey bertanya.
Butuh waktu lebih lama dari yang Rosie duga untuk menjawab pertanyaan Loey dan jawabannya adalah anggukkan kepala Rosie.
"Dan apakah kamu ingin lepas dari kesengsaraan ini?"
Rosie diam tidak menjawab pertanyaan suaminya. Kepalanya terasa berputar-putar. Ia memang tidak bahagia tapi pergi bukanlah tujuannya.
"Apa kamu ingin kita berpisah?" tanya Loey kembali, ia tidak puas dengan sikap diam Rosie.
"Aku tidak ingat apakah aku pernah bahagia dengan pernikahan kita," pada akhirnya Rosie membuka mulutnya, "tapi untuk pergi aku tidak pernah memikirkannya."
"Kamu mencintaiku?"
Sejenak Rosie merenungkan jawabannya. Ia tak pernah menduga bahwa Loey akan menanyakan hal itu kepadanya.
Loey melangkahkan kakinya semakin mendekat ke arah Rosie. Tatapan matanya tergolong tajam untuk seseorang yang sedang mabuk. Rosie melangkah mundur sebanyak langkah maju Loey.
Awalnya Rosie tidak yakin dengan perasaannya namun pada akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Entah sejak kapan, yang jelas hatinya sudah bukan miliknya sendiri.
Mendapatkan jawaban dari Rosie tak membuat Loey menghentikan langkahnya. Ia bergerak semakin dekat hingga hampir tak ada jarak di antara keduanya. Perlahan tangan Loey mulai menyentuh pinggul Rosie dan mencengkeramnya keras. Tubuh Rosie terdorong hingga ke ujung meja. Rasa sakit yang menjalari punggung Rosie tidak begitu terasa akibat sihir dari mata pekat Loey.
"Katakan padaku untuk berhenti Rosie," bibir Loey mendekat ke telinga Rosie, berbisik dengan suara yang parau. Jika tidak ada meja di belakangnya mungkin Rosie akan jatuh, lututnya melemah.
"Loey," suara Rosie bergetar, tangannya mencengkeram meja namun tidak menyuruh Loey untuk berhenti.
Rosie menahan napasnya, menunggu gerakan Loey yang selanjutnya. Kilatan mata nakal dari Loey memaksa Rosie untuk lebih masuk kedalam kungkungan tubuh atletis suaminya hingga jarak keduanya makin terkikis.
Rosie menutup kelopak matanya saat bibir lembut Loey menyentuh bibirnya. Rosie tidak suka aroma alkohol dan nikotin tapi kali ini lain. Keduanya jika dihasilkan oleh seorang Loey, Rosie menyukainya. Candu baginya.
Lelehan air mata Rosie jatuh sebelum ia sempat menyadarinya. Ciuman pertama yang Rosie lakukan atas dasar cinta, lembut diawal dan semakin menuntut.
"Loey," sebut Rosie saat tangan Loey mulai bergerak di punggungnya. Perlahan pria itu mencoba menurunkan resleting gaun Rosie, "tidak di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask for Us ✔
FanfictionSebuah kisah cinta antara Rosie dan Loey yang diawali dengan perjodohan kedua orang tua mereka