25

31 2 0
                                    

"Ada satu cara yang ampuh untuk memisahkan Arkan dan Nara." Zella melipat kedua tangannya di depan dada. "Gue bawa Arkan dan lo bawa Nara. Tapi mereka harus sama-sama dalam keadaan nggak sadar." Zella diam sejenak. "Gue akan siapin sebuah kamar buat mereka."

Mata Vano melotot mendengar kalimat terakhir yang Zella ucapkan. "Maksud lo?"

"Gini, kita buat seolah Arkan telah melakukan sesuatu pada Nara, dengan begitu Nara pasti sangat membenci Arkan. Gue yakin seratus persen rencana gue akan berhasil pisahin mereka."

"Gila lo! Gue nggak setuju! Sampai kapanpun gue nggak akan setuju dengan ide gila itu." Zella tersenyum samar. Ia mengerti, Vano pasti tidak akan setuju dengan rencana seperti itu, apalagi melibatkan tentang Nara.

"Tenang Van, kita cuma buat jebakan. Gue jamin Nara akan baik-baik aja."

"Enggak!"

Zella menyentuh pundak Vano, ia menatap Vano dengan lembut. "Percaya sama gue, Nara akan baik-baik aja. Kita lakuin ini juga buat kebaikan dia."

Sudah sekitar sepuluh menit berlalu sejak Vano mengingat kembali percakapannya bersama Zella. Tangannya masih memegang ponsel yang menunjukkan sebuah video yang Zella kirimkan.

Video itu menunjukkan Nara dan Arkan yang mungkin tengah asik bercerita atau bercanda di sebuah taman. Jika dilihat dari pakaian yang Nara pakai, kemungkinan besar mereka ke taman saat pulang dari rumah Vano.

"Hai, Van," sapa Zella setelah masuk dan duduk di kursi penumpang bagian depan. Ia datang karena Vano yang meminta.

"Jadi lo setuju sama rencana gue?" tanya Zella santai. Ia melirik Vano yang sepertinya sedang berpikir.

Vano bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa rasanya seperti ini melihat sahabatnya bersama orang lain? Apalagi tawa bahagia yang biasa ia lihat saat bersamanya kini lebih bahagia bersama orang lain.

"Gue setuju," balas Vano terpaksa, "tapi kalau Nara sampai kenapa-kenapa, gue nggak akan diem aja." Ia melirik Zella tajam, seakan memberikan ancaman jikalau terjadi sesuatu pada sahabatnya.

Zella tersenyum lebar. "Senjata paling kuat berhasil gue dapetin," batinnya bahagia.

"Keputusan yang tepat." Zella tersenyum lagi. Bagaimanapun ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya karena berhasil mengendalikan orang terdekat Nara. Baginya Vano adalah senjata yang paling tepat. "Gue udah siapin ini," lanjut Zella lalu memberikan suntikan yang berisi obat bius. "Kita nggak punya banyak waktu, efeknya hanya sekitar dua puluh menit. Lo harus bawa Nara sebelum dua puluh menit, nanti gue kasih tau tempatnya."

"Lo nggak ngasih sesuatu, kan?" tanya Vano sedikit curiga pada Zella.

Zella memejamkan matanya sejenak lalu kembali menatap Vano. "Lo masih nggak percaya sama gue?" Zella mengambil alih suntikan dan hendak menyuntikkan ke tangannya sendiri.

"Eh, jangan," cegah Vano cepat. Padahal Zella hanya berpura-pura. Tidak mungkin ia mau menyuntikkan obat bius itu.

"Setelah kelas berakhir, gue akan langsung ajak Arkan dan lo ajak Nara lalu kita jalanin semuanya sesuai rencana."

"Hari ini?"

"Ya, memangnya kenapa?"

"Harus secepat itu?"

"Lo mau Nara semakin terancam karena terus ada di dekat Arkan?"

Vano menghela napas panjang. "Oke, sebaiknya lo ke kelas sekarang, takut ada yang lihat," usir Vano dan Zella langsung keluar dari mobil.

***

Sesuai dengan rencana. Kini Vano tengah bersama Nara di dalam mobil. Waktu sudah berlalu sekitar sepuluh menit sejak Vano menyuntikkan obat bius itu. Sebenarnya ia benar-benar sedih melihat Nara yang tak sadarkan diri di kursi penumpang.

ARKANARA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang