7 | Maju atau Mundur

593 74 9
                                    

Jika memang cinta lama dapat bersemi kembali, ia ingin merasakannya.

Salah satu alasan Kai memilih kampus swasta di Salatiga adalah karena pemandangan indahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salah satu alasan Kai memilih kampus swasta di Salatiga adalah karena pemandangan indahnya. Kota kecil berjuluk The Mountain View itu dikelilingi pegunungan yang membuat hampir keseluruhan wilayahnya selalu berhawa sejuk. Dari kampusnya yang berada di atas bukit, bisa terlihat lima gunung sekaligus, yaitu Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Andong, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Jika cuaca sedang bersahabat, Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro di kota lain pun terkadang akan terlihat meski tidak seberapa jelas.

Banyak pendatang setuju menjadikan Salatiga sebagai tempat yang cocok untuk bermukim. Selain karena suhu yang cenderung dingin, Salatiga juga menjadi salah satu kota paling toleran se-Indonesia. Meski wilayahnya kecil dan tidak memiliki banyak wahana hiburan perkotaan, Salatiga mampu menarik perhatian para turis mancanegara untuk sekadar berwisata atau juga menempuh pendidikan.

Dulu, Kai menganggap bahwa kedatangannya ke Salatiga hanya keputusan iseng seorang anak yang malas terlibat dalam masalah di tengah keluarganya. Ia ingin sejenak menjauh dari hara-huru keluarga dan memutuskan kuliah cukup jauh dari rumah. Namun, ketika ia bertemu dan mulai mengenal baik sosok perempuan asli Salatiga bernama Nindya Ayu Armita, ia merasa bahwa keputusannya bukan hanya sebuah kebetulan, melainkan takdir.

Kai mencintai Salatiga sebesar ia mencintai Nindya, atau sebaliknya. Selain alam pegunungan yang sejuk, terlahir dari pesisir pantai Jakarta membuat sebagian dirinya juga mencintai pesona laut. Maka, ketika ia mendapat teman baru dari Lamakera yang sering memamerkan kecantikan alam perpaduan gunung dan laut, ia sangat ingin pergi ke tempat itu.

Sekarang keinginannya terwujud. Kedatangannya ke Lamakera tidak hanya menjawab penasaran pada birunya lautan dan hijaunya pegunungan. Ia juga kembali dipertemukan dengan sosok perempuan yang masih sangat ia cintai. Sayangnya, rasa cinta pada pesona laut tidak sebanding dengan fisiknya yang selalu mabuk apabila naik kapal. Saat turun dari kapal, ia membutuhkan setidaknya lima belas menit untuk memuntahkan isi perut sampai merasa tubuhnya membaik.

"Kalian duluan aja," ujar Kai masih dengan sisa mual di perutnya. Perjalanan melintasi Selat Solor selama kurang lebih dua puluh menit sukses mengaduk-aduk makanan yang ia telan saat sarapan. Sekarang perutnya terasa kosong, tetapi ia yakin akan kehilangan selera sepanjang hari nanti.

"Udah dibilang di rumah aja!" omel Arum. Ia sudah menasihati Kai agar tidak ikut menyeberang ke Pulau Adonara dan menawarkan diri untuk membawa laptop yang rusak ke tempat service. Namun, lelaki itu bersikeras dengan alasan ingin memastikan sendiri kondisi laptopnya. "Kamu bandel, sih!"

"Udah, Rum, lagi mabuk gitu percuma kamu omelin," ujar Daniel. Ia mengulurkan sebotol air mineral pada Kai, lalu menatap Nindya, Nona, dan Zayn yang masih menunggu di dekat mereka. "Maaf, ya. Ini anak memang paling susah buat dikasih tahu."

"Nggak apa-apa," jawab Nona. Diam-diam ingin tertawa karena Kai memang tidak banyak berubah. Dulu, ia sempat bertanya pada Nindya apakah lelaki berambut hitam itu memiliki trauma pada air atau semacamnya, karena saat mereka berwisata mengelilingi Rawa Pening menggunakan kapal pun, Kai juga mabuk cukup parah. Namun, sampai sekarang pertanyaan itu belum terjawab.

Dusk till Dawn [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang