"Selama aku bisa ketemu kamu lagi, ke kutub utara pun aku jalani."
[Alfikai Pratama]Nindya tidak dapat menyembunyikan ekspresi sedihnya ketika memperhatikan satu per satu tamu penginaan mengeluarkan barang-barang mereka ke teras. Satu bulan berlalu dengan cepat. Tidak terasa, hari ini adalah saatnya berpisah dengan para anak muda luar biasa yang menemaninya selama kurang lebih tiga puluh hari terakhir. Rasanya baru kemarin ia melihat mereka di dermaga. Sekarang saatnya mengantar mereka pulang dengan harapan akan bertemu lagi suatu hari nanti.
Kesdihan yang sama juga terlihat di wajah para tamu. Mereka berjalan malas mengeluarkan barang bawaan ke teras. Lamakera terlalu indah untuk ditinggal pergi, tapi kehidupan mereka di Jakarta sudah memanggil-manggil dan tidak ada waktu lagi untuk menunda kepulangan.
"Kapan-kapan bisa ke sini lagi," kata Nindya untuk menghibur teman-teman barunya itu. Ia berjalan ke teras penginapan dan membagikan kain tenun berwarna-warni sebagai buah tangan. "Nggak cuma Adonara yang punya kain tenun khas. Lamakera juga punya. Ini dikerjakan oleh ibu-ibu desa sebagai sumber penghasilan cadangan. Semoga kalian suka."
Di bagian atas kain yang dibungkus plastik putih transparan, terdapat sulaman halus berbentuk tulisan Rumah Kita yang membuat siapa pun refleks mengulum senyum. Perasaan hangat itu membuat mereka senang. Di antara ratusan perjalanan mereka, Rumah Kitalah yang menjadi rumah terhangat meski fasilitasnya tidak sebagus hotel-hotel di perkotaan.
"Terima kasih banyak." Sheli memeluk Nindya cukup erat. "Aku merasakan banyak kedamaian di sini. Pasti nanti kangen Lamakera, kangen kamu, dan semua orang yang sudah menyambut aku."
Nindya menepuk pelan bahu Sheli. "Kalau kamu ke sini lagi, aku dengan senang hati akan menyambutmu," ujarnya.
"Doakan semoga rezeki kami lancar, jadi punya tabungan buat datang ke sini lagi," kata Arum dengan senyum manis seraya memeluk Nindya. Pernah ada kecemburuan yang ia simpan rapat di dalam hati setiap melihat interaksi antara Kai dan Nindya. Namun, melihat bagaimana perasaan Kai yang masih kuat untuk perempuan di pelukannya itu, ia menyadari langkahnya yang perlahan mundur untuk tidak mengganggu kebahagiaan siapa pun.
"Amin," sahut Nindya dan yang lain.
Di teras penginapan, jumlah tas yang akan dibawa ke dermaga jauh lebih banyak dibanding saat mereka datang. Sebagian besar dari tas itu berisi oleh-oleh yang mereka kumpulkan selama satu bulan belakangan. Ada kain tenun, madu hutan, keripik, jagung titi, bahkan ikan kering dan ada juga kenang-kenangan dari sekolah serta beberapa instansi.
"Kai, buruan!" teriak Daniel karena Kai masih bermalas-malasan di ruang tamu sambil bermain gim di ponsel.
"Nggak pengin balik mungkin," celetuk Sheli.
"Kai nggak mau pisah sama Mbak Nindya," goda Faizal yang sontak membuat si pemilik rumah mendelik. Sejak semalam ketika melihat Nindya dan Kai pulang bersama, tidak ada lagi rasa sungkan untuk menggoda dua orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dusk till Dawn [Selesai]
Romance1st Winner of EDITOR CHOICE at Author Got Talent 2022 by Penerbit Prospec Media. *** Nindya memutuskan tinggal di Lamakera yang jauh dari kota sejak Kai, kekasihnya, tidur dengan sahabatnya sendiri. Di Lamakera, Nindya membangun bisnis penginapan d...