BAB 13

611 78 2
                                    

[AU] SADISTIC PERSON

๑۩۞۩๑

Anya mendongak ketika seseorang berdiri tepat di depannya. Tubuhnya yang tinggi membelakangi matahari. Anya menyipitkan matanya, terperangah kemudian saat pria itu berlutut di depannya.

"Kau Anya, 'kan?" Anya mengangguk, dan berpikir paman itu sangat tampan, rambutnya pirang, matanya berwarna biru cukup indah baginya. "Aku Loid."

Anya mengangguk. Dia tahu meski paman itu tidak memberitahunya. Bibi Yor sering kali menceritakan suaminya yang tampan dan baik. Pada pertemuan-pertemuan mereka, bibi Yor memberitahu Anya bahwa dia tidak perlu takut ketika mereka nanti bertemu di rumah—jika Anya memang setuju untuk diadopsi oleh keluarga Forger.

"Apa kau ingin pergi bersamaku, Anya?" tanya Loid. "Kau suka gelato kacang, 'kan? Paman punya banyak gelato kacang di rumah. Kau pasti akan menyukainya."

Tidak jauh dari gerbang, teman Anya yang bernama Becky pun mendekati. "Anya, cepat masuk ke bus sekolah, nanti kau ketinggalan lagi," Becky mendengkus, dia menatap Loid penuh permusuhan. "Paman penculik, ya?" Loid terdiam sebelum akhirnya dia tertawa. "Paman mau menculik Anya? Percuma saja Paman menculik dia, karena Paman tidak akan pernah mendapatkan banyak tebusan, sebab Anya hanya tinggal di panti asuhan. Apa aku boleh menawarkan diri saja?"

Loid berhenti tertawa. "Apa aku terlihat seperti penculik?" Anya mengamati Loid, kemudian pria itu berdiri, menghampiri sang sopir bus. "Pergilah, aku hanya ingin pulang bersama putriku. Kau tahu siapa aku, 'kan?"

"Baik, Mr. Forger."

Becky segera menarik Anya di belakangnya. "Anya tidak punya seorang ayah! Anya yatim piatu!" ujar Becky marah. "Apa kau suami Mrs. Forger?"

"Ya, aku suami Yor."

"Apakah benar Anya?" tanya Becky. "Apakah benar dia suami Bibi Yor?"

Anya mengangguk. "Iya."

Loid menunjuk bus sekolah yang sudah menjauh. "Kau bisa mendengar sopir bus itu memanggil namaku, 'kan?"

Saat Loid akhirnya mengajak Anya untuk ikut bersamanya, gadis kecil itu tidak menolak seperti yang sering dilakukannya bersama Bibi Yor. Anya naik ke mobil, duduk di samping Loid. Anya pun meyakini orang dewasa sering kali tak menyukai anak-anak yang banyak bertingkah. Maka selama perjalanan panjang itu Anya hanya diam di tempat duduknya, meskipun isi kepalanya dipenuhi ke mana mereka pergi.

"Selain gelato taburan kacang, apa lagi yang Anya suka?" Loid bertanya saat Anya hanya melihat jalanan. Kemudian gadis itu menggeleng begitu memandang Loid yang punya wajah ramah. "Daging? Sup?"

"Anya suka kacang."

"Apa pun asalkan ada kacangnya?" Anya akhirnya tersenyum. Dia senang menemukan orang yang dapat mengerti apa yang diinginkannya—selama ada campuran kacang, Anya akan memakannya sampai habis. Sulit baginya memberitahu apa yang tidak disukainya—dia hanya tidak suka makanan tanpa kacang di dalamnya. Ya, hanya itu.

"Dominic, bilang pada juru masak di rumah, siapkan makanan apa pun dengan kacang."

Saat di lampu merah, Dominic buru-buru mengirim pesan. Dia tahu harus melakukannya secepat mungkin, dan ketika ada kesempatan dia tidak akan melewatkan untuk mengirim pesan penting itu.

"Bibi Yor bilang tidak baik makan kacang setiap hari."

"Benarkah? Apa aku boleh tahu kenapa?"

Anya menjelaskan dengan terbata-bata, menyusun semua menjadi kalimat sangat sulit. Ia beberapa kali diam, berpikir, lalu melanjutkan.

"Serangan jantung, masalah pencernaan, penyumbatan arteri, hingga komplikasi penyakit lainnya. Jadi, apa kau tahu apa itu semua, Anya?" Anya menggigit bibir bawahnya. Saat tak dapat menemukan jawabannya, dia hanya menggelengkan kepalanya. "Sepertinya kau harus banyak belajar agar tahu efek samping kacang bagimu. Tapi untuk saat ini, aku mengizinkannya. Kau boleh makan apa pun yang kau suka, Putriku." 

๑۩۞۩๑

Sudah tiga hari Yor tak mengunjungi Anya. Banyak yang harus dia lakukan setelah kematian mertuanya yang bahkan tak pernah sekalipun Yor berjumpa dengannya.

Seperti biasa, dia menunggu di depan gerbang, tapi kali ini Yor turun dari mobilnya. Ia melihat anak-anak Eden sudah berhamburan keluar, tidak lama kemudian bus sekolah pun datang, tetapi Yor tak melihat Anya.

"Bibi Yor, 'kan?" Yor melirik Becky, Anya sering kali memberitahunya kalau gadis bernama Becky adalah teman baik Anya. "Apa mencari Anya?"

Yor tersenyum pada Becky. "Aku tidak melihat dia. Apa dia tidak masuk? Aku tidak mendengar apa pun dari panti asuhan," tentunya, jika Anya sakit atau tidak masuk sekolah, Yor adalah orang pertama yang diberitahu oleh mereka. Namun, Becky menggelengkan kepalanya. "Lalu?"

"Anya sudah pulang—setiap hari pergi bersama Mr. Forger."

Yor membungkam mulutnya sendiri dengan kedua tangannya, dalam sekejap ketakutan mendatanginya, membuat kedua kakinya dingin. Becky kemudian berpamitan, tak begitu peduli, atau dia memang tidak tahu harus bersikap bagaimana saat melihat wanita itu pucat.

Langkah Yor tertatih menuju mobilnya. Lalu mengambil ponsel dari dalam tasnya. Namun sulit bagi Yor untuk menghubungi Loid. Dia tidak yakin apakah dia harus menghubungi pria itu dan menanyakan apakah Anya ada bersamanya. Yor tidak bisa berpikir, sekadar untuk memerintahkan sopirnya melanjutkan jalannya pun tak mampu.

"Madam, ke mana sebaiknya kita pergi?" napas Yor semakin pendek, tetapi dia merasakan darahnya mendidih. Dia berpikir apakah Loid sudah ingat semua? Apakah Loid mencoba menipunya? Yor mulai hilang akal. Akan tetapi kemarahan akan menyebabkan kehancuran yang selalu ditakutkannya akan terjadi. Yor merasa dia harus tenang, dan memikirkan cara yang tepat.

"Kita pergi ke rumah utama. Aku ingin menemui suamiku."

Seakan-akan Yor tercekik oleh napasnya sendiri. Suasana di dalam mobil menjadi suram—sesuram bagaimana dia melihat jalanan. Ia tak harusnya gegabah, tapi pikirannya mengantarkan Yor pada tindakan ekstrem yang selalu dihindarinya. Ia tak harus seperti keluarga suaminya yang mudah menarik pelatuk jika tidak suka pada sesuatu.

Sampai di tempat tujuan, Yor berlari sembari meleparkan tasnya dan sepatu hak tingginya. Ia ingin berlari secepat mungkin, mencari ke mana perginya Loid, bahkan setidaknya dia menemukan Anya di rumah itu.

Langkah kaki Yor kemudian berhenti tepat di dapur utama, di mana satu-satunya orang yang diizinkan menggunakan dapur itu adalah Loid dan dirinya. Yor mendengar tawa Anya, mendengar Loid mengajarinya sesuatu. Yor melangkah pelan, seolah-olah tidak ingin menimbulkan kekacauan.

Anya berhenti tertawa, dia memandang Yor yang kacau, tidak secantik biasanya dengan gaun indah, rambut yang disanggul rapi. Anya kemudian turun dari undakan yang dibuatkan khusus untuknya agar bisa memasak di dapur.

"Anya," seru Yor melintasi dapur, dan menerjang Anya dengan pelukan. "Aku kira—" Yor tersengguk-sengguk. "Aku mengira kau pergi dariku. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi, Anya, aku pantas mati jika terjadi sesuatu padamu."

"Yor."

Yor menatap tajam Loid. "Jangan sentuh putriku, sialan!" dia berteriak, membuat Anya bergetar dalam pelukan. "Kau menculik putriku! Apa kau akan mengirimnya pergi? Apa kau ingin membunuhnya?"

Kemudian Yor menggendong Anya, meninggalkan dapur itu, sementara Loid hanya bersandar di antar kabinet-kabinet dapur sambil melipat kedua tangannya di depan dada. 

๑۩۞۩๑

BERSAMBUNG

SADISTIC PERSON [LOID X YOR]  ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang