Dengan tatapan benci Rosie menatap gadis yang tengah berdiri di depan pintu rumahnya. Gadis itu berwajah pucat, sepertinya ia sudah lama menunggu di luar.
Rasanya seperti kebahagiaan memang tidak diciptakan untuk Rosie karena sekarang ia melihat Windy berdiri di depan pintu rumahnya dan tak jauh berbeda dengan Rosie, Loey juga terkejut dengan kemunculan Windy.
Rosie merasa semuanya akan berantakan. Perasaan yang ia kembangkan akan hancur saat ini juga. Luka yang baru saja tertutup kini akan kembali terbuka dan kehadiran Windy seperti garam di atasnya.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Loey bertanya pada akhirnya."Aku hanya ingin bertemu denganmu," aku Windy tenang tapi raut wajahnya tak terbaca. Keputus asaan memancar kuat di sorot matanya, "kamu tidak lagi menghubungiku akhir-akhir ini."
Mata Rosie melebar. Jika dia tidak salah tangkap maka seharusnya Loey masih menghubungi Windy sebelum-sebelumnya. Sebelum ia dan Loey mulai dekat akhir-akhir ini.
"Aku hanya ingin bertemu denganmu sekali lagi," Windy berbicara seolah tidak ada Rosie di antara mereka dan hal itu membuat Rosie ingin meluapkan amarahnya. Perasaan kecewa karena ditipu oleh Loey yang pernah berjanji untuk setia kepadanya.
Namun kemarahan Rosie tampaknya tak lebih besar dari rasa cintanya kepada Loey. Hatinya memang sakit tapi ia juga merasa sakit untuk Loey yang dipaksa putus dengan Windy ketika orang tua mereka mengumumkan berita pertunangan mereka. Rosie memang tidak tahu cerita cinta lengkap antara Loey dan Windy tapi tidak sulit untuk mengetahui bahwa keduanya saling mencintai. Loey jatuh cinta pada seorang gadis yang orang tuanya tidak restui dan tentu ada sesuatu yang spesial pada diri Windy hingga Loey masih tetap mengejarnya, melawan kehendak orang tuanya sebelum akhirnya menyerah dan menikah dengan Rosie.
"Rosie bisakah aku-,"
"Tentu," sela Rosie tanpa mau mendengar kelanjutan perkataan Windy. Ia adalah orang yang telah dilatih bertahun-tahun untuk bersikap baik-baik saja apapun keadaannya. Ia diajari untuk mengangguk dan tersenyum tanpa peduli seburuk dan semenyakitkan apapun kenyataannya.
Rosie berbalik dan berjalan menuju kamar dan saat ia hampir melewati Loey tangannya dicengkeram, "Rosie dengarkan aku dulu, aku-"
"Kamu berhak bahagia Loey meski itu bukan denganku," Rosie menepis tangan Loey, menutupi kekecewaannya dengan ketegaran.
"Jangan bohong Rosie," nada bicara Loey terdengar khawatir.
Dulu mungkin Loey tidak punya pilihan selain melepaskan cintanya kepada Windy tapi sekarang Rosie memberinya pilihan. Ia ingin Loey bahagia dengan cintanya. Siapa Rosie yang berhak menghalangi kebahagiaannya. Ia hanya istri palsu Loey.
"Rosie aku-" Loey mencoba tapi sia-sia. Rosie melihat seperti ada harapan di mata Loey hingga kemudian Rosie kembali melangkahkan kakinya dengan air mata yang mengalir. Rosie membenci dirinya sendiri karena begitu mudah menjatuhkan hatinya pada Loey yang sejak awal telah melabuhkan hatinya pada orang lain.
Rosie terisak sambil menelan rasa perihnya. Dia benci disakiti tapi sepertinya Loey adalah pengecualian.
Dari dalam kamar Rosie mendengar suara mesin mobil yang dihidupkan hingga tak lama suara mobil tersebut terdengar menjauh. Loey pasti sudah pergi dengan kekasih hatinya dan Rosie mulai menyesali keputusannya. Seharusnya ia tak memberi Loey pilihan karena jika dibandingkan dengan Windy, Rosie bukan siapa-siapa bagi seorang Loey. Windy jelas adalah pemenangnya.
Waktu terasa berjalan dengan lebih lambat dan Rosie seperti telah kehilangan jiwanya. Ia tidak sadar berapa botol wine yang telah masuk ke tenggorokannya, mungkin cukup untuk membuat nyawanya melayang karena sekarang ia melihat Loey menatapnya. Wajahnya bersinar di tengah ruang tamu yang redup."Jadi begini akhir kehidupanku?" kata Rosie sebelum akhirnya bayangan wajah Loey perlahan meredup dan kemudian semuanya menjadi gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask for Us ✔
FanfictionSebuah kisah cinta antara Rosie dan Loey yang diawali dengan perjodohan kedua orang tua mereka