"Gue suka sama lo."
Kalimat itu terus saja melintas dalam pikiran Nara. Ia kembali teringat dengan dirinya yang mungkin terlihat bingung dan hanya diam saat kalimat itu terdengar. Meski bukan Arkan yang mengatakannya, ia tetap saja merasa seolah laki-laki itu yang mengucapkannya.
Nara menghela napas, pandangannya kembali pada hamparan air yang tenang. Udara malam ini tidak begitu dingin. Ditambah lagi Nara yang memakai setelah hoodie panjang yang membuatnya tetap hangat.
Nara mendongkak, memandangi indahnya langit malam yang membuatnya semakin ingin lebih lama lagi disini. Taburan bintang yang sangat indah seolah menyihirnya untuk terus tersenyum.
Pandangan Nara terhenti ketika suara alarm pada ponselnya terdengar. Ini berarti jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan Nara harus pulang sekarang.
Nara melangkahkan kaki seperti biasanya. Meski pergelangan kaki kanannya masih terasa sedikit ngilu, ia tetap bisa berjalan seperti biasa. Jarak antara rumahnya dan lokasinya saat ini tidak begitu jauh. Jadi, ia memang tidak membawa kendaraan saat pergi. Udara semakin dingin. Nara mempercepat langkahnya, menyebrang jalan yang dilintasi beberapa kendaraan.
Ddrrttt ddrttt
"Halo, Van?"
"Lo dimana?"
"Gue...." Nara tiba-tiba diam. Ekor matanya seolah menangkap seseorang. "Nanti gue telpon lagi." Nara mengakhiri panggilan lalu memasukkan kembali ponselnya ke saku celana. Nara mempercepat langkah, ia sadar jika telah memasuki lorong yang tidak terlalu kecil dan situasi saat ini cukup sepi.
Tap tap
Suara langlah kaki yang tadinya terdenger jelas kini menghilang bersamaan dengan langkah Nara yang terhenti. Dengan cepat Nara berbalik dan tidak ada siapapun. Nara menghela napas lega, mungkin itu hanya halusinasinya saja.
Nara berbalik, melanjutkan langkahnya dengan santai. Tapi entah kenapa ia merasa langkah kaki masih mengikutinya. Ia pun bebalik lagi dengan cepat dan matanya membulat ketika melihat seorang pria tengah berdiri lima langkah didepannya. Pria itu memakai pakaian serba hitam dan juga topi. Penampilannya sedikit seram hingga bisa membuat Nara takut.
Deg
Nara melirik kesana sini. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal lalu pandangan kembali pada pria itu. Pria itu tersenyum paksa, ia mulai mendekat membuat Nara semakin takut.
"Itu--anu-- mau tanya, rumahnya-- Rari dimana ya?" Pria itu menggaruk belakang kepalanya.
Jika dilihat dari dekat, penampilan pria ini menyerupai jambret yang sering ada dalam sinetron televisi.
"Rari?" tanya Nara sedikit kaget. Setahu Nara, di daerah sini tidak ada yang namanya Rari.
"Oh, Darari mungkin, om? Itu judul lagu," jelas Nara, "Darararararari...
Neol bogo isseum eumagi--""Oh, ya, Darari kali ya."
"Lo pikir gue bodoh?" batin Nara, "liat om," ujar Nara, ia menujuk ke arah belakang pria itu. Pria itupun menoleh mengikuti instruksi Nara. Nara mengambil kesempatan untuk berlari cepat. Ia tahu jika pria itu memiliki niat jahat.
"Apa-- hei!" teriak pria itu ketika sadar Nara pergi. Pria itu mengejar Nara yang tidak begitu jauh darinya. Bagaimanapun, Nara masih belum bisa berlari dengan cepat, jadi ia berhasil tertangkap.
Nara berusaha melepaskan tangannya lalu mendorong pria itu. Pria itu menarik kaki Nara hingga ia terjatuh dan ponselnya tergeletak di jalan.
Nara hendak meraih ponselnya tapi tangan pria itu lebih dulu mengambilnya. Ia segera berdiri dan mengambil paksa ponselnya dari tangan pria itu. Pria itu mendorong Nara, ia terjatuh dan disaat bersamaan ia mendengar suara motor yang sangat dikenalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKANARA (✓)
Novela JuvenilArkan Narandra Putra, mahasiswa program studi manajemen yang berhasil membuat seorang gadis membencinya, Zanara Axelyn Pricillia. Nara membenci Arkan karena baginya laki-laki itu seringkali mencari perhatian dosen, apalagi jika nilai Arkan lebih bai...