26

45 1 0
                                    

"Udah berjam-jam gue nungguin lo dan lo malah anter dia pulang?" Zella berdecak kesal. Ia benar-benar tak menyangka, dengan mudahnya Vano mengagalkan rencana itu.

"Gue nyesel karena setuju sama rencana lo!" Vano mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat.

"Gue udah susah payah dan lo malah-- ah! Kacau!" Zella berteriak lalu mengacak rambutnya karena kesal.

"Tujuan dari rencana lo yang sebenarnya adalah gue, bukan Nara ataupun Arkan." Mata Zella membulat sempurna, bagaimana mungkin Vano bisa mengetahui itu semua? "Kemarin lo nggak bawa Arkan, dan tempat itu, hanyalah bangunan tua yang berlokasi di tempat yang jauh dari rumah-rumah."

Semalam, Vano baru menyadari semuanya setelah ia mencari tahu tentang alamat yang Zella berikan. Tentunya ia tidak sendiri, Arkan membantunya dan Arkan juga telah mengetahui semuanya.

Dalam hati Zella berteriak sekencang-kencangnya. Semuanya seolah hancur dan ia kalah begitu saja.

"Kenapa lo lakuin itu Zell?" Zella masih diam. Ia mengepalkan tangannya. Semua rencana yang ia punya hancur begitu saja. Zella diam sejenak, memikirkan sesuatu yang yang bisa ia jadikan alasan. Dan ya, terlintaslah sebuah nama yang menjadi asal dari kemarahan Zella, siapalagi jika bukan Nara.

"Van, Nara ada di mobil gue, dia pingsan." Entah ide darimana, Zella selalu saja punya rencana buruk.

"Apa?" Zella menggangguk iya lalu pergi menuju mobilnya diikuti dengan Vano. Sampai dimobil Zella meminta Vano untuk masuk ke bagian depan dan Zella menduduki kursi kemudi.

"Dimana Nara?" tanya Vano tak menemukan kebaradaan Nara di dalam mobil.

"Dibelakang." Vano menoleh ke arah kursi paling belakang. Hal itu dimanfaatkan oleh Zella untuk menyuntikkan obat bius. Setelah beberapa detik, Zella menopang Vano untuk duduk pada kursi penumpang di sampingnya.

"Vano!" teriak Nara yang tak sengaja melihat Vano dari kejauhan. Ia berlari kecil dan menghampiri mobil Zella bersama Arkan.

"Zella! Buka pintunya!" Nara menggedor kaca pintu mobil Zella dan terus menyebutkan nama Vano. Berharap Vano akan sadar.

"Zella!" Arkan ikut menggedor kaca jendela pintu mobil kemudi. "Zella, sadar Zell!" Zella tersenyum miring lalu melajukan mobil dengan cepat.

"Ayo, Ra." Dengan cepat Arkan menuju motornya lalu mengejar Zella bersama Nara.

"Arkan cepetan," pinta Nara panik karena mereka hampir tertinggal jauh. "Van, please jangan kenapa-kenapa," batinnya sangat khawatir.

Meski Arkan menaikkan kecepatan motornya, mereka tetap tertinggal jauh karena kecepatan mobil Zella lebih tinggi. Apalagi mereka terhalang oleh lampu merah, sedangkan Zella semakin jauh entah kemana.

"Van," lirih Nara semakin khawatir. Ia benar-benar takut Zella melakukan hal yang sudah ia duga dalam pikiran.

Arkan terus melirik lampu lalu lintas cukup lama hingga akhirnya berubah menjadi warna hijau. Arkan kembali melajukan motornya, tapi sayangnya mereka kehilangan jejak Zella.

Disisi lain Zella menghentikan mobilnya sejenak di pinggir jalan yang tidak terlalu ramai. Ia memandangi Vano yang masih setia memejamkan matanya.

"Van...." lirih Zella. Sebenarnya ia tidak mau melakukan ini tapi nyatanya ia benar-benar telah dibutakan oleh cinta. "Kenapa gue nggak bisa miliki lo? Padahal gue tulus cinta sama lo, Van." Zella bermonolog.

Tanpa Zella sadari pengaruh obat bius itu sudah berakhir. Perlahan Vano menggerakkan tubuhnya dan membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang gadis yang tengah memperhatikannya.

ARKANARA (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang