BAGIAN LIMA

34 19 40
                                    

05. Dialog Aurora

••••

Suara debur ombak yang menabrak batu karang memenuhi pendengaranku. Belasan perahu layar yang mengambang di tengah lautan menjadi pemandanganku pagi ini. Aku menatap arah timur dengan mata memicing.

Semburat merah muncul dari ufuk timur menemani penduduk bumi untuk memulai aktivitasnya. Satu-dua lampu neon di teras rumah nelayan belum dimatikan, mungkin beberapa dari mereka masih terlelap. Suara ayam jago milik nelayan berkokok nyaring menjadi pengiring suara pagi ini.

"Terima kasih untuk semuanya, Kak." Aku menatap Rai yang duduk di atas hamparan pasir putih. Pemuda itu terlihat menguap lebar sembari menganggukkan kepalanya singkat.

"Kamu senang?"

Aku menganggukkan kepalaku singkat. Tentu saja aku sangat bahagia pagi ini. Melihat pemandangan matahari terbit dengan ditemani seorang yang begitu kucintai sejak dulu.

Rai tersenyum lembut di balik muka bantalnya. Pria itu terlihat sangat menawan di mataku. Tak hanya paras tampannya saja yang membuatku tertarik, sikap hangat nan lembutnya juga mampu membuatku menjatuhkan hati pada pemuda itu.

"Aku bakal lakuin apa saja demi kebahagiaan kamu, Nai." Rai tersenyum lebar, sebelum melanjutkan ucapannya. "Selama sisa hidupmu," imbuhnya dengan suara yang sangat lirih. Mungkin cowok itu berpikir jika aku tak akan mendengar ucapannya. Namun salah, aku tetap mendengar ucapan terakhirnya itu.

Aku tidak tuli, Kak. Aku mendengar semua apa yang kamu ucapkan. Bahkan, aku bisa memahami semua maksud tersiratmu hanya dari perlakuanmu selama ini. Namun, aku tak mau memahami itu semua. Aku berpura-pura bodoh di hadapanmu. Aku ingin menjalankan karakterku saja di depanmu. Seorang Nai yang polos, atau bahkan bodoh.

"Tasya enggak marah soal ini?" Aku berusaha mengubah topik pembicaraan.

"Dia akan mengerti, Nai." Rai mencoba membuatku yakin dengan ini semua. Terkadang aku merasa kasihan dengan Tasya, Rai selalu menomor-duakan gadis itu. Tapi di lain kesempatan, aku bahagia bisa menjadi prioritas Rai. Aku jahat, ya?

"Dalam diamnya seorang perempuan bisa menahan rasa cemburu, Kak."

"Tasya berbeda dengan perempuan lain, Nai."

"Terkadang laki-laki tak bisa memahami perasaan wanitanya," sanggahku kekeuh.

"Semua laki-laki tak akan paham dengan apa yang dirasakan perempuan dalam diamnya, Nai." Rai menatap hamparan laut nan luas di depan sana. Aku mengikuti arah pandang Rai. Di depan sana, lautan terbentang sangat luas tanpa ujung.

"Coba pahami, Kak."

"Nggak bisa!"

"Bisa, Kak."

"Bagaimana caranya?"

Aku tersenyum simpul tanpa menolehkan kepala sedikitpun. "Lakukan dulu, Kak. Nanti kamu akan tahu caranya," balasku dengan senyuman yang luruh.

Diam. Rai tak membantah ucapanku. Pemuda berlensa cokelat itu masih menatap lautan di depannya.

Burung-burung pantai mulai terbang di atas lautan. Awan putih mulai menampakkan dirinya bersamaan dengan matahari yang mulai meninggi. Beberapa perahu nelayan mulai bergerak menepi. Sebentar lagi penduduk tepi pantai akan melakukan aktivitasnya.

"Aku ingin menjadi Tasya, Kak." Entah mendapat keberanian darimana, tiba-tiba bibirku mengeluarkan kalimat tadi.

"Semua manusia tidak bisa menjadi orang lain, Nai."

"Tapi aku ingin," ucapku dengan suara lirih. Aku tak ingin Rai mendengar ucapanku kali ini.

Rai mengalihkan pandangannya ke tempatku. Laki-laki itu tersenyum tipis, sebelum berkata. "Jadilah diri kamu sendiri, Nai. Dan buktikan jika kamu bisa menjadi lebih baik dari orang itu!"

Tanpa membalas, aku hanya menganggukkan kepalaku seraya tersenyum tipis. Perbincangan pagi ini membuatku sedikit merasa lelah. Sepertinya setiap pertemuanku dengan Rai selalu membahas tentang Tasya. Entahlah. Apakah aku belum bisa menerima kehadiran Tasya di tengah-tengah hubunganku dengan Rai?

"Tasya tak akan menjadi penghalang dalam hubungan kita, Nai. Entah dengan atau tanpa Tasya, kamu akan tetap menjadi sahabatku." Rai menggenggam tangan kananku lembut. "Kamu adalah sahabatku, sampai kapanpun aku akan melihatmu sebagai seorang adik perempuan."

Elegi NailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang