30: how is it supposed to be? no one tells me (new)

1.9K 294 12
                                    

⋇⋆✦⋆⋇

Ketika Jaemin dan Jeno pergi ke toilet, Mark akhirnya membuka suara keraguannya. "Menurutmu apakah Jeno akan ikut?" tanya Mark was-was.

Haechan meringis, teringat olehnya wanah tidak bersemangat selama di meja makan dan berkata dengan nada tidak pasti, "Entahlah, bro. Mungkin tidak?"

Mark cemberut sambil mengaduk spagetinya acak, menghela nafas. "Begitukah. Sayang sekali..."

Renjun mendengus dan merespon dengan nada ketidakpedulian. "Antusiasme kita tidak akan berkurang meskipun dia tidak ikut."

Haechan memberengut, tidak nyaman mendengar nada permusuhan yang diarahkan Renjun kepada Jeno. "Bro, lo ngomong sedikit keterlaluan.."

"Siapa. Gue?" kata Renjun menekankan nada pada kata terakhir. "Teman lo duluan yang bersikap ngga ramah terhadap Mark."

Haechan segera melihat pada Mark, diam-diam meminta konfirmasi melalui matanya. Mark yang menangkap sinyal itu hanya bisa meringis dan mengedikkan bahu. Dia tidak mungkin mengatakannya secara gamblang, kan? Sementara Haechan yang menemukan raut canggung pada Mark diam-diam menghela nafas dalam hati.

Namun Haechan mau tidak mau membela, menatap Renjun tajam. "Tetap saja lo ngga bisa ngomong gitu ke Jeno."

"Whatever," sinis Renjun, acuh tak acuh.

Haechan mencibir lalu dia diam-diam melirik Chenle yang menikmati wine-nya. Dia sepertinya tidak berniat untuk terlibat dalam percakapan. Haechan menjadi kebingungan dan bertanya-tanya di dalam hatinya. Dia telah memperhatikan Chenle sedari tadi dan menemukan pria itu malah menganggap Jeno seolah dia adalah orang asing?

Sungguh aneh.

Padahal di arena waktu itu pria Zhong Chenle ini jelas terlihat begitu khawatir akan kondisinya Jeno.

Jadi, apakah dia salah menebak? Bahwasanya tidak ada hubungan yang seperti itu di antara mereka?

Atau malah sesuatu yang buruk terjadi di antara mereka?

Oh man, erang Haechan dalam hati. Mungkin Haechan harus bertanya pada Jaemin setelah ini. Itu pun jika pria itu mau memberitahunya.

Sementara itu Chenle yang sedari tadi diam tiba-tiba berdiri. Dia melambaikan ponselnya ke arah mereka, mengisyaratkan bahwa dia akan mengangkat panggilan telepon lalu pergi.

Haechan menatap punggung Chenle dalam kontemplasi. Saat mendengar bunyi decitan kursi, dia seketika menoleh kepada Jaemin yang telah kembali dari toilet. Dia pun mencondongkan badannya sedikit dan bertanya dengan suara pelan, "Jeno... dia ngga apa-apa kan?"

Jaemin hanya memberikan senyum seadanya dan mengedikkan bahu.

Haechan hendak kembali berbicara namun dia mendengar langkah kaki yang mendekat dan menoleh, menemukan bahwa yang datang adalah Jeno. Haechan sontak tutup mulut dan menegakkan badannya.

Jeno melirik Jaemin yang memberinya senyuman miring. Jeno tahu maksud dibalik senyum itu, jelas menantangnya atas apa yang diucapkan Jaemin padanya tadi.

Tidak ada yang menyenangkan dari acara makan malam ini. Jeno sungguh menyesal harus memilih untuk masuk dan bergabung daripada langsung pergi. Mungkin lebih baik bagi mereka menganggapnya aneh atau apalah daripada menghadapi situasi menjengahkan ini.

Jadi tanpa keraguan, Jeno mengambil tasnya dan berkata, "Gue cabut dulu."

"Eh?" respon spontan Haechan dengan sorot penuh tanda tanya.

CHEEKY BASTARD I CHENNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang