23

137 18 1
                                    

Resepsi pernikahan Diaz – Mitha berlangsung meriah. Aneka acara digelar menghibur para undangan yang banyak dari kalangan pejabat, jutawan pebisnis, serta publik figur. Kedua mempelai juga terlihat mesra dan serasi. Diaz dan Mitha berpenampilan seperti pangeran dan putri kerajaan Eropa, melakukan dansa di tengah ruangan, bahkan berciuman mesra seolah mereka saling mencintai dan akan hidup bahagia selamanya.

Sikap Diaz sangat alami hingga Mitha terbuai angan bahwa hari ini akan menjadi awal mula Diaz mencintainya. Diaz sebenarnya agak mabuk dan berusaha menikmati pesta itu sebagai bentuk menyiksa diri. Ia mengalami langsung yang namanya pernikahan yang dipaksakan. Neraka sejak hari pertama. Ia merasa hampa dan menjalani hari itu dengan sebaik-baiknya karena menaruh harapan besar kelak akan tiba peluang bersama Adiba lagi. Juga, ia tidak ingin ancaman ditujukan pada wanita yang dicintainya itu.

Sementara Krisna menikmati pesta dengan leluasa. Acara itu kesempatan baginya berkumpul dengan teman-temannya di Jakarta. Mereka bercengkerama dan tertawa riuh yang menarik perhatian semua orang, tak terkecuali Mitha dan Diaz. Gerombolan anak muda itu asyik berfoto bersama dan merekam video kenang-kenangan. Jika ada yang mengenal Krisna, mereka menyempatkan menyapanya dengan sangat akrab.

"Eey, Krisna! Apa kabar, Bro?"

"Baik, baik."

"Beneran kamu sekarang di Madiun? Tinggal di perkebunan kopi itu? Wuih, pantesan kamu kelihatan lebih fresh, Kris. Kamu minum kopi langsung dari pembakarannya ya?"

Krisna semringah bahagia yang terpancar dari dalam hati. "Segar, alami, hawa pegunungan, serta pemandangan indah memanjakan mata sambil menikmati segelas kopi setiap pagi, itulah keseharianku, Bro," ujarnya.

"Dan dilayani gadis-gadis kembang desa," celetuk salah satu teman dan mereka tertawa bersama.

"Serius, Bro, kamu jadi kayak Jaka Tarub dan 7 bidadari di sana, ya. Gila, meen. Kita-kita mesti main juga dong ke sana. Kapan, Kris? Ajakin kami dong!"

"Ya, kalian harus mendaki gunung dan lewati lembah, ntar ada sungai-sungai dan air terjunnya yang bagus banget! Kalian bakalan bisa ngalamin petualangan kayak Jaka Tingkir itu. Beneran!" bual Krisna yang ragu teman-temannya akan pergi ke sana karena Desa Kare benar-benar masih wilayah terpencil dan alami. Tidak ada fasilitas yang memudahkan wisatawan publik seperti orang-orang kota itu. Harus benar-benar terjun ke alam kalau mau menikmati keindahan Desa Kare.

Mitha melihat dari sudut matanya Krisna betah bersenang-senang tanpa beban, menjadi ketus dalam hati. Rupanya ayah mereka tidak memarahi Krisna seperti dugaannya. Karena dia anak laki-laki? Coba kalau ia, anak perempuan yang datang dengan penampilan tubuh penuh kissmark seperti itu, apa Ayah tidak akan membunuhnya? Benar-benar pilih kasih!

Saat sore hari, Krisna hendak meninggalkan pesta itu. Ia pamit pada Mitha dan Diaz terlebih dahulu. Ia naik ke panggung pelaminan dan berhadapan dengan kedua mempelai. "Pesawatku berangkat malam ini, Mas, Mba. Aku mau ke mall dulu buat nyari barang-barang yang kuperlukan. Jadi, aku pergi duluan dari sini ya, Mas, Mba."

"Iya, Kris, hati-hati di jalan, ya!" ucap Mitha dan Diaz. Krisna peluk mereka bergantian. Di saat memeluk Diaz, Krisna membisikinya. "Selamat menempuh hidup baru, Mas. Apa pun tujuan pernikahan ini, aku senang Mas menjadi bagian dari keluarga kami. Mas sudah kuanggap kakakku sendiri dan hari ini meresmikan hal itu."

Diaz tercenung. Ia bisa merasakan Krisna tulus dan bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Jika ada yang hal yang bisa disyukurinya dari pernikahannya, yaitu memiliki Krisna sebagai adik. Sangat disayangkan, kenapa Krisna bisa punya huhungan darah dengan orang seperti Mitha dan ayahnya.

Diaz menepuk punggung adik iparnya itu. "Makasih, Kris," ucapnya lirih lalu sama-sama tersenyum saat melepaskan pelukan.

Tiba saat memeluk Mitha, kakaknya menanyainya. "Kamu ngomong apa sama suami aku?" tanya Mitha menyelidik.

Impromptu Affair/MENDADAK PELAKOR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang