Pagi ini, Khayla tampak begitu ceria. Ia merasa semua beban hidupnya merasa lebih ringan daripada sebelumnya. Ia sangat bersyukur kepada Sang Pencipta karena dengannya lah Khayla dapat merasakan ini semua.
Setelah lama ia menanggung tuduhan ini, akhirnya mereka semua tahu apa yang sebenarnya terjadi. Cukup berat memang, karena Khayla harus melewati rasanya sakit ditampar, dibentak, hampir tak dianggap saudara, juga dituduh sebagai pembunuh. Namun, semua itu pasti akan ada hikmahnya. Mungkin, jika Khayla tak melewati hal itu semua, Khayla tak akan bisa mewujudkan mimpi kecilnya waktu itu.
Ya, untuk mencapai hal tersebut memang harus dibumbuhi pengorbanan. Tak sedap jika hanya itu-itu saja. Sekali lagi, Khayla sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Allah SWT. Khayla tidak tahu, jika ia tak yakin akan kekuasaan dan keadilannya, mungkin Khayla tak akan bisa bertahan hidup sampai sekarang.
Di rumah Khayla, kini tengah mengadakan tasyakuran kecil-kecilan sekaligus mengirim doa untuk Acha. Tak banyak yang diundang, hanya kerabat juga teman-teman dekat. Tentunya di sana ada Eza juga keempat teman Davi lainnya juga ada Lintang dan Ersya.
Setelah membaca Yasin bersama dan ditutup oleh doa, mereka berkumpul di dekat kolam berenang. Kerlap kerlip lampu menemani malam mereka. Sedari tadi, Khayla tak henti-hentinya untuk tersenyum. Ia sangat bahagia malam ini. Berkumpul bersama keluarga juga teman terdekatnya. Ia harap, momen seperti ini akan terus berlanjut.
"Lampunya indah banget, ya? Mana adem juga." Lintang berkomentar. Matanya terus melirik ke arah sekitar.
"Iya, adem. Feel-nya juga dapet," sahut Ersya menyetujui ucapan Lintang.
"Thanks banget, ya, kalian udah mau dateng ke rumah kita. Malem ini, malem yang berarti banget buat gue dan keluarga gue. Gue harap, kedepannya bisa lebih baik dan kita bisa jaga tali silaturahmi yang udah kita buat saat ini," ujar Davi sambil menatap teman-temannya.
"Santai, Dav! Lo kek sama siapa aja, ya, nggak? Tenang aja, makanan Lo bakal abis sama dua curut ini!" balas Tegar sambil melirik ke arah Ujang dan Nopal. Kedua lelaki itu sedari tadi hanya diam, karena sedang menyicipi makanan yang Davi hidangkan.
"Gila! Lo berdua makan mulu, sih!" protes Dafa.
"Davi yang kasih, lho? Kalau nggak dimakan, mubazir tahu!" balas Ujang tanpa beban.
"Bener tuh, setuju gue!" sahut Nopal sambil melanjutkan makanannya.
"Awas, Kak, nanti berat badannya naik, lho," timpal Ersya sambil tertawa kecil.
"Biarin, Sya, si Ujang emang mau nambah berat badan." Dafa menyahuti ucapan Ersya dan itu berhasil membuat yang lain bersorak.
"Ekhem! Pepet terus!!!"
"Maju pantang mundur!"
Dafa dan Ersya saling pandang, membuat Khayla tersenyum geli. Mereka pun melanjutkan kegiatan dengan menghidupkan kembang api juga melakukan sesi foto bersama. Kadang-kadang mereka melakukan game konyol yang berhasil menghidupkan suasana asyik di sana.
Khayla tersenyum manis melihatnya. Tanpa sadar, Khayla diperhatikan oleh kedua kakak lelakinya. Mereka memandang Khayla dengan lekat, seolah takut kehilangan untuk kedua kalinya. Sampai Khayla tersadar ....
"Bang Bian, Kak Davi, kalian kenapa liatin Khayla kek gitu?" tanya Khayla bingung. Kini, ia duduk di antara mereka berdua.
"Nggak apa," jawab mereka serentak.
"Cie barengan jawabnya," balas Khayla sambil tertawa kecil.
"Udah tenang, Khay?" tanya Davi tiba-tiba.
"Tenang? Hem ... lumayan. Seenggaknya ini lebik baik dari yang kemarin-kemarin."
"Mulai sekarang, kalau ada apa-apa jangan sungkan cerita. Kalau mau cium Abang dan peluk Abang, bilang aja. Jangan suka diem-diem," ujar Bian sambil terkekeh.
"Eh, kok, Abang tahu?" tanya Khayla kaget.
"Tahu, dong. Sebenarnya Abang tuh suka pura-pura tidur hahahh."
"Ngeselin, ya!"
Tak ingin membalas, Bian langsung memeluk Khayla dengan erat. "Pengen banget, kan, dipeluk sama Abang? Sekarang, kamu boleh peluk Abang sepuas-puasnya," bisik Bian.
Khayla tersenyum, ia mengeratkan pelukan itu seolah tak ingin lepas. Ini yang ia inginkan. Begitu hangat dan sangat menenangkan. Sesederhana ini yang Khayla mau sedari dulu.
Melihat Bian dan Khayla berpelukan, sepintas ide jahil Davi meluncur. Tanpa takut ia menarik pipi Khayla yang sedikit chubby itu dengan kuat.
"Aaa Kakak! Sakit tahu! Abang ... Kak Davi, nih!" gerutu Khayla.
Davi tertawa puas, baru kali ini ia melihat wajah Khayla cemberut seperti itu. Gemas sekali.
Namun, bukannya membela Bian justru juga ikut menjahili. Ia mencubit hidung Khayla dengan gemas.
"Abang! Ih kalian berdua emang sama aja!"
Kedua lelaki itu tertawa bersamaan. Rasanya nyaman sekali bisa dekat dengan Khayla seperti ini, mungkin menjahili Khayla akan menjadi hobi baru bagi mereka berdua.
Ting!
Sebuah pesan masuk di ponsel Khayla. Gadis itu memeriksanya.
Zafran: Assalamualaikum Khayla, apa kabar? Lama udah nggak ketemu sama Lo. Gue udah balik ke Jakarta, Khay. Mulai besok gue juga udah bisa masuk sekolah. Gue nggak tahu Lo sekolah di mana, tapi gue harap gue bisa satu sekolah sama Lo. See you, ya!
Khayla kembali tersenyum. Ia tak menyangka jika Zafran akan kembali.
"Kenapa senyum-senyum?"
"Abang! Kakak! Zafran balik ke Jakarta!"
Mau tahu, dong, kesan dan pesan kalian tentang cerita ini apa??
Kesan buat author juga boleh🤭
Part mana, nih, yang kalian suka??
Buat kalian sehat-sehat terus, ya! Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT aamiin Allahumma aamiin.
Semoga kita bisa bertemu di cerita selanjutnya pay pay 🖐🏻
Jumat, 15 Juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidikhay✓
Teen FictionKhayla Khairun Niswa, seorang gadis yang dibesarkan oleh Dara dan Deon sejak umur dua bulan. Ada Bian dan Davi sebagai kakak angkatnya. Walau begitu, Khayla menganggap keluarga itu seperti keluarga kandungnya sendiri. Hingga suatu hari, kesalahpaha...