11

312 47 10
                                    

Segala sesuatu telah berubah sekarang. Loey tidak lagi pulang larut malam dan bahkan pada satu pagi Rosie melihat serangkaian bunga mawar di samping tempat tidurnya.

"Jeffrey bilang kamu suka bunga mawar," kebingungan Rosie memudar dan berganti dengan rasa sayang saat Loey masuk ke kamar dengan nampan penuh makanan, sepertinya ia baru saja melakukan pemesanan makanan online mengingat keterampilan memasaknya belum juga menunjukkan peningkatan.

"Ya," Rosie mengiyakan dan mencium aroma mawarnya dengan senyuman bahagia.

"Mau menonton film bersama?" tawar Loey. Ia meraih remote televisi dan menerka-nerka judul film yang akan Rosie sukai berdasarkan informasi yang ia kumpulkan dari Jeffrey.
 
Keduanya duduk bersama di atas tempat tidur dengan jarak yang aman namun tidak nyaman sama sekali. Sesekali Loey akan membahas tentang alur cerita yang dikatakannya seolah ia mengerti padahal kenyataannya ia baru saja mencarinya di Google hingga hampir tengah hari Loey membuatkan Rosie secangkir teh hangat karena di luar sedang turun hujan.

"Kamu mau pergi ke taman besok?"

Rosie mengerutkan dahinya dan bertanya, "kenapa?"

"Jeffrey bilang kamu suka jalan-jalan di taman."

Rosie tersenyum, "berhenti bertanya pada Jeffrey, tanya saja langsung padaku."

Loey tersenyum kikuk dan sejak hari itu malam mereka menjadi lebih hangat. Kini mereka selalu punya topik untuk dibicarakan sebelum tidur meski tak jarang pembicaraan mereka berakhir dengan cepat karena Rosie mudah merasa mengantuk saat hati dan pikirannya nyaman.
 
Berkencan di taman adalah hal yang selalu Rosie impikan sejak di usia muda meski kencannya jauh dari kata romantis. Keduanya tidak bergandengan tangan atau bahkan saling memeluk namun meski begitu, Rosie bahagia.
 
"Kamu suka menambahkan susu di kopimu kan?"

Rosie tersenyum, Jeffrey sepertinya bekerja sangat keras dalam membagikan informasinya kepada Loey. Rosie kemudian mengangguk.

"Kenapa kamu suka mencampurkan susu ke dalam kopimu?" tanya Loey ketika mereka menunggu kopi mereka siap.

"Karena kopi sangat pahit, aku suka yang manis-manis sebenarnya."

"Bukankah kopi seharusnya memang pahit?"

Rosie tidak percaya bahwa kini mereka bahkan akan berdebat antara kopi manis atau pahit. Di masa lalu percakapan seperti ini tidak akan mungkin terjadi.
 
"Aku suka latte manis dengan sirup vanilla, ada coffee shop yang sering aku dan Jeffrey kunjungi."

"Kalau begitu itu adalah tujuan kencan kita yang selanjutnya," kata Loey santai tanpa peduli gempa ringan yang terjadi di hati Rosie akibat perkataannya.

Semuanya berjalan terlalu mulus di hidup Rosie sekarang. Melihat Loey yang terlihat sangat berusaha membuatnya bahagia masih terasa asing baginya meski tak dipungkiri Rosie sangat menikmatinya.
 
"Omong-omong, warna kuning pastel terlihat bagus untukmu."

Rosie tertawa kikuk, ia bersumpah wajahnya pasti terlihat sangat bodoh sekarang, "terimakasih."
 
Loey tersenyum, lesung pipinya muncul begitu kentara dan hal itu membuat Rosie lebih tersipu.

"Kamu tidak membawa jaket?" tanya Loey setelah melihat ke luar jendela. Cuacanya cerah sehingga Rosie berpikir bahwa jaket bukanlah hal yang perlu ia bawa.

"Kalau kita tidak keluar sampai malam sepertinya aku tidak perlu memakai jaket, iya kan?"

Loey berpikir sebelum akhirnya mengangkat bahunya. Pertanyaan tentang apa yang sedang Loey rencanakan hari ini muncul begitu saja di pikiran Rosie.

"Kamu tidak akan kedinginan hari ini," janjinya kepada Rosie.

Di akhir pekan suasana taman cukup ramai. Beberapa keluarga tampak tengah menghabiskan waktunya bermain dengan anjing mereka dan hal itu membuat Rosie sedih karena mengingatkannya dengan anjing keluarganya.

"Kamu suka anjing?" Loey bertanya, matanya tak pernah lepas dari wajah Rosie.

Rosie mengangguk, "mereka sangat lucu, menyenangkan bermain dengan mereka."

"Apa kamu mau satu?"

Rosie menggelengkan kepalanya, dalam hatinya ia lebih mengharapkan untuk memiliki seorang bayi daripada seekor anjing.

Hari semakin sore dan Rosie berpikir untuk mengajak Loey pulang ke rumah tapi sepertinya Loey punya rencana lain.

"Menonton film di bioskop sepertinya seru," kata Loey yang kemudian membawa Rosie pergi ke salah satu bioskop yang dekat dengan rumah mereka.

"Kamu kedinginan?" tanya Loey setelah memperhatikan betapa gelisahnya Rosie.

"Seharusnya aku membawa jaket," sesal Rosie sambil menggigil.

"Ini," Loey memberikan jaketnya pada Rosie dan tanpa ragu-ragu Rosie pun menerimanya. Ukurannya terlalu besar untuk Rosie tapi rasanya hangat dan aroma parfum Loey benar-benar membuatnya tidak berhenti tersenyum hingga ia lupa bahwa genre film yang mereka tonton adalah horor.

"Kamu sendiri apa tidak kedinginan?" Rosie melihat ke samping, tubuh Loey bugar jadi seharusnya ia tidak mudah kedinginan.

"I'm good," kata Loey.

Rosie merasakan sebuah tangan dingin menyentuh tangannya dan dengan malu-malu Rosie mulai mengelusnya berharap kehangatan akan menyebar di tangan tersebut sebelum akhirnya Loey meraih tangannya dan memegangnya. Jika bukan karena ruangan yang gelap Loey pasti akan dapat melihat semburat merah di pipi Rosie. Jari-jari Rosie terselip di antara sela-sela jari Loey.

"Aku harap kamu tidak kecewa dengan kencan kita kali ini," kata Loey saat mereka berada di dalam mobil, hanya berjarak beberapa meter dari rumah mereka.

"Aku bersenang-senang," jawab Rosie gugup, jarinya belum sama sekali Loey lepaskan sejak keluar dari gedung bioskop kecuali saat mereka masuk ke mobil.
 
Rasanya sedikit canggung untuk kembali ke rumah dimana lebih banyak kenangan dingin yang Rosie ingat tentang Loey. Rosie takut segalanya akan kembali ke sedia kala setelah mereka masuk ke dalam rumah.

"Aku akan mandi terlebih dahulu," kata Loey setelah ia melepas sepatunya, "mmm aku-" Loey merona, "aku tunggu di kamar."

Rosie tidak sempat memberikan reaksi karena suaminya berbalik dengan sangat cepat tapi telinga merah Loey jelas menggambarkan semuanya. Rosie tersenyum senang. Hari ini adalah hari terbaik yang pernah terjadi di hidupnya.
 
Loey yang hangat adalah Loey yang selama ini Rosie inginkan. Loey yang mengisi hatinya dengan kegembiraan dan kegugupan. Rosie mencintai Loey dan jika pria itu mengijinkan maka seharusnya mereka akan hidup dengan saling mencintai, menjadi pasangan sesungguhnya, bukan hanya topeng di depan keluarga mereka saja.

Di dalam kamar mandi, goncangan mental mendominasi diri Loey. Ia tidak pernah menyangka bahwa sangat mudah baginya untuk mencintai Rosie. Sorot matanya, senyumannya dan suara tawanya dengan cepat mengisi ruang kosong di hati Loey.

Loey bersumpah ia tidak punya maksud 'nakal' saat ia berkata bahwa ia menunggu Rosie di kamar mereka. Ia hanya merindukan Rosie. Ingin memeluknya dan ingin mendengar suara lembutnya sehingga saat Rosie tak kunjung muncul dari balik pintu Loey pun menyusulnya ke luar kamar.

"Kamu belum ganti ba-," Loey membeku di tempatnya. Kakinya kaku dan wajahnya tegang saat matanya menangkap sosok seseorang yang seharusnya tidak lagi muncul di hidupnya terlebih di saat-saat seperti ini.

Mask for Us ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang