XXVII

49 5 0
                                    

Halo!! Maaf lama, aku habis liburan hehew. Jangan lupa vomment!

..

Kanaya mengabaikan ponselnya yang sejak tadi berdering. Tanpa dia lihat pun, gadis berambut merah gelap itu sudah tahu siapa yang menghubunginya. Iya, semalam dia mewarnai rambutnya sendiri.

Setelah pertengkaran yang terjadi dua hari lalu, sepertinya warna ini cukup membuat emosi Kanaya terwakilkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah pertengkaran yang terjadi dua hari lalu, sepertinya warna ini cukup membuat emosi Kanaya terwakilkan. Padahal dulu dia sering mengolok Anne-salah satu teman SMPnya yang selalu mengganti warna rambut menjadi merah tiap patah hati.

Memang masa depan tidak ada yang tahu. Kanaya  juga tidak menyangka kalau manusia yang baru dikenalnya beberapa bulan ini memberikan efek cukup besar untuk hidupnya.

Kanaya mendengkus, menutup laptop yang sejak tadi menampilkan microsoft word yang tak kunjung bertambah. Fokusnya buyar, begitu pula dengan moodnya. Disambarnya benda kecil yang sejak tadi menimbulkan keributan.

Rentetan pesan dari Kean dan teman-temannya langsung menghiasi layar. Tidak lupa dengan sepuluh panggilan tak terjawab yang ikut menghiasi bar notifikasi. Kanaya berusaha tidak menghiraukan yang lainnya dan hanya membuka chat dari sahabatnya, Vidya.

'Lo dimana nyet? Gue udah disini dari tadi.'

Kanaya menepuk pelan jidatnya setelah membaca pesan terakhir itu. Sekarang dirinya sedang berada di salah satu gerai Coffee Shop di Mall. Mereka punya janji bertemu di salah satu brand yang menjual kebutuhan sandang untuk mencari kado ulang tahun Desqia yang diadakan besok lusa.

Harusnya Kanaya sudah ada disana sejak lima belas menit lalu. Jari-jemarinya yang baru saja di nails art bertema pink itu sibuk membalas perihal keberadaannya pada Vidya sebelum bersimpun dan berjalan cepat ke tempat Vidya sudah menunggu.

Kanaya berjalan cepat, berusaha sampai disana secepat mungkin sebelum mendapatkan omelan lebih panjang dari sahabatnya yang sejak tadi sudah menghiasi kolom percakapan mereka dengan makian untuknya.

Namun langkah panjangnya itu perlahan terhenti karena tidak sengaja melihat pemandangan yang tidak pernah ingin dia bayangkan. Beberapa meter di depannya, ada sepasang manusia yang berjalan beriringan.

Perempuannya terlihat riang berjalan sambil fokus dengan ponselnya, sedangkan pasangannya terlihat sangat sibuk dengan beberapa paperbag belanjaan di kedua tangannya.

Orang yang melihat mereka tentu saja akan mengira kalau mereka adalah couple goals. Tidak terkecuali Kanaya yang merasa kakinya serasa dibekukan, sedang dadanya terasa panas. Seakan sesuatu telah terbakar di dalam sana.

Berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya yang masih tersisa, Kanaya berjalan cukup hati-hati, bersembunyi di sebelah salah satu gerai. Setelah pasangan itu menghilang dari pandangannya, barulah dia bisa bernapas dan keluar dari persembunyian.

Barulah Kanaya sadar. Kenapa jadi dia yang takut ketahuan? Yang berselingkuh kan bukan dia?

"Brengsek!" Maki Kanaya bertepatan dengan telepon dari Vidya.

..

"Lo yakin itu Kean?" Kanaya mengangguk lesu. Kini dia sudah berada di salah satu restoran cepat saji, masih di mall yang sama. Gadis yang matanya terlihat memerah itu baru menceritakan apa yang dia lihat tadi pada Vidya yang saat ini terlihat sangat kesal ber campur kesedihan.

"Cewenya siapa?" Kali ini Kanaya menggeleng. "Keluarganya kali."

"Nggak mungkin." Jawab Kanaya yakin.

"Lo udah tanya? Belum kan." Entah darimana keyakinan itu timbul, tapi dia percaya seribu persen kalau gadis tadi bukan keluarga Kean.

"Feeling gue jarang meleset, Vid."

Kali ini Vidya yang terlihat lesu. Yang dikatakan sahabatnya memang benar. Feeling Kanaya terhadap segala sesuatu jarang sekali meleset. Bahkan dulu dia pernah mencurigai satu orang dari seribuan followers mantannya. Turns out, mantannya memang selingkuh dengan orang itu. Dia baru tahu seminggu setelah putus.

Tidak hanya itu, setiap Kanaya malas belajar walaupun besok adalah jadwal ujian atau quiz, keesokan harinya jadwal tersebut dibatalkan oleh dosen. Atau ketika dia mengatakan beberapa kenalan mereka adalah boti sebelum fakta sebenarnya terkuak.

Intinya feeling Kanaya memang cukup bisa diandalkan. Apalagi kejadian ini berhubungan dengan dirinya sendiri. Dia pasti lebih paham.

"Lo udah coba nanya dia?"

"Sikapnya belakangan ini sudah sangat menjawab sih. Guenya aja yang bego, nutup mata karena kecintaan." Kanaya mengaduk-aduk ice cream pesanannya yang sudah hampir mencair karena tak kunjung disantap. "Kenapa sakit banget ya, Vid? Apa karena gue kurang pengalaman? Jadi gue belum terbiasa patah hati gini."

Mendengar itu, Vidya menggeleng cepat. "Sebanyak apapun pengalaman, nggak ada yang siap buat patah hati kali, Nay. Karena rasanya bakal tetap sama. Malah menurut gue lebih sakit. Lo bayangin aja harus luka di tempat yang sama yang udah berkali-kali luka sebelumnya."

Helaan napas kasar lolos dari bibir Kanaya. "Apa karena gue udah berharap banget kalau yang kali ini beda ya? Dia bahkan udah akrab sama keluarga gue, Vid. Love bombing emang jahat banget ya?"

Tidak tahu menjawab apa, Vidya hanya bisa mengangguk. Membiarkan sahabatnya mengeluarkan seluruh isi hatinya. Orang yang patah hati sebenarnya lebih butuh didengar daripada diberi saran. Karena sejatinya mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan, namun situasi menjebak mereka untuk tetap bergembing dalam rasa sakit.

"Rasanya tuh kayak gue tbtb dipaksa terbang setinggi mungkin, eh pas udah di atas malah dihempas ke dasar jurang. Ya, gue mana sempat nyiapin diri buat pendaratan darurat." Ujar Kanaya.

"Gue paham lo sedih banget. Tapi ada baiknya lo nanya langsung ke Kean tentang apa yang terjadi sebenarnya."

Kanaya menggeleng. "Mana ada maling mau ngaku."

"Terus sekarang lo maunya apa?" Tanya Vidya hati-hati.

"Apalagi Vid? Lo pasti tau tiga hal yang nggak bakal gue maafin. Kalau salah satunya udah terjadi ya nggak bakal gue lanjuti. Nggak peduli mau sebesar apa rasa sayang gue."

Vidya mengangguk. Tiga hal tersebut adalah selingkuh, kekerasan fisik maupun verbal, dan terakhir judi online. "Ya udah, ngomong deh ke dia lo mau udahan."

"Harus ya gue ngomong?"
"Menurut lo?"
"Mau langsung hilang aja."

"Terserah lo sih. Tapi kalau gue, mau seburuk apapun keadaannya, itu tetap harus dikomunikasikan dua belah pihak. Bodoamat dah ntar masalah dia nggak terima atau apa. Intinya gue udah bilang." Jawab Vidya sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang dia alami sebelumnya. "C'mon! Kita anak komunikasi bro, segala sesuatu itu perlu dikomunikasikan."

"Rasanya gue nggak siap harus hubungin dia." Ungkap Kanaya jujur.

"Itu karna lo belum sanggup buat beneran pisah sama dia. Ya wajar sih menurut gue. Siapa sih yang siap menghadapi perpisahan?" Vidya meminum kopi di hadapannya sebelum melanjutkan kalimat. "Lo ambil waktu aja dulu beberapa saat, sampe lo siap."

"Begitu ya?"

Vidya mengangguk mantap. "Iya."

...
Selasa, 14 Mei 2024

Kanaya's Own StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang