[2] His First Sight

1.9K 55 4
                                    

Xander sialan. Jika bisa, Karina sudah mencabik-cabiknya, membunuhnya, dan memberikan potongan daging bajingan itu ke kandang singa. Rapat pagi itu ia tak terlihat fokus. Otaknya hanya diisi dengan hujatan-hujatan pada diri Xander.

Mundur ke belakang sedikit, alasan utama Karina marah pada sepupunya itu karena ia lagi-lagi terlambat saat rapat penting. Awalnya, Aunty Zae tiba-tiba menelepon karena–seperti biasa–Xander tidak hadir dalam rapat penting.

Karina sudah menahan diri agar tidak meminta Jacob untuk menembak kepala sepupunya itu. Karina akhirnya tetap datang menggantikan Xander seperti yang biasa ia lakukan.

Tidak sampai di sana, tiga puluh menit kemudian, pewaris utama AM Group itu akhirnya datang dengan pakaian yang masih acak-acakan. Usut punya usut, pria itu datang terlambat karena bangun kesiangan.

Zae hanya bisa tersenyum masam menanggapi tingkah putra pertamanya itu. Sementara Karina, gadis itu ingin sekali memasukan granat ke dalam mulut Xander dan meledakkannya saat itu juga.

"Xander Winter David, kita harus bicara sekarang juga." Ucapan Zae menahan sang putra untuk keluar dari ruangan itu. "Katakan padaku, apa yang membuatmu melakukan tindakan itu pagi ini?"

Xander hanya memutar matanya malas. "Sudah kubilang, Mom. Tadi aku terlambat bangun karena semalam begadang membantu Jacob. Kalau bukan Judah yang menyeretku tadi, aku mungkin tidak akan hadir hari ini."

Zae sudah tak sanggup lagi mendengar alasan konyol yang selalu Xander lontarkan saat dirinya melakukan suatu kesalahan. Zae tahu, sikap anaknya itu memang tak jauh beda juga darinya. Namun, apakah semesta harus membalasnya seperti ini?

"Dengar, Xander. Jika kau lagi-lagi membuatku malu, aku tidak akan segan untuk memecatmu saat itu juga," ancam Zae yang hanya dibalas angin lalu oleh putranya itu.

"Ya, ya, terserah Mom saja." Xander kemudian melangkah keluar dari ruangan itu, meninggalkan sang ibu dan sepupunya di sana.

Mati-matian Karina menahan tangannya agar tidak menghajar Xander saat itu. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mungkin besok dia bisa melempar Xander dari lantai atas.

"Apa Aunty masih yakin untuk mempekerjakan Xander sebagai CEO?" tanya Karina lurus. "Aunty lihat sendiri kelakuan Xander yang sudah kelewat batas."

"Aku tahu itu, Karina," balas Zae. "Namun, kau tidak bisa menampiknya. Kehebatan Xander kadang melebihi ekspektasiku. Mau bagaimanapun juga, dia tetaplah pewaris utama."

Pewaris utama. Itu lagi yang dibahas. Karina tersenyum kecut sebelum ia keluar dari ruangan itu. Ia pun berjalan gontai menuju ruang kerjanya. Aura gadis itu langsung berubah suram.

"Dia tetaplah pewaris utama ...." Kata-kata sang bibi sangat menusuk di hati Karina. Ia mulai bertanya-tanya, apa sungguh dirinya tak punya kesempatan untuk merebut posisi Xander?

"Argh! Sialan!" umpat Karina pelan. Gadis itu merebahkan tubuhnya ke kursi kerja seraya memijat keningnya. "Apa aku tidak cukup baik untuk bisa merebut posisi itu?"

Hanya karena bukan terlahir sebagai anak dare Zae, membuat Karina harus berjuang keras mendapat posisi seperti ini. Sementara Xander–manusia sialan yang hanya bisa menyusahkan orang itu–mendapat posisi tinggi secara cuma-cuma.

Karina menghela napasnya berat. Mungkin ... perkataan ibunya ada benarnya juga. Mungkin keluarga Shaw tidak pernah layak untuk terlahir sebagai pebisnis.

Baru dirinya mau mulai bekerja sebelum pintu ruangannya diketuk. Tanpa adanya izin dari Karina, seseorang telah lebih dulu membuka pintu dan masuk begitu saja.

"Karina! It's been a really long time!" Gadis yang baru masuk itu menghampiri dan memeluk Karina. "How are you, Girl?" Dia Noella, putri bungsu Zae dan Nicholas. Gadis 20 tahun yang saat ini tengah menempuh pendidikannya sebagai mahasiswi Computer Science di Columbia University

Billionaire's DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang