22

36 1 0
                                    

Vano hanya bisa menyengir mendengar ocehan Nara yang entah kapan akan berakhir. Pasalnya, saat mereka melewati jalan yang terdapat anak-anak tengah bermain bola kaki, tak sengaja seorang anak menendang bola ke arah Nara hingga mengenai kening gadis itu. Nara hendak marah, tapi Vano mencegahnya karena anak kecil itu tidak sengaja.

"Kakak ngoceh terus, cair juga tuh es krim. Kalau nggak mau buat aku aja," ujar Zayan lalu kembali menikmati es krim yang dibeli oleh Vano dan Nara tadi.

"Eh, enak aja! Ini punya kakak!" cetus Nara dengan nada khasnya.

"Kebiasaan." Vano mengembil sehelai tisu lalu membersihkan sedikit es krim yang menempel di sudut bibir Nara.

"Cocwit, piwitttt!" Zayan meledek lalu melirik Nata yang tengah menikmati es krimnya. "Nata makannya rapi, jadi nggak bisa cocwit juga deh."

"Huh! Contoh sahabat cuek, ya, kayak Zayan tuh!" ledek Nara kemudian kembali menikmati es krim miliknya.

"Nata, bukunya beresin sebentar lagi kita pulang," ujar Vano mendapatkan anggukan dari adiknya.

"Eh," Nata menjeda kalimatnya, "Nata boleh nginep disini nggak?"

"Tany--"

"Boleh," potong Nara sebelum Vano menjawab. "Tenang aja, pasti boleh," lanjutnya seraya memberi kode pada Vano.

"Oke, nanti kakak bilang sama Mama dan Papa," balas Vano pasrah.

"Yeay!"

***

Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam dan Nara masih setia mendengarkan cerita Nata. Berada di atas kasur dengan bantal sebagai sandaran semakin membuat Nara dan Nata merasa nyaman. Ditambah lagi pembahasan yang menyenangkan. Nata menceritakan betapa jahilanya Zayan kepada dirinya. Meski Nara mengetahui itu, tapi ia tetap tertawa ketika mendengar cerita dari Nata.

Gadis kecil yang sangat cantik itu menceritakan secara detail ditambah lagi dengan ekspresinya yang sangat menggemaskan.

"Meski gitu, Zayan tetep baik kok sama Nata. Kalau ada yang jahil dia sama Nata, dia marahin orangnya. Pokonya, kata Zayan nggak ada yang boleh gangguin Nata kecuali dia," jelas Nata pelan membuat Nara mengangguk mengerti.

"Zayan emang gitu orangnya. Jadi, maaf aja kalau jahilnya kelewatan. Omelin aja nggak apa-apa, kakak sering kok ngomel sama dia. Kalau dia jahil hehe."

"Ngomong-ngomong, Nata jadi inget sama kak Vano. Kak Vano juga sering jahil, kan, sama kakak?" tanya Nata dengan ekspesi polosnya.

Nara mengangguk setuju. "Kak Vano memang jahil, tapi kakak sayang. Kakak kamu tuh baik banget, kak Nara udah anggep kakak kamu seperti kakak sendiri." Jelas Nara jujur.

Tiba-tiba Nata melipat bibirnya dan mengeluarkan ekspresi badmood. Entah apa yang salah dengan ucapan Nara hingga membuat ekspresi Nata berubah seketika.

"Kak Nara nggak sayang sama Nata?" tanya Nata cemberut.

Nara tersenyum samar. "Sayang kok. Sayang banget."

"Tadi kakak cuma sebut nama kak Vano, nama Nata nggak."

"Kakak sayang banget sama Nata. Melebihi rasa sayang ke kak Vano," balas Nara lembut membuat Nata langsung ceria.

"Beneran?" tanyanya bersemangat. Nara pun mengangguk cepat dan langsung mendapatkan pelukan dari Nata. "Nata juga sayang banget sama kakak."

Tok tok tok

Nara dan Nata serentak menoleh ke arah pintu. Nara hendak beranjak tapi Nata mencegahnya. Nata turun dari tempat tidur lalu membuka pintu. Gadis kecil itu mengernyitkan dahinya karena tidak mendapati siapapun saat pintu telah terbuka lebar.

ARKANARA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang