[AU] SADISTIC PERSON
๑۩۞۩๑
Anya tidak percaya kalau restoran yang dia kunjungi bersama bibi Yor selalu kosong. Saat dia bermain bersama Becky, temannya, sepulang sekolah dengan mengendarai mobil temannya itu, Becky mengatakan jika restoran yang dikujungi Anya tidak pernah sepi.
"Bagaimana? Apa kau suka makanannya?"
"Es krim," ujar Anya. "Anya cuma ingin makan es krim, Bibi."
Yor memahami itu, maka dia melambaikan tangannya ke arah pelayan yang sedang menunggu perintah darinya. Sedangkan ketika mangkuk kecil gelato mendarat di depan Anya, gadis kecil itu berseri-seri karena senang. Akhirnya, apa yang ditunggu-tunggu olehnya datang—alasan mengapa dia harus ikut Bibi Yor datang ke situ.
"Selamat makan, Anya."
Anya tidak menanggapi, dia lebih senang menghabiskan gelato kacang itu tanpa tersisa, dan setelah itu dia bisa pulang ke rumah. "Makannya pelan-pelan," kata Yor. "Apa besok Anya mau ke sini lagi bersama Bibi Yor?" Anak itu menggelengkan kepala. "Kenapa? Apa Anya tidak mau?"
"Suster Kepala bilang kalau Anya tidak boleh makan es krim setiap hari," Yor tersenyum ketika suara Anya yang cadel menceritakan apa penyebabnya. Anak itu pintar, dia tahu apa yang tidak boleh dilakukan, dan tentu saja tidak bermaksud untuk melanggarnya meskipun itu amat menggiurkan baginya. "Anya akan makan lain kali."
Yor mengusap kepala Anya, memberanikan untuk bertanya. "Jika Bibi Yor mengajak Anya untuk tinggal bersama Bibi, apakah Anya mau?" Anya terdiam, dia mengamati bibi di depannya dengan sesuatu yang tak dapat dia ungkapkan dari dalam pikirannya; mengapa Bibi Yor mau mengajaknya untuk tinggal bersama. Atau apakah ini seperti anak di sebelah kamarnya yang pergi ke luar negeri karena dia adopsi? Anya bertanya dan mengelola apa saja yang dapat memuaskan keingintahuannya.
๑۩۞۩๑
Loid sudah berada di sana dari setengah jam lalu, dan melihat sang istri dari mobilnya. Ia tak membiarkan sopirnya membukakan pintunya, sebab Loid hanya ingin mengamati Yor dan anak itu sembari menerka apa saja yang melintas di kapalanya—kemungkinan-kemungkinan yang tidak disadari oleh Loid, apalagi di hari ulang tahun di mana Yor menginginkan seorang anak dari panti asuhan, saat itu uang-uangnya dialirkan ke sana setiap tahunnya.
"Dominic, apa Yor sering sekali keluar bersama anak itu?"
Dominic mengamati dari tempatnya. "Madam sering menghabiskan waktunya setiap hari dengannya, tidak hanya itu, hadiah-hadiah, uang, dan perlengkapan anak itu semuanya disediakan oleh Madam sendiri. Saya kira Madam sangat menyukai karena anak itu memang cukup manis."
Loid memandang tajam dari spion tengah, sementara Dominic langsung menunduk. "Kau tidak punya ketertarikan dengan anak kecil, 'kan? Aku tidak ingin kau memujinya seakan-akan kau ingin menculik anak itu dan melakukan sesuatu yang terlarang."
"Tidak seperti itu, Tuan," katanya dengan panik. "Saya mengatakan manis bukan karena saya ingin melakukan sesuatu yang tidak pantas kepada anak itu. Kenyataannya anak itu memang—" mata Dominic terpejam ketika pandangan Loid semakin mengerikan baginya. "Maafkan saya."
Loid tiba-tiba menendang kursi Dominic dari belakang dan segera saja memerintahkan pria itu untuk meninggalkan tempat itu, karena Loid tidak ingin melihat pemandangan tersebut terlalu lama, yang membuat hatinya makin tidak karuan.
Di tengah perjalanan, Loid masih memikirkan apa yang sebaiknya dia lakukan jika nanti Yor tahu, bahwa dia tidak benar-benar tertekan karena Anya mewarisi darah terkutuk dari ibunya. Anggapan Loid ketika mungkin saja Yor tak menyukai sesuatu yang berhubungan dengannya, termasuk anak itu, benar-benar salah besar.
Beberapa tahun lalu mendekati waktu Yor melahirkan. Loid dengan sengaja menjauh karena dia tidak ingin membuat Yor semakin membencinya. Wanita itu sudah pasti tidak menyukai kehadiran bayinya—bayi yang jelas-jelas diciptakan dari hubungan kotor dan keegoisan. Loid yakin, Yor membenci segala apa yang ada di antara mereka, termasuk bayi itu.
Di hari itu, Yor tak menunjukan ketertarikan akan kehadiran Anya. Tapi tindakan Yor yang tak terduga membuat Loid kehilangan banyak kalimat yang dapat menenangkan Yor pada saat itu.
Setelah memasuki pekarangan rumah yang luasnya seperti lapangan sepak bola. Loid turun dari mobilnya dan disambut oleh asisten ayahnya. "Keadaannya tidak kunjung membaik, kau sebaiknya menyudahi semuanya."
"Menyudahi untuk apa? Biarkan dia mati jika dia menginginkannya. Dia selalu ingin berada di dekat wanita yang dicintainya."
George, asisten ayahnya, pria tua yang tak pernah sekalipun membantah atasannya, kini tampak lemah. Ia tahu tak banyak yang bisa dilakukan. Seharusnya tanpa alat-alat itu, Mrs. Forger tak akan pernah hidup selama ini. Putranya dengan sengaja membuatnya tetap hidup agar pria itu tersiksa, agar pria itu tahu apa yang namanya pengkhianatan. Pencapaian-pencapaian yang dilakukan Loid semakin membuatnya sakit hati, walaupun Loid selama ini ingin membunuhnya, dia tidak pernah melakukannya.
Loid berada di samping ayahnya. Sekitar dua tahun lalu dia memindahkan pria itu di kediaman pribadinya, sementara pengawal-pengawalnya yang seharusnya setia, kini berpaling darinya.
Loid kemudian duduk di samping ranjang pria lemah itu—ayahnya yang terlihat hanya tulang-tulangnya saja. Ayah yang selalu menyalahkan dalam segala hal di antara mereka. "Putriku sudah besar, dia mirip sekali dengan wanita yang kau cintai," ujar Loid. "Aku berharap tak pernah melihat rambut merah muda itu lagi. Tapi sayangnya, dia adalah putriku. Gen yang tak bisa dibantah itu mengalir padanya."
Loid kemudian berdiri, dia menarik slang-slang yang terhubung pada ayahnya. "Seharusnya aku mengucapkan selamat tinggal padamu sejak lama," katanya. "Tapi aku tidak menyesal kau tetap ada di sini untuk menantikan pencapaianku." Loid terbahak di tempatnya. "Selamat tinggal, Ayah."
๑۩۞۩๑
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
SADISTIC PERSON [LOID X YOR] ☑
FanfictionYor Briar diculik, meski kecil kemungkinan hal tersebut dapat terjadi padanya. Ia memiliki kehidupan sempurna, tidak hanya sebuah kekayaan yang hampir menguasai benua. Yor yakin, keluarganya tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi padanya. Loid F...