02

187 5 2
                                    

"Hari ini kita akan belajar membuat formulir digital menggunakan Microsoft Word 2013," ucap Pak Dhika--Dosen Pengantar Aplikasi Komputer yang menjadi idaman para mahasiswi.

Arkan mengangkat tangan kanannya dan berkata, "kelompok atau individu, Pak?"

"Kelompok. Karena kalian berjumlah 34 orang, maka akan kita bagi menjadi tujuh kelompok. Enam kelompok berjumlah lima orang, dan satu kelompok berjumlah empat orang," jelas Pak Dhika, "baiklah, sekarang saya akan memilih tujuh diantara kalian yang akan memilih anggota kelompoknya sendiri."

"Baik Pak."

"Lia, Reno, Jeni, Doni, Lisa, Venia, dan Arkan. Silakan kalian maju kedepan." Satu per satu dari nama-nama yang dipanggil mulai maju kedepan dan berbaris.

"Arkan, pilih tiga anggota kelompokmu."

"Loh, kok tiga Pak? Bukannya lima orang?" tanya Arkan sedikit tidak setuju dengan ucapan Pak Dhika.

"Benar. Tapi tadi saya bilang ada satu kelompok yang beranggota empat orang." Arkan menggangguk mengerti. Ia mulai menatap beberapa teman-teman untuk menentukan siapa yang akan menjadi anggota kelompoknya.

"Pasti Genan," bisik Nara pada Retha.

Retha mengangguk setuju. "Iyalah, mereka kan sahabat. Kemana-mana sering berdua. Udah kayak orang pacaran aja." Retha sedikit tertawa.

"Genan," ucap Arkan, "Retha-- dan--" Arkan melirik ke arah Nara. Ia menaikkan kedua alisnya.

Nara menatap Arkan dengan mata yang sedikit melotot. Ia menggeleng pelan seolah meminta Arkan untuk tidak memilihnya.

"Nara."

"Yes!" ucap Retha spontan.

"Kenapa lo seneng?" tanya Nara sedikit cemberut. Ia kesal karena satu kelompok dengan orang yang dibencinya.

"Karena gue satu kelompok sama lo," balas Retha lalu tersenyum kecil.

"Baiklah, selanjutnya Venia."

Satu per satu ketua kelompok memilih anggota kelompok masing-masing. Setelah itu masing-masing kelompok mulai mengatur tempat duduk mereka.

Arkan, Nara, Genan, dan Retha memilih duduk di tengah agar bisa memperhatikan penjelasan Pak Dhika dengan jelas.

Nara menopang dagunya, ia tersenyum hingga memperlihatkan giginya yang rapih. Ia memperhatikan Pak Dhika yang sedang memberikan penjelasan mengenai tugas yang akan mereka kerjakan. Tidak hanya Nara, beberapa mahasiswi lainnya juga melakukan hal yang sama. Mungkin, karena ketampanan Pak Dhika yang bisa membuat hati berbunga-bunga.

"Masa iya orang ganteng kayak Pak Dhika belum punya pacar?"

"Kata siapa Pak Dhika belum punya pacar?" sahut Nara tertarik pada ucapan Retha.

"Eh udah punya pacar ya?" Mata Retha sedikit melotot seolah tak percaya.

Nara mengangguk iya lalu tersenyum jahil. Nara menjabat tangan kanan Retha. "Sekarang lo udah kenalan sama pacarnya."

Retha melepaskan genggaman Nara. "Idih! Halu lo jauh banget." Nara tertawa geli.

"Dengerin tuh! Ngegosip terus," ucap Arkan membuat Nara dan Retha menatapnya tajam.

"Biasa cewek-cewek suka gosip," tambah Genan.

"Gosip matamu!" cetus Retha tak suka dan Nara hanya menahan tawanya.

"Baiklah, jika ada yang tidak kalian mengerti boleh ditanyakan nanti. Silakan dikerjakan," tutur Pak Dhika lalu kembali ke tempat duduknya.

"Let's go!" Arkan menyalakan laptopnya lalu membuka buku sesuai dengan instruksi dosen. "Gue sendirian aja mah bisa ini," cetusnya sombong.

ARKANARA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang