20 | Pelukan Hangat

547 77 3
                                    

Ada kehangatan yang menenangkan ketika Nindya berada di pelukan Sarah, kakak tertua Kai. Wanita beranak dua itu merupakan seorang pengacara yang langsung berangkat ke Larantuka setelah mendapat kabar mengenai kondisi sang adik. Ia tidak menyangka akan melihat sosok Nindya berdiri ramah menyambutnya di samping ranjang Kai. Sudah bertahun-tahun terlewat tanpa kabar, tetapi ia masih melihat kasih sayang untuk Kai di mata Nindya.

"Jujur ini ngagetin," ujar Sarah seraya melepas pelukan itu. Ia menangkup kedua pipi Nindya. "Kamu apa kabar, Sayang?"

"Baik, Kak." Nindya tersenyum manis menatap sosok wanita yang dulu pernah ia sebut sebagai calon kakak ipar. "Semoga Kak Sarah juga baik-baik saja."

Sarah mengangguk. "Sekarang siap menyelesaikan kasusnya Kai," katanya, memindahkan perhatian pada si adik yang merentangkan tangan kiri minta dipeluk. Air matanya tidak bisa ia tahan lagi. Selama perjalanan Jakarta ke Larantuka, entah berapa ratus kali ia meneror nomor Kukuh untuk memastikan Kai baik-baik saja. Kai adalah adik laki-laki satu-satunya yang ia miliki dan semenjak ibu mereka tiada, ialah yang berperan sebagai ibu. Hatinya sangat sakit mendengar kabar pengeroyokan yang dialami Kai. Ada medan magnet kuat di tubuh mereka yang saling menarik sampai akhirnya Sarah menyerah di pelukan sang adik.

"Aku nggak apa-apa, Bunda," canda Kai sambil mengusap-usap punggung kakaknya. "Pelakunya juga sudah ditangkap. Kenapa malah cengeng begini, sih?"

"Habisnya kamu babak belur gini!" Sarah menarik lepas tubuhnya dari rengkuhan Kai. Ditatapnya wajah Kai yang terluka parah dengan banyak sekali memar dan luka jahit. "Iyan pasti nggak akan bisa ngenalin kamu."

Kai berdecak. "Mana ada! Aku bapaknya, pasti bisa ngenalin!" gerutunya yang berhasil memancing senyum di wajah Sarah. "Iyan sama siapa di rumah?"

"Ada Sinta. Kamu nggak perlu khawatirkan Iyan. Yang penting kamu cepet sembuh dan kita penjarain mereka yang udah hajar kamu. Ya?" pinta Sarah serius. Ia kemudian melirik Nindya yang masih berdiam menatapnya seolah ingin mengatakan sesuatu. "Kenapa, Nin?"

Perempuan berkaus Minion itu menunduk. Teringat video pengeroyokan yang berhasil ia tonton usai memaksa Kai agar menceritakan semuanya. Hatinya tersayat-sayat melihat bagaimana Zayn hanya berdiam diri menikmati penganiayaan itu seolah dialah otak di balik kejahatan yang menjadikan Kai korbannya.

"Nin?" panggil Sarah.

"Maaf, Kak."

Sarah dan Kai saling melirik. Terkejut melihat Nindya menitikkan air mata saat menatap ke arah mereka. "Maaf soal apa?" tanya Sarah.

"Maaf. Gara-gara Zayn, Kai jadi begitu." Nindya makin terisak. Ia merasa bahwa dirinyalah penyebab Zayn bertindak kasar sampai sengaja menganiaya orang lain. Zayn cemburu pada Kai yang masih dianggap sebagai musuh dan pria itu sebisa mungkin berusaha menyingkirkan lawannya.

"Kamu nggak perlu minta maaf, Nin." Sarah beranjak dari tepi ranjang menghampiri Nindya. "Kamu nggak ada hubungan apa-apa dengan Zayn yang membuatmu harus mewakilinya untuk minta maaf. Zayn sendiri yang harus ke sini untuk minta maaf."

"Tapi, Kak, aku –"

"Mit," sela Kai. Tatapannya sangat lembut saat perempuan itu menoleh padanya. "Biar aku dan Zayn sendiri yang menyelesaikan masalah kami. Bagiku, yang penting kamu udah percaya kalau aku nggak seperti yang dulu kamu pikirkan."

Ucapan Kai justru membuat Nindya menangis lebih keras. Nindya benar-benar menyesali banyak hal. Andai waktu itu ia memberi Kai kesempatan untuk membuktikan diri, atau andai ia tidak pernah berpacaran dengan Kai, Zayn tidak akan bertindak sejauh itu hanya untuk mendapatkan perhatian darinya. Semua kemalangan yang didapat Kai memang dari Zayn, tetapi ia merasa dirinyalah sumber masalah itu.

Dusk till Dawn [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang