Jepang, awal bulan Maret.
Aku menatap gerombolan manusia yang sedang melakukan ohanami di bawah pohon sakura. Bunga plum sakura yang pertama kali mekar memang terlihat sangat mengagumkan. Banyak bungka berwarna merah muda yang mulai berkembang sempurna. Jadi, tak heran jika ada ratusan manusia yang berkumpul hanya untuk melihatnya sedang bermekaran.
Bulan ini memang waktu yang pas untuk melihat bunga sakura. Bunga dengan mayoritas warna merah muda itu baru saja tumbuh, dan mekar. Benar, saat ini memang musim semi.
Aku membawa kakiku melangkah mendekati pohon sakura. Mungkin dari kedekatan, keindahan bunga sakura akan lebih terlihat mengagumkan. Suara decakan kagum dari banyak orang terdengar jelas di pendengaranku. Kuakui, bunga di hadapanku ini memang bisa memikat setiap mata yang melihatnya.
Memoriku tentang Rai tiba-tiba saja berputar jelas di luar kepalaku. Kubiarkan saja semua kepingan masa lalu itu menari bebas di depan mataku. Percuma saja mencegahnya, kepingan itu akan muncul di lain waktu.
Sudah sewindu aku meninggalkan kota kelahiranku. Aku hanya ingin menata kembali hidupku dari awal. Memperbaiki semuanya dari awal, dan belajar menjadi seorang yang lebih baik lagi.
"Naila?" Suara berat itu menginterupsi lamunanku. Segera kubalikkan tubuh untuk menatap si sumber suara tadi dengan lebih jelas.
Ya Tuhan!
Apa maksud dari ini semua?
Seorang yang sudah kurindu selama bertahun-tahun kini datang padaku. Aku dapat melihat pemuda itu kembali. Bahkan, aku masih hafal semua tentangnya.
"Ra ... i?" Suaraku bergetar bersamaan dengan mata yang mulai memanas.
Kini bintangku telah kembali, Tuhan. Dia sudah pulang. Dan aku sudah bisa menyentuhnya dengan nyata.
Dengan satu langkah, aku segera menenggelamkan tubuh dalam pelukannya. Aku mencium bau khas tubuhnya dalam. Sungguh, aku tak percaya dengan ini semua.
"A-aku tidak sedang bermimpi, kan?" Aku sudah tak bisa mendefinisikan semua rasa ini dalam kata-kata. Rasanya bahagia, haru, dan ... aku sangat bahagia dengan ini semua.
"Ini nyata, Nai! Aku Raihan-mu," jelasnya seraya mengelus pundakku lembut.
"Rai ...."
"Iya, Nai?" Suara beratnya terdengar mengalun merdu di pendengaranku.
"Kemana saja kamu selama ini?"
Rai tak segera menjawab pertanyaanku. Remaja laki-laki yang kini beranjak dewasa itu masih bungkam.
"Kenapa kamu hilang begitu saja, Rai?"
"Aku hanya ingin memperbaiki semuanya saja, Nai. Aku tidak pernah menghilang, apalagi meninggalkanmu."
"Tapi ...."
"Bukankah untuk saat ini yang terpenting adalah kedatanganku?"
Aku menganggukkan kepala mantap. Benar. Saat ini semuanya sudah tak berarti bagiku. Biarkan Rai menyimpan alasannya sendiri. Aku hanya ingin kembali bersama dengannya.
"Naila," panggilnya di sela isak tangisku.
"Selama ini aku mencoba untuk memikirkan semua perasaanku."
"Aku berada di antara dua pilihan, antara kamu atau Tasya. Dan ternyata kamulah pemenangnya."
"Kamu satu-satunya perempuan yang berhasil merebut hatiku, Nai."
Aku tetap diam sembari mendengarkan ucapannya. Mungkin aku akan tetap menjadi seorang yang egois dalam sebuah perasaan. Aku ingin memiliki Raihan setelah semuanya terjadi.
"Aku mencintaimu, Naila Revanka."
Bersamaan dengan mekarnya bunga sakura, hatiku ikut berbahagia. Kini aku mengetahui perasaan Rai yang sesungguhnya. Dan, pemenangnya adalah aku, Naila Revanka. Aku berhasil membuat Raihan jatuh cinta padaku.
Apa yang ada di pikiranku saat dulu memang benar. Akan ada akhir bahagia jika aku mengikuti setiap alur yang ada. Mungkin, jika aku mengakhiri cerita ini di pertengahan bagian, aku tak bisa merasakan semua kebahagiaan ini.
Teruntuk Naila-Naila lainnya, tetaplah berjuang dan jangan menyerah. Karena kita tak tahu apa yang akan menanti di depan sana. Tetaplah berjuang, dan nikmati semua rasa yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Naila
Short Story"Langit senja kali ini terlihat cantik, sama sepertimu." ••• "Kak, apa kamu tahu hal terindah yang pernah aku lihat selama ini?" "Memangnya apa?" "Senyuman Kak Rai." ••• "Aku takut episode kita terlalu singkat, Kak." "Kalo gitu kita buat lebih panja...