Empat

107 6 0
                                    

Rapat evaluasi rutinan untuk seluruh pengurus Himpunan baru saja selesai dilaksakan di salah satu kafe milik salah satu demisioner.

"Ayo sih. Masa nggak ikut? Ramai loh, ntar lo nyesel."

Kini terlihat Vidya yang sedang merayu Kanaya untuk mengikuti mereka ke salah satu festival musik yang sudah lama tidak diadakan karena wabah virus corona.

"Habis ini lo mau kemana sih emang? Ada agenda lain?" Tanya Vidya lagi. Dia kembali merayu sahabatnya itu dengan menyebutkan beberapa artis lokal yang menjadi bintang tamu dalam festival tersebut.

"Nggak ada sih. Cuma gue males bawa motor ke jalanan Gor situ. Nggak ada event aja pasti ramai kalau malming gini. Apalagi ada." Tolak Kanaya sembari membereskan diri untuk segera pulang. Rencana untuk marathon Grey's Anatomy sudah terbayang di kepala.

"Gue yang bawa motor lo. Kebetulan gue tadi nebeng. Nanti baliknya gue sama yang lain, lo nggak perlu antar." Kekeuh Vidya. Kali ini sambil memegang kedua pundak Kanaya dan memberikan tatapan memohon yang tentunya sulit untuk ditolak.

"Okedeh."

Kanaya akhirnya setuju dan memberikan kunci motor dengan gantungan makrame bewarna pink pastel ke dalam genggaman Vidya.

Motor Scoopy hitam membawa keduanya melaju membelah jalanan malam. Hingga sekitar lima belas menit kemudian, terparkir di tengah ramainya parkiran lapangan Gor. Jauh lebih ramai dari dugaan Kanaya sebelumnya.

"Parah ramai banget!" Kata Vidya takjub.

"Udah gue bilang." Decak Kanaya. Sejujurnya dia tidak menyesal. Melihat panggung yang sudah diisi oleh dua MC dan kerlap-kerlip lampu kembali membakar semangatnya yang sempat hilang.

"Itu yang lain udah nunggu di dalam. Ayok, Nay!" Kanaya pasrah ketika tangannya ditarik Vidya yang semangatnya tidak kalah dari pengunjung lain.

Di dalam ternyata lebih ramai dari parkiran. Antrean masuk sangat panjang. Bahkan terjadi dorongan-dorongan kecil antar pengunjung. Sepertinya orang-orang sangat rindu mengikuti event setelah dua tahun ditiadakan.

Beberapa yang datang bersama teman sirkel, keluarga, dan paling banyak bersama pasangannya. Kanaya meringis melihat pemandangan di depannya. Seorang laki-laki yang terlihat melindungi kekasihnya dari dorongan sekitar. Sesekali mengusap kening perempuannya yang berkeringat kepanasan.

Huh, diakan juga mau!

"Kita kayak lesbi deh, Vi." Bisik Kanaya di dekat telinga Vidya. Kedua lengan mereka saling merangkul agar tidak terpisah.

"Najis!"

Kanaya terkekeh. "Lihat tuh yang lain datang ramean, sama ayang, ya kalau nggak paling sendiri. Kita doang berdua yang sejenis gini."

"Yang lain udah duluan ke dalam tadi. Lagian lo segala nolak sih tadi. Ketinggalan kan kita."

Tak lama setelah itu, mereka mendapat giliran untuk masuk. Tanpa ragu, keduanya berjalan ke dalam lapangan yang jauh lebih luang daripada antrean di depan tadi.

Saat mereka masuk, festival sudah dimulai. Bahkan sudah ada beberapa pengisi acara yang telah menyelesaikan aksi panggungnya. Sekarang ini giliran salah satu penyanyi lokal yang sedang membawakan lagu Dewa 19.

Suasana remang yang hanya mengandalkan lampu sorot dan lampu panggung, serta suara pengunjung yang ikut bernyanyi membuat Kanaya akhirnya masuk ke dalam suasana.

Semakin lama semakin maju, hingga mereka sudah berada tak jauh dari panggung. Mulutnya mulai ikut bersenandung. Dia dan Vidya sudah tidak repot lagi mencari keberadaan temannya.

Kanaya's Own StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang