XXVIII

46 4 0
                                    

Mata Kanaya menatap nanar rentetan pesan yang tak pernah dia balas itu. Banyaknya kata maaf yang terselip di dalamnya sama sekali tidak melunakkan hati gadis dengan piyama putih gading dengan banyak aksen hati bewarna maroon itu.

 Banyaknya kata maaf yang terselip di dalamnya sama sekali tidak melunakkan hati gadis dengan piyama putih gading dengan banyak aksen hati bewarna maroon itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Padahal sebelum dia mendapati Kean jalan dengan perempuan lain kemarin, Kanaya sudah berpikir untuk memaafkan kekasihnya dan memperbaiki hubungan mereka. Dia juga capek seperti terus.

Kanaya menjepit asal rambut merahnya, mengganti posisi menjadi telentang, dan mengamati langit-langit kamar yang dihiasi oleh bintang warna-warni yang berasal dari lampu tidurnya.

Peperangan antara otak dan hatinya kembali berlanjut. Ingin membalas seluruh pesan itu tapi egonya melarang. Bayangan Kean yang menemani perempuan lain belanja bahkan dengan gentle membawa seluruh belanjaan perempuan itu kembali mengisi pikirannya.

Tapi Kanaya sadar, dia juga tidak bisa melakukan silent treatment. Maka dengan penuh pertimbangan, Kanaya mengambil ponselnya membuka kembali ruang percakapan yang selama tiga hari ini dia hindari.

'CWK JAHAT! SIALAN!!'

Nama kontak itu baru dia buat tadi malam, setelah sebelumnya dinamai dengan salah satu hewan berkaki empat yang kerap kali diucapkan ketika seseorang sedang emosi. Kanaya membaca beberapa pesan disana.

'Malam sayang, aku capek banget baru balik rumah. Ini baru selesai mandi'  00.47
'Aku tidur duluan ya' 00.47
'Good night, Kanaya. Love u🖤' 00.48
'Gajadi. Gabisa tidur kepikiran km. Jgn lama-lama dong ngambeknya.' 01.13
'Km ga kangen aku ya? Masa aku doang yg kangen. Ck! Ga adil ah!' 01.18
'Centang birunya kenapa dimatiin sih?' 00.20
'Oh ya, tadi aku lewat batagor bandung depan smp 2 itu yg kamu suka. Aku ada beliin tp km ga ada di rumah jadi aku titipin ke Tante. Udah dimakan blm?' 01.25
'Sorry' 01.31

Kanaya tersenyum miring. Saat pulang kemarin dia memang mendapati dua porsi batagor dan beberapa ice cream kesukaannya di dapur. Kata Mamanya, Kean yang mengantar langsung. Cowok itu sempat menunggu dua puluh menit sebelum pamit pulang karena yang dia tunggu tak kunjung datang.

Dia tidak tahu saja, kalau Kanaya memang sengaja tidak pulang dan memilih berkeliling kota karena Mamanya memberitahu perihal kedatangan Kean.

'Morning babe. Aku baru bangun nih, kesiangan karna semalam gabisa tidur.' 09.49
'Hari ini km ngapain?' 09.50
'Rencananya hari ini aku mau ke CP karna ada sedikit trouble trs lanjut skripsian. Habis itu harusnya ngapelin km tp kamunya diemin aku gini. Gmn dong?' 10.30
'Ini aku otw CP. Ikut ga? Biar kujemput." 12.14
'Am i talking to the wall?' 13.15
'...' 13.18
'Km nggak cape gini terus?' 13.20
'Maaf, Nay.' 13.20
'Aku ganggu ya? Yaudah, kayaknya emg km butuh waktu sendiri. Hubungin aku kalau sudah ya. 🖤' 14.23

Tangan bergerak memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa panas. Bersamaan dengan sebulir air yang jatuh ke pipi, Kanaya menghempas ponselnya ke samping badan.

Ini sudah pukul tujuh malam dan Kean benar-benar menepati ucapannya di pesan terakhir. Itu juga yang membuat Kanaya merasa terusik. Tiba-tiba saja dia merasa takut kalau Kean benar-benar menyerah dan berhenti mengejarnya.

Tidak! Kanaya belum siap menghapus kenangan indah yang mereka ciptakan selama beberapa bulan belakangan. Katakanlah dia lebbay. Tapi rasanya memang sesakit itu. Tidak pernah dia bayangkan hubungan mereka yang jarang dilanda masalah harus hancur dalam waktu secepat ini.

Bahkan dia baru mulai percaya kalau Kean memang dikirimkan Tuhan untuk hadiah penantiannya selama ini. Juga hadiah setelah disakiti oleh pacar pertamanya yang tidak punya hati itu.

Kanaya menghela napas panjang—entah untuk yang ke berapa kalinya di hari ini. Mengambil ponsel yang tadi dia hempaskan dan mengetikkan sebuah pesan setelah beberapa menit berperang dengan pikirannya sendiri.

'Km dimana? Masih di CP?'
'We need to talk.'

Benar kata Vidya. Saat ini yang mereka butuhkan adalah komunikasi.

Tak butuh waktu lama—bahkan hanya hitungan detik hingga sebuah pesan balasan muncul di layar ponsel Kanaya.

'Ini di jalan, baru lima menit lalu balik dari CP.'
'Aku putar balik. Jemput km'

Mata Kanaya membola. Dia segera meloncat dan berlari ke arah kamar mandi. Tidak mungkin dia bertemu dengan Kean dalam keadaan mengenaskan seperti ini. Mata dan hidung yang memerah akibat menangis semalaman, rambut acak-acakan, piyama yang sudah dipakai selama dua hari. Bahkan dia belum sempat cuci muka hari ini.

Walaupun sebelumnya Kean juga pernah melihat wajah baru bangun tidurnya saat menjemput paksa Kanaya menemaninya bermain futsal, tapi tetap saja situasi kali ini sedikit berbeda. Kean harus melihatnya dalam keadaan cantik. Lebih cantik dari perempuan yang bersamanya kemarin.

"Brengsek!" Maki Kanaya yang kembali lesu karna mengingat hal itu. Niatnya untuk mandi dan make-up sirna sudah. Jadilah dia hanya mandi bebek dan memoleskan make up yang sangat sederhana. Hanya cushion, alis, dan liptint. Baju yang digunakan juga hanya kaos oversized putih dan celana jeans pendek.

Untunglah Kean juga memakai pakaian santai. Jadi Kanaya tidak terbanting. Cowok yang berada di balik stir mobil itu menggunakan kaos bewarna senada dan celana cargo pendek bewarna coklat.

Lupakan masalah penampilan, kini Kean menatap penuh arti ke gadis di hadapannya yang memilih membuang pandangan ke balik jendela samping.

"Kamu rambut baru?" Tangan Kean bergerak menyelipkan rambut Kanaya ke belakang telinga. "Cantik."

"Thanks." Jawab Kanaya yang berusaha terlihat tegar. Dia sudah berkomitmen tidak akan menampilkan sisi lemahnya pada Kean.

Kean tersenyum. "I miss you. A lot."

Kanaya mendengkus, menyuruh Kean untuk cepat mengendarai mobilnya. Respon yang tentu saja membuat senyum di wajah Kean luntur, berganti wajah pias. Penuh kesedihan dan penyesalan?

Entah. Kanaya tidak ingin berlama-lama mengamati wajah itu. Dia takut kalau pertahanannya akan runtuh dan malah berhampur ke pelukan Kean. No in a million way!

"Kamu mau kemana sayang?" Tanya Kean dengan suara yang sangat lembut.

"Terserah."
"Sudah makan?"
"Nggak lapar."
"Itu artinya belum kan? Ya sudah kita beli sate di simpang depan dulu. Atau kamu pengen makan yang lain?"

Kanaya menoleh, "aku nggak lapar."

Melihat respon Kean yang hanya mengumbar senyum manis sebelum menjalankan mobilnya, membuat emosi Kanaya terpancing. Dia memejamkan mata, menurunkan sandaran kursi.

Tiba-tiba hatinya kembali sakit. Posisi kursiny berbeda. Pasti pernah ditempati oleh perempuan lain.

...
Double update nichh!!

Kanaya's Own StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang