13

262 20 4
                                    

Story ini juga tayang di Karya Karsa

Story ini juga tayang di Karya Karsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dan Innovel/Dreame:

Dan Innovel/Dreame:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Krisna sibuk di klinik, Adiba mengintipnya sebentar, kemudian menjauh dengan perasaan gamang. Ia meraih jahitannya dan menjalankan mesin jahit, merangkai bahan kain itu menjadi gaun utuh. Bersamaan dengan itu, pikirannya jalan berusaha mengenyahkan hal yang mengganggunya. Sentuhan tangan Krisna yang menenangkan itu masih terasa di jemarinya.

"Kamu hadapi orang-orang itu. Kamu nggak perlu takut kalau kamu nggak salah, Diba."

Seandainya dahulu ia seberani itu. Seandainya orang-orang yang datang waktu itu hanya sekelas warga kepo dan julid. Kadang kala, meskipun kamu tidak bersalah, kamu harus bungkam karena ada kekuatan yang lebih berkuasa. Sebuah kebaikan dan kebenaran harus ditenggelamkan. Kamu harus berlutut dan menerima nasib bahwa kamu bukanlah siapa-siapa. Kamu hanya sampah.

4 tahun yang telah berlalu ...

Ketika Septiana Maharani berusia 18 tahun, ia dipindahkan ke lapas wanita dewasa. Ia menjalani hari-harinya seperti biasa, dengan tambahan ia mulai mengenal napi-napi yang mesti menjalani kehamilan, melahirkan dan membesarkan anak mereka dalam penjara. Ada segmen khusus ruang ramah anak dan lebih tampak sebagai sebuah daycare daripada penjara, meskipun di sana sini ada jeruji dan penjaga.

Septiana tetap belajar menjahit dan sesekali membantu rekan mengurus anak-anak mereka. Literally, anak-anak itu tumbuh dan tinggal di sana tanpa prasangka karena keseharian yang mereka lihat adalah lingkungan dalam penjara tersebut. Biasanya mereka ikut tinggal di penjara karena tidak ada kerabat yang mau menampung atau sang ibu menunggu anaknya selesai disapih baru diserahkan ke luar penjara.

Suatu hari, Ibu Siti Maisyaroh, Kepala Lapas, memanggilnya ke ruangan beliau. "Septi, nanti ada tamu buat kamu."

Septiana tidak mengerti dan bingung soal tamu ini. Karena tidak pernah ada tamu untuknya, bahkan ketika pemakaman ibunya ia tetap ditahan dalam penjara tanpa ada seorang pun datang memberi kabar. Ia takut orang itu adalah ayahnya.

Ibu Mai melihat gadis belia itu cemas, sehingga menenangkannya. "Nggak usah takut. Ntar saya dampingi kamu. Kamu bicara saja seadanya sama orang itu, ya. Soalnya mereka mau bantu buka kasus kamu kembali. Jika berjalan lancar, kamu bisa mendapatkan pengurangan hukuman, bahkan pembebasan, Septi."

Impromptu Affair/MENDADAK PELAKOR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang