19

155 16 1
                                    

Hai, story ini kembali update Agustus ini ya. Maaf baru nyambung lagi, soalnya Sisil gak piawai ngerjain dua tiga kisah. Takut ngalor ngidul gak jelas. Wkwkkw

***

Setelah klinik tutup siang Sabtu itu, Krisna berada di halaman depan rumah untuk menelepon kakak perempuannya yang akan bertunangan esok hari. Ia bicara di telepon sambil menyobek-nyobek daun mangga.

"Maafkan Krisna, Mba, nggak bisa menghadiri acara spesial Mba sama Mas Diaz."

"Tidak apa-apa, Kris. Mba bisa ngerti, tapi acara nikahannya kamu mesti datang ya. Dua bulan lagi. Kamu mesti sempat dong lowongin waktu buat acara itu," sahut Paramitha Adimulya yang sedang berbaring di ranjang spa untuk perawatan seluruh tubuhnya.

"Iya, Mba. Pokoknya Krisna usahakan, biar gak ada izin-izin lagi bulan ini, jadi bisa ambil cuti buat ke nikahan Mba."

"Janji, ya?"

"Janji, Mba. Untuk kali ini Krisna ucapin selamat aja dulu ya, Mba. Akhirnya Mba berhasil meluluhkan hati Mas Diaz. Memang kakakku satu ini gigih banget mengejar pria idamannya."

"Ya dong, Kris. Kalau Mba pernah ada ragu akan apa yang Mba inginkan, gak mungkin Mba bisa jadi CEO di usia semuda ini. Mba yakin banget sama Mas Diaz. Dia cinta sejati Mba. Bagi Mba, dia hanya menguji Mba karena dia pikir Mba wanita yang mudah menyerah, tetapi Mba berhasil membuktikan bahwa dugaannya salah. Bertahun-tahun bertahan dengan penolakannya, akhirnya ia melihat kegigihan Mba dan menyetujui perjodohan kami. Kalau memang jodoh pasti akan bersatu juga asalkan diperjuangkan."

Krisna mangut-mangut senang atas kebahagiaan kakaknya, meskipun dalam hatinya sangat menyayangkan kekerasan hati Mitha. Kakaknya menolak beberapa pria yang pernah melamar, yang menurutnya lebih cocok dengan kakaknya daripada Diaz yang sejak lama bersikap dingin. Tapi mungkin pada dasarnya perempuan senang dengan pria dingin dan arogan. Khusus kakaknya, sepertinya sangat terobsesi dengan Diaz hingga rela tetap single meskipun usianya sudah 30 tahun. Untung saja penantian itu tidak sia-sia.

"Kamu kapan menyusul, Kris?" celetuk Mitha. "Paula sudah mengirim sinyal kuat buat kamu. Bahkan belakangan ia sering main ke tempat Mba, supaya ketularan keberuntungannya katanya. Dia pengen kamu melamar dia."

"Ooh, soal itu ...." Krisna terkekeh salah tingkah. Ia melirik ke arah rumah di mana di dalam sana istrinya sedang sibuk menjahit. Ingin ia mengatakan bahwa ia sudah punya seseorang, tetapi itu akan merusak suasana bahagia di keluargnya. Krisna pun segera berkilah. "Nanti dulu ah, Mba. Aku baru pindah kerja. Mau menikmati suasana baru dulu."

"Huuu, kamu masih betah main-main aja nih. Kasihan Paula kamu anggurin terus. Kalau dia digaet orang, ntar menyesal kamu, Kris," ledek Mitha.

Krisna membatin justru itu yang diinginkannya, tetapi ia kembali terkekeh. "Ya, semoga Paula lekas ketemu jodohnya aja lah, Mba. Biar dia nggak galau menunggu-nunggu aku yang nggak pasti."

"Eh, serius kamu, Kris? Aku sampaikan pada orangnya ntar loh, gimana kalau dia beneran pindah ke lain hati?" Mitha menertawakan Krisna lalu meledeknya, "Tapi menurut Mba sih, Ayah yang bakalan marah besar. Kamu jangan bikin ulah lah, Kris. Ntar kamu dicoret dari wasiat, tau rasa kamu!"

Krisna tertawa hambar. Seandainya semudah itu bisa lepas dari kendali orang tua, tetapi ia juga tidak ingin dicap durhaka. "Ah, nggak gitu juga kali, Mba. Krisna yakin Ayah bisa mengerti," katanya sekaligus harapan yang tersirat dalam ucapan itu.

"Hhh, ya kamu enak, kamu anak laki-laki sih. Sejak dulu Ayah sayang banget sama kamu dan apa yang kamu mau mesti diturutin."

Krisna jadi merasa tidak enak hati. Ia buru-buru ingin mengakhiri panggilan. "Ah, Mba ini ngomong apa sih? Justru Mba hebat bisa bikin Ayah bangga dengan prestasi Mba, dan sekarang punya calon suami dari keluarga terpandang. Mba bisa menaikkan derajat Keluarga. Sangat luar biasa, Mba, sedangkan aku belum apa-apa."

Impromptu Affair/MENDADAK PELAKOR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang