"Nak, ini upahmu hari ini. Terima kasih, ya, sudah mau bergabung," ujar seorang wanita paruh baya sambil menyerahkan beberapa lembar uang kertas pada Khayla. Khayla menerimanya dengan santun.
"Khayla yang seharusnya berterima kasih kepada Ibu, karena sudah mau menerima Khayla di sini," balas Khayla sambil tersenyum.
"Iya sama-sama, Nak. Karyawan Ibu sudah ada yang berhenti. Jadi, Ibu buat brosur buka lowongan pekerjaan, siapa tahu ada yang mau bergabung sama Ibu untuk bantu-bantu di toko ini," jelas wanita itu.
"Kebetulan sekali, Khayla saat itu memang butuh pekerjaan, Bu."
"Syukurlah kalau begitu. Jadi, Ibu tidak repot-repot mencari penggantinya." Khayla mengangguk.
"Oh ya, Bu. Ini sudah sore, Khayla pamit pulang ,ya, Bu."
"Oh iya, silakan. Hati-hati, ya." Khayla mengangguk mantap, lalu segera pergi dari tempat itu.
Hari pertama bekerja, cukup melelahkan. Selain seorang pelajar, kini Khayla juga harus mencari uang sendiri. Ucapan Davi tidak perlu diulang kembali, Khayla sudah hapal di luar kepala. Ia pikir, dengan cara ini ia juga bisa refreshing. Terkadang, saraf-saraf otak ini perlu diregangkan agar tidak tegang.
Melangkah menuju pulang, Khayla sangat menikmati angin sepoi yang menerpa wajahnya. Senyum gadis itu terukir. Andai hidupnya sedamai ini. Mungkin ia akan tersenyum setiap hari. Namun, itu semua hanyalah angan.
•••
"Dari mana aja Lo baru pulang jam segini?" tanya Davi dengan nada tinggi.
"Khayla kerja dulu, Kak," jawab Khayla. Bukan untuk maksud tertentu Khayla memberitahukan aktivitas sorenya, tetapi ia hanya tidak ingin jika Davi akan salah paham dan terus berpikir buruk tentang dirinya.
"Oh ... udah mulai kerja, ya? Bagus, deh, berarti Lo dengerin apa yang gue bilang. Ya udah, ke dapur gih. Tugas Lo udah nunggu." Khayla mengangguk kecil.
"Eh, satu lagi. Nanti malam, temen gue mau ke sini dan Lo siapin makanan dan minuman buat mereka. Terus, nggak usah centil dan cari perhatian ke mereka terutama sama Eza! Mending Lo diem di kamar atau nggak ke tempat lain, yang jelas jangan tunjukkin wajah Lo ke mereka. Lo tinggal masak aja dan siapin di dapur, biar gue nanti yang urus. Paham?" ujar Davi panjang lebar.
Khayla tersenyum kecil. "Iya, Kak. Paham."
"Bagus!"
"Temen Kakak mau ke rumah jam berapa?"
"Jam tujuh." Khayla mengangguk. Artinya, setelah ini ia tidak akan bisa istirahat. Tugas di rumah sudah menunggu rupanya. Untung saja besok ia libur sekolah, setelah ke toko ia bisa langsung istirahat.
Tidak ingin menunggu lama, Khayla pergi ke kamar untuk meletakkan segala perlengkapan sekolahnya. Mengganti pakaian lalu pergi ke dapur untuk memasak.
Sebagai perempuan, harus bisa menguasai dapur. Mama Khayla pernah bilang, secantik apa pun dan sepintar apa pun otak yang kita punya rugi banget kalau nggak bisa masak. Perempuan itu harus pintar masak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidikhay✓
Fiksi RemajaKhayla Khairun Niswa, seorang gadis yang dibesarkan oleh Dara dan Deon sejak umur dua bulan. Ada Bian dan Davi sebagai kakak angkatnya. Walau begitu, Khayla menganggap keluarga itu seperti keluarga kandungnya sendiri. Hingga suatu hari, kesalahpaha...