Gimana ya

485 70 3
                                    

Hallo!!! Maaf kalo jarang update, kerjaanku semakin runyam udah kayak kerjaan Aji. Enjoy 🤩

...

Setelah kepulangan Aji dan Gigi dari Bandung, mereka melanjutkan kehidupan seperti biasanya. Berangkat dan pulang kantor bareng, main ke suatu tempat-tempat yang belum pernah dijelajahi, jalan-jalan, atau bahkan hanya untuk sekadar makan di luar. Semuanya Aji lakukan untuk menebus kesibukannya beberapa minggu yang lalu.

Malam ini sepulang kerja, Aji berniat untuk mampir ke kediaman Gigi dahulu, karena sudah lama sekali rasanya ia tidak mampir dan bertemu orangtua Gigi hanya untuk bertukar sapa.

Berakhirlah Aji yang sekarang ada di ruang keluarga rumah Gigi, dengan Mama dan Papa yang kumpul lengkap beserta Gigi juga. Nggak ada acara apa-apa, memang hanya kebetulan aja semuanya sudah ada di rumah malam ini.

Tadi pulang kantor Papa Gigi mampir ke sebuah kedai untuk membeli bubur madura kesukaan Aji dan Gigi.

"Ini buat kalian, makan yang kenyang. Pasti kerja capek," ucap Papa sembari memberikan dua buah kantong plastik berisi bubur madura tadi.

"Makasih, Pap, tau aja anaknya belum makan," balas Gigi sembari beranjak ke dapur untuk mengambil dua buah mangkok untuknya dan Aji.

...

Sekarang hanya tersisa Aji dan Gigi di rumah, karena orangtua Gigi pamit mau keluar untuk menyelesaikan suatu urusan.

"Gi, Mamah nanya.. kira-kira kapan Mamah sama Ayah bisa main kesini buat ngebahas keseriusan hubungan kita?" tanya Aji ke Gigi yang lagi sibuk main Garden Scapes di ponselnya.

"Buru-buru banget, Ji. Ngejar apaan sih?" tanya Gigi balik tanpa menoleh sedikit pun ke Aji, masih fokus dengan gamenya.

"Maksudnya buru-buru gimana sih? Emang menurutmu tiga tahun hubungan kita tuh sebentar, Gi?" Nada suara Aji mulai terdengar naik. Yang ditanyai masih sibuk dengan ponselnya.

"Bukan, maksud aku kita tuh masih muda banget buat ke jenjang yang lebih serius kesana. Aku masih mau main, kan kamu tau itu," balas Gigi masih dengan santainya.

"Dari dua tahun lalu juga kamu ngomongnya gitu terus, Gi. Masih mau main, masih mau main. Terus mau seriusnya kira-kira kapan?"

Tidak ada jawaban, akhirnya Aji merampas ponsel yang ada di genggaman Gigi. Si empunya protes.

"Aduh apa sih, Ji? Kamu lagi mau berantem, ya? Sini balikin hp aku!" ujar Gigi sembari berusaha merebut ponselnya dari Aji.

"Nggak. Coba kalo lagi diajak ngomong tuh liat lawan bicaranya. Aku nggak lagi nyari ribut, aku cuma nanya. Cuma menyampaikan maksud orangtua aku. Salah?"

"Nggak salah. Tapi kamu tau kan, aku emang belum siap untuk ke arah sana? Aku masih banyak kurangnya, Ji. Aku nggak bisa apa-apa, aku jauh dibanding kamu. Aku nggak bisa masak, aku nggak jago ngurus rumah, aku takut nggak bisa ngerawat kamu," ucap Gigi sambil menahan tangisnya. The anxious feeling hits her hard.

"Kalau kamu nggak belajar, kamu nggak akan pernah siap. Nggak akan pernah bisa."

Deg!

Tangis Gigi pecah saat itu juga. Nggak nyangka kalau pembahasan pernikahan selalu dia yang berujung nangis, karena pada kenyataannya dia memang belum siap untuk berkomitmen ke arah yang lebih serius.

Aji & Gigi Series | revehours, skyieselle [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang