BAGIAN DELAPAN

32 23 45
                                    

08. Dandelion

••••

Dandelion.

Tumbuhan yang memiliki bunga-bunga kecil berwarna kuning ini bermakna mendalam dalam kehidupan. Bijinya yang terbang mengikuti arah angin ini mengajarkan bahwa dalam kehidupan kita harus mengikuti alur dan harus tetap bisa bertahan, meski terseok-seok. Selain itu, bunga ini melambangkan tentang sebuah harapan, cinta, kebahagiaan, keceriaan, dan kesetiaan.

Mungkin bagi beberapa orang yang melihat dandelion akan merasa biasa saja. Namun, tidak bagiku. Aku selalu mengaitkan bunga ini dengan kehidupanku. Tentang harapan, cinta, kebahagiaan, dan semuanya.

Namun, ketika melihat Tasya pagi tadi mampu membuatku kembali berpikir tentang tindakan yang kulakukan. Terkadang aku merasa menjadi tokoh antagonis dalam cerita ini. Aku yang selalu menjadi seseorang yang egois dan kekanak-kanakan.

Suara air kran yang baru kubuka terdengar memenuhi kamar mandi. Aku kembali menatap pantulan diriku dari cermin besar. Aku merasa miris dengan seseorang yang ada di dalam cermin itu. Perempuan itu terlihat sangat berantakan.

Mata merah yang penuh dengan sisa air mata. Rambut yang berantakan, serta kemeja sekolah yang sudah penuh dengan air mata yang mulai mengering. Terlihat menyedihkan, bukan?

Namun, semua itu tidak seberapa dibanding keadaan Tasya saat ini. Gadis itu terlihat lebih menyedihkan dari penampilanku kali ini. Bahkan, aku yang mendengar pembicaraannya dengan Rania pun ikut merasa kasihan.

Dengan diawali kalimat makian, Tasya mulai menceritakan isi hatinya pada Rania. Gadis itu meluapkan semuanya di dalam dekapan seorang sahabat. Bersamaan dengan air mata yang keluar deras, Tasya menumpahkan semua perasaannya yang ia pendam selama ini pada Rania.

"Nai hanya berlindung di balik penyakitnya." Ucapan Tasya saat itu masih terngiang jelas di luar kepalaku.

Apa yang dikatakan oleh Tasya benar adanya. Aku selalu meminta seluruh waktu Rai dengan beralibi permintaan di sisa hidupku. Tanpa pernah memikirkan perasaan orang lain, aku selalu bertindak semauku. Mungkin akan ada saatnya Rai akan bosan dengan Nai dan semua alibinya.

"Kamu pernah berjanji untuk menerima semua kekurangan Rai, Sya?"

Saat itu aku merasa terenyuh ketika melihat anggukan kepalanya. Tasya terlihat pasrah saat membalas ucapan sahabatnya.

"Lalu, kenapa kamu menyesal sekarang?" Rania menatap Tasya penuh kelembutan. Ada sebersit perasaan iri ketika melihat interaksi sepasang sahabat itu.

Tasya hanya bergeming.

Rania meraih kedua tangan sahabatnya, kemudian menggenggamnya erat. "Sya, kamu punya dua pilihan. Tinggalkan, atau bertahan."

"Aku pikir setelah kami menjalin hubungan, Rai akan sedikit berubah ...."

"Tapi nyatanya enggak berubah sama sekali, kan?"

Tasya menganggukkan kepalanya singkat. "Nai tetap prioritasnya, Ran."

"Terkadang ada sebersit rasa iri ketika melihat Rai lebih mementingkan Nai, padahal mereka hanya sepasang sahabat."

Rania tersenyum penuh ketulusan, sebelum berkata. "Menyendirilah, dan pikirkan baik-baik tentang keputusan yang akan kamu ambil nanti!"

"Terkadang manusia harus melepaskan sesuatu untuk bisa merasakan kebahagiaa, Sya."

Elegi NailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang