20: it's getting out of hand, it's confusing (revised)

1.9K 274 11
                                    

⋇⋆✦⋆⋇

Setelah memastikan Hazel benar-benar pergi, Jeno tidak lagi bersikap pura-pura. Dia menjatuhkan rokok dan menginjaknya sampai apinya padam. Dia hendak maju, ingin melepaskan diri dari Chenle.

Hanya saja bagaimana mungkin Chenle akan membiarkan Jeno pergi begitu saja? Jadi Chenle menarik Jeno kembali.

"Mau kemana, sayang? Aku pikir urusan kita masih belum selesai," bisik Chenle di telinga pria itu.

Jeno memutar bola matanya lalu menyikut Chenle dengan keras. Chenle mengaduh karena sakit dan terpaksa melepaskan pria itu.

Jeno berbalik dan berdiri berhadapan dengan Chenle. Dia memiringkan kepalanya sedikit dan berkata dengan nada datar, "Apa lagi yang perlu dibicarakan."

Chenle menegakkan tubuhnya, membantah. "Tentu saja ada. Aku bertanya-tanya mau sampai kapan kamu akan melarangku untuk menemuimu, Lee Jeno."

Jeno tertawa kasar. "Lah pfft kurang jelas apa lagi hah? Gue ingin lo enyah dari wajah gue buat selamanya!"

Chenle terperangah. "Mana bisa begitu, sayang. Kamu tidak bisa seenaknya."

Jeno mencibir. Dia menyelipkan satu tangannya ke saku celananya. "Gue selalu melakukan apa yang gue mau. Jika lo merasa keberatan lo bisa pergi." Dia mengedikkan bahunya.

Kernyitan muncul di kening Chenle. "Kenapa kamu selalu berubah-ubah, Jeno. Bukankah kamu telah mengizinkan aku untuk mendekatimu? Lalu kenapa? Hanya karena gosip itu kamu menjadi marah besar? Bukankah apa yang mereka bilang setengah benar?"

Padahal tadi dia yang melemparkan dirinya kepadaku, batin Chenle tidak habis pikir.

Jeno tidak tahu mengapa dia seperti ini. Hanya saja dia kesal dan dia merasa perlu melampiaskannya.

Jeno mengacak rambutnya gusar. "Gue muak dengan lo!" raung Jeno.

Wajah Chenle berubah menjadi datar. Dia menatap Jeno dengan tajam. "Apa kamu yakin dengan apa yang kamu katakan, Jeno?"

Jeno entah kenapa menjadi gugup saat melihat raut wajah Chenle yang kurang bersahabat. Tetapi egonya menuntutnya untuk tidak mau kalah.

Jeno berdecak. "Kecuali lo tuli, gue rasa apa yang dikatakan sudah cukup jelas."

Chenle tertawa sinis. "Apanya yang cukup jelas, sayang? Malam itu di rumah sakit kamu yang tidak mendorong aku menjauh, bukankah artinya kamu mengizinkan aku untuk mendekatimu?"

Jeno membuang muka. Mukanya berkerut tidak nyaman.

Ketidaksabaran menggenang di netra Chenle. Dia menutup matanya sejenak sebelum kembali membukanya.

Melihat Jeno yang memilih bungkam, Chenle meraih dagunya dan mengarahkannya padanya.

Jeno mendelik pada Chenle saat dagunya dicubit tetapi dia juga tidak menarik tangan Chenle menjauh.

Chenle mengelus bibir bawah Jeno. "Apa yang kamu inginkan dari aku, Jeno? Apa maksud izin itu kalau begitu?" Dia mengambil langkah ke depan yang memaksa Jeno untuk mundur sampai punggung Jeno membentur dinding.

Keduanya berdiri sangat dekat. Tubuh Chenle membayangi tubuh Jeno dengan satu tangan disangga pada dinding di samping kepala Jeno sementara tangan yang mencubit dagu Jeno beralih untuk memegangi pipi Jeno.

Chenle mengamati wajah Jeno dengan seksama sebelum perhatiannya kembali pada bibir Jeno.

Tatapan intens itu membuat tubuh Jeno menegang. Dia menatap Chenle dengan waspada. Tangannya perlahan dikepalkan seolah dia siap sedia untuk memukul Chenle kapanpun.

CHEEKY BASTARD I CHENNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang