XXIX

47 4 0
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN😘

..

"Kamu yakin nggak mau?" Kanaya menoleh ke sumber suara. Di sebelahnya ada Kean yang sedang memamerkan senyum manis. Tangannya memegang sepiring sate dan lontong yang sudah dimakan sebagian.

Kalau suasana hati Kanaya sedang baik, tentu saja dia tidak akan bisa menolak salah satu makanan favoritnya yang kini menjadi favorit bagi cowok itu juga.

"Kenyang." Ucap Kanaya tidak berbohong. Walaupun perutnya baru diisi oleh seporsi kecil bubur ayam tadi pagi, tapi dia masih merasa kenyang. Mungkin karena kebanyakan makan hati.

Namun Kean tidak mendengar. Tangannya tetap menyodorkan satu tusuk sate ayam ke hadapan Kanaya yang sudah menampilkan raut wajah kesal. "Makan satu aja, please."

Mulut Kanaya tetap terkunci. Pandangannya kembali dibuang ke arah lain, menciptakan desahan pasrah dari Kean. "Kamu mau ngomong apa?"

"Makan dulu aja." Ketus Kanaya.

Untuk beberapa menit selanjutnya hanya suara kendaraan dari luar yang menemani mereka. Tidak ada yang bersuara hingga Kean kembali dari mengembalikan piring satenya kepada penjual. Dia sudah selesai makan.

"I'm done." Ujar Kean memecah keheningan di antara mereka. "Jadi apa yang mau kamu omongin?"

Kanaya melirik sekilas sebelum melirik ke depan lagi. Rasanya dia tidak sanggup melihat wajah Kean yang entah kenapa terlihat menyedihkan itu. Harusnya kan dia yang sedih sekarang?

Kanaya berdecih. Dia benci orang yang playing victim.

"Sayang? Kalau kamu nggak ngomong, aku yang ngomong." Sambung Kean karena tak kunjung mendapat balasan dari lawan bicaranya.

"Aku mau putus."

Singkat, padat, dan mampu membuat jantung Kean memompa darah lebih cepat dari kondisi normal. Matanya membola, melihat Kanaya yang mengatakan tiga kata itu dengan wajah yang datar.

"Kenapa?" Dari banyaknya kalimat yang ada di kepala Kean, hanya satu kata itu yang bisa keluar dari bibirnya.

"Kamu lebih tau alasannya."

Emosi Kean mulai terpancing. Matanya memejam sejenak, berusaha menetralisir seluruh emosi yang ada. "Maksudnya apa? Kamu yang minta putus tiba-tiba, kenapa jadi aku yang tau alasannya."

Kanaya memberanikan diri mengadu pandangannya pada pemilik sorot mata tajam di sebelahnya. "Kamu pura-pura bego apa gimana?"

"Aku beneran nggak paham, Nay." Jawab Kean lesu. Tangannya memijat keningnya yang saat ini terasa pusing. "Masalahku sedang banyak. Tolong jangan nambah beban pikiranku."

"Ya sudah, daripada menjadi bebanmu. Memang lebih baik kita putus kan?"

Kean menggeram. "Aku nggak bilang kamu jadi bebanku. Asumsimu itu terlalu jauh."

"Kita putus ya?" Pinta Kanaya lesu. Dia sudah tidak punya tenaga untuk berkelahi setelah menangis tiga hari ini. "Sebelum kita jatuh terlalu dalam, sebelum kerusakannya makin parah."

"Nay, sesuatu yang rusak itu diperbaiki bukan ditinggalin gitu aja. Memangnya apa yang rusak?" Kean menarik tangan Kanaya ke dalam genggamannya. "Kalau ini soal komunikasi. Aku minta maaf karena akhir-akhir ini fokusku terbaiki. Aku perbaiki ke depannya. Kamu boleh pegang hapeku setiap kita jalan."

"Ada beberapa kerusakan yang nggak bisa diperbaiki. Jalan satu-satunya adalah ikhlas." Balas Kanaya.

"Contohnya?"

Kanaya's Own StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang