15

83 7 0
                                    

Multimedia: Mie nyemek. Enak banget gasiee!?? Jadi pengen😔

Setelah beberapa menit mengemudi, Kean memarkirkan mobilnya. Di depan sebuah rumah yang terlihat jauh lebih besar dari rumah milik keluarga Kanaya.

Saat turun dari mobil, Kanaya disambut oleh warna-warni bunga yang menghiasi halaman rumah. Di tengah-tengahnya terlihat kolam ikan yang memiliki air mancur kecil di tengah-tengahnya.

Kanaya menatap kembali bangunan yang berdiri megah di depannya lalu berganti ke seseorang yang tengah menenteng sebuah plastik berisi bahan masakan. Sebelum kesini, Kean sempat memberhentikan mobilnya di salah satu minimarket.

"Ini rumah kamu?"

Kean mengangguk sekilas sambil mengunci mobilnya dan berjalan memutari mobil menuju ke tempat Kanaya. "Ayo masuk."

Bukannya mengikuti kata Kean, gadis itu malah bergeming. Tangannya mengusap-usap telinga kirinya. Kebiasaannya ketika sedang gugup.

"Kenapa?" Tanya Kean begitu melihat Kanaya tidak bergerak dari tempatnya sama sekali.

"Di dalam ada keluarga kamu?"

"Nggak ada. Papa-Mamaku lagi di luar kota, jenguk keluarga sakit."

Jawaban itu cukup menenangkan Kanaya. Katakan saja dia cupu. Tapi ini terlalu tiba-tiba. Dia sama sekali tidak siap bertemu dengan keluarga Kean. Apalagi melihat penampilannya sekarang.

Rambut panjanganya digulung menggunakan jedai dengan beberapa anak rambut berjatuhan di keningnya. Kemeja yang terlihat kusut karena dipakai seharian. Serta lipstik yang mulai memudar akibat meminum yoghurt botolan.

Dia terlihat sangat jauh dari kata rapi. Kanaya percaya kalau first impression itu akan mempengaruhi segala hal ke depannya. Maka dia tidak mau orang lain, apalagi keluarga Kean memiliki first impression yang tidak baik kepadanya.

"Di dalam ada siapa aja?" Tanya Kanaya lagi begitu mereka mulai melewati pintu masuk rumah.

Sama seperti dugaannya, interior rumah ini juga terlihat mewah. Sayangnya sangat sepi, menciptakan kesan dingin di dalamnya. Hingga sampai di dapur, Kanaya belum bertemu satu orang pun.

"Tadi kamu nanya apa?" Ujar Kean yang baru saja meletakkan plastik belanja ke atas kitchen set.

"Kok nggak ada orang?"

"Papa-Mamaku ke luar kota. Bukannya aku sudah bilang ya tadi?"

Kanaya berjalan mendekati Kean. Membantunya mengeluarkan seluruh isi yang sebenarnya tidak banyak. Hanya ada tiga bungkus mie goreng, satu bungkus pilus pedas, dua botol minuman jeruk, serta satu cup besar es krim oreo.

"Kamu nggak punya saudara?"

"Lagi di luar kota juga." Jawab Kean. Kini cowok itu berjalan ke arah kulkas. "Kamu butuh apalagi?"

"Adanya apa?"

"Sosis, nugget, telur, baso, keju, saus, kecap." Mata Kean memindai seluruh isi kulkasnya. "That's it."

"Nggak ada sawi sama jeruk?" Tanya Kanaya yang berjalan mendekati Kean. Matanya ikut memindai isi kulkas yang dipenuhi kotak susu, buah-buahan, beberapa frozen food, dan beberapa minuman sehat.

"Itu ada." Seru Kanaya menunjuk bagian paling bawah kulkas. Hanya ada sedikit sayur-sayuran disana. Sepertinya keluarga Kean belum sempat berbelanja stock sayuran.

Lantas Kean menunduk untuk mengambil apa yang Kanaya minta. Lengkap dengan telur dan baso lalu meletakkannya bersama dengan belanjaan yang lain.

Kean menyandarkan tubuhnya di minibar, membiarkan Kanaya mengambil alih dapurnya. Gadis itu mulai memisahkan bahan dan peralatan masak yang diperlukan. Beberapa kali bertanya letak barang yang tidak dia lihat. Dari caranya saat membersihkan dan memotong bahan-bahan masakannya, terlihat bahwa Kanaya memang sudah biasa memasak.

"Kutinggal bentar ya?"

Kanaya menoleh, "mau kemana?"

"Bersih-bersih bentar. Gerah."

Sebenarnya Kanaya tidak mau, tapi melihat wajah lesu yang ditampilkan cowok itu dia jadi tidak tega. Cuaca memang sedang panas-panasnya. "Cepet tapi."

"Iya."

"Kak!" Panggil Kanaya begitu teringat akan sesuatu. Kean kembali berbalik lalu menatapnya dengan tatapan tanya. "Mau pedes atau nggak?"

"Iya." Jawabnya sebelum kembali berbalik dan pergi dari sana, meninggalkan Kanaya yang sibuk dengan masakannya.

Butuh waktu lima belas menit hingga cowok itu kembali. Kali ini dengan kaos hitam dengan list putih dan celana pendek bewarna senada. Wajahnya terlihat jauh lebih segar dari sebelumnya. Rambutnya masih basah karena sisa keramas.

Berbanding terbalik dengan Kanaya yang baru saja menyajikan dua porsi mie nyemek dengan banyak toping ke dalam mangkok keramik. Mulai dari sawi, telur, baso, dan beberapa potongan tomat serta cabai. Menu sederhana yang sangat membangkitkan selera.

"Sudah?"

Kanaya menoleh ke belakang. Baru menyadari kehadiran Kean. "Udah. Mau makan dimana?"

"Meja situ aja." Kean mengambil alih dua mangkok berisikan mie. "Ayo. Aku lapar."

"Bentar, bersihkan ini dulu. Kamu duluan aja." Tolak Kanaya yang kini sibuk menyatukan bekas-bekas peralatan yang dia kotori saat memasak.

"Taruh disitu aja, nanti ada bersihkan."
"Nanggung, nggak papa."
"Nggak usah."
"Bentar doang, Kak."

Kean berdecak pelan. Kalau saja kedua tangannya sedang tidak digunakan, dia akan membawa paksa gadis keras kepala di hadapannya itu. "Nay, kamu temani aku makan."

Mendengar sirat ketegasan di kalimat Kean, akhirnya Kanaya mengalah juga.

Sepertinya Kean tidak berbohong saat mengatakan lapar. Karena begitu mereka duduk bersebelahan di meja makan, cowok itu langsung menyantap makanannya. Tidak peduli dengan asap yang masih menghiasi mangkok.

"Pelan-pelan, masih panas." Ujar Kanaya yang dihadiahi lirikan singkat. "Enak nggak?"

"Enak. Thank you."

"Iyalah enak, orang mie instant doang." Kekeh Kanaya. Tangannya mulai menyendokkan satu suapan ke dalam mulut. Enak. Sepertinya mie instant memang tidak pernah salah.

"Kamu sering masak?" Tanya Kean begitu mangkoknya hanya tersisa setengah.

Kanaya mengangguk singkat. "Sering bantuin Mama. Kalau gabut juga sering masak sih."

"Biasa masak apa?"

"Random. Akhir-akhir ini lagi suka buat dessert."

Kanaya melirik Kean yang bersandar ke punggung kursi begitu seisi mangkoknya sudah berpindah ke dalam perut. Tangannya menyugar rambut yang masih basah, mengakibatkan beberapa bulir air berjatuhan membasahi bajunya.

Pemandangan ini terlalu indah. Tanpa sadar, Kanaya menggigit bibirnya pelan. Bayangan tinggal bersama dan setiap hari melihat cowok itu memakan masakannya menari-nari di kepala. Baiklah, sepertinya dia memang sudah terlalu kesepian hingga kehilangan akal.

Kesadarannya baru kembali ketika pipinya ditempeli botol minuman yang dingin oleh Kean. "Lagi mikirin apa, Nay?"

Kepergok seperti itu, membuat pipi Kanaya bersemu. Hampir menyaingi merah dari irisan tomat yang ada di mangkok mienya. "Nggak. Ini mienya pedes banget ya ternyata?"

"Jangan dilanjut kalau nggak sanggup. Sana makan es krim aja."

Entah kenapa, Kanaya malah mengiyakan ucapan Kean dengan menutup sendok dan garpunya. Selera makannya menguap entah kemana. Berganti rasa malu yang masih bersisa akibat kepergok memerhatikan cowok itu.

Selanjutnya, Kean malah melakukan hal yang tidak terduga. Dia mengambil alih mangkok bekas Kanaya dan mulai memakan sisa mie dari sana. Tanpa repot-repot mengganti sendok bekas Kanaya dengan miliknya.

"Kok dimakan?"

"Kamu masih mau?" Kanaya menggeleng. "Yaudah."

"Kalau masih lapar, aku bisa masakin lagi." Decak Kanaya tidak enak.

"Next time, you should. Sekarang aku makan ini dulu. Sayang, enak banget soalnya." Jawab Kean dan menyuapkan satu sendok mie ke dalam mulutnya santai.

...
Selasa, 09 Agustus 2022

Kanaya's Own StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang