Udara dingin perlahan menyentuh tubuh Khayla yang tengah melamun. Kini, gadis itu di sebuah kontrakan milik Eza. Letaknya masih satu halaman dengan rumah lelaki itu.
Setelah membersihkan diri, Khayla tidak langsung tidur. Bayangan kejadian beberapa jam yang lalu masih menghantui dirinya. Padahal, kondisi gadis itu sedang tidak baik-baik saja.
"Khay?"
Khayla tersadar. Gadis itu menoleh ke arah Eza yang tengah membawa sebuah nampan berisi makanan dan obat untuk Khayla.
"Udah ngelamunnya? Sekarang makan, gih. Wajah Lo udah pucet banget," ujar Eza sambil menyerahkan makanan tersebut pada Khayla.
Khayla menerimanya. Namun, tangannya bergetar. Memegang sendok pun ia tidak bisa. Kesal, Khayla mengepalkan tangannya lalu memukulnya ke lantai hingga memar.
Eza yang tidak tega melihat itu, segera meraih tubuh Khayla ke dalam dekapannya. Awalnya Khayla menolak, tetapi perlahan ia mengalah. Khayla kembali menangis sambil memeluk Eza dengan erat.
"Nggak becus banget! Kenapa megang sendok aja Khayla nggak bisa!" ucap Khayla kesal.
"Kalau Lo mau marah, kesel, atau mau pukul gue sekalipun silakan. Keluarin semua unek-unek Lo, tapi ... gue minta sama Lo setelah ini Lo nggak boleh mendem semuanya sendiri. Lo boleh, kok, cerita sama gue. Siapa tahu gue bisa meringankan beban Lo. Nggak baik nyimpen semuanya sendiri, Khay, bahaya buat kesehatan Lo. Okey?" Eza mengelus kepala gadis itu dengan lembut. Mencoba menenangkan Khayla.
Khayla melepaskan pelukannya, lalu menatap Eza dengan sendu. "Kenapa Kak Davi bisa setega itu sama Khayla, Kak? Khayla udah berusaha buat dapetin perhatian Kak Davi, Khayla udah berusaha buktiin kalau Khayla bukan pelakunya. Tapi, kenapa Kak Davi ngelakuin ini, Kak? Ada apa sama Kak Davi? Benda apa yang Kak Davi cariin?"
Dav, Lo keterlaluan banget. Lo nggak tahu betapa terpuruknya Khayla sekarang. Gue harap, pikiran Lo bisa lebih jernih dari hari ini, batin Eza.
Eza tersenyum kecil, sambil tangannya menyeka air mata Khayla yang terus keluar membasahi pipinya. "Khay, untuk sekarang Lo nggak perlu mikirin hal-hal yang kek gitu. Lihat, tubuh Lo udah panas banget, wajah Lo pucet, kondisi Lo juga berantakan. Kita ke rumah sakit aja, ya?" tawar Eza dengan lembut.
Khayla menggeleng lemah. "Khayla nggak mau ketemu sama banyak orang. Takut."
Eza paham.
"Kalau gitu, Lo harus janji sama gue buat fokus sama kesehatan Lo. Lo nggak boleh mikir yang aneh-aneh atau apa pun itu yang bakal buat kesehatan Lo down. Bisa?" Khayla tampak ragu. Gadis itu menunduk.
"Gue bakal selalu di sisi Lo, Khay. Gue bakal bantu Lo, kok. Anggap aja gue Kakak Lo sekarang. Jadi, kalau Lo butuh apa-apa, Lo bisa panggil gue. Lo mau minta apa, minta aja sama gue. Ya?"
Khayla mengangguk kecil. Eza tersenyum hangat.
"Ya udah, sekarang Lo makan dulu. Gue suapin."
Khayla pun membuka mulutnya ketika sebuah sendok mengarah ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidikhay✓
Fiksi RemajaKhayla Khairun Niswa, seorang gadis yang dibesarkan oleh Dara dan Deon sejak umur dua bulan. Ada Bian dan Davi sebagai kakak angkatnya. Walau begitu, Khayla menganggap keluarga itu seperti keluarga kandungnya sendiri. Hingga suatu hari, kesalahpaha...