"Kai mana?"
Langkah Nindya terhenti beberapa meter sebelum sampai di teras. Pandangannya tertuju pada kotak biru muda yang diikat menggunakan pita biru tua di meja teras rumahnya. Sekitar setengah jam lalu ketika ia pergi ke masjid untuk menunaikan salat Subuh dan mengambil ikan pesanan di dermaga, meja itu masih kosong. Namun, saat ia kembali, ada kejutan menantinya entah dari siapa.
Nindya mengedarkan pandangan, berharap melihat seseorang yang bisa ia tanyai. Hanya saja, yang ia jumpai hanya kebun gelap mengelilingi rumahnya. Bukit Nuba di belakang rumah terlihat sedikit menyeramkan. Suara jangkrik dan serangga-serangga lain membuatnya cepat-cepat melangkah ke teras agar suasana mencekam itu tidak membuat bulu kuduknya merinding.
"Masa ini dari Zayn?" Nindya mengambil kotak itu dan membawanya ke dalam rumah. Setelah meletakkan ikan sarden di meja dapur, ia ke ruang depan untuk membuka kado misterius itu. Namun, gerakan tangannya berhenti ketika melihat kertas kecil terselip di bagian bawah pita. Dahinya mengernyit kala tulisan tangan itu tampak sangat familier. "Kai?"
Saat di masjid tadi, Nindya tahu kalau Kai dan Faizal ikut berjamaah. Ketika hendak ke dermaga, ia sempat melihat dua lelaki itu berjalan pulang ke rumah. Nindya yakin bahwa Kai sengaja meletakkannya di teras saat tidak ada orang sehingga tidak perlu dicurigai oleh siapa pun.
Di dalam kotak itu, ada sebuah kain tenun cokelat tua dengan garis-garis warna oranye, merah, dan kuning. Tiba-tiba Nindya tersenyum dan ketika menyadari lengkungan manis di bibirnya, ia segera menggelengkan kepala mengusir rasa hangat yang menyusup masuk ke relung hati.
"Ini pasti beli di pasar UMKM kemarin," celetuk Nindya sembari melipat kain tenun ikat itu. Ia mengambil benda-benda lain di dalam kotak. Ada empat gelang manik-manik, dua ikat rambut, dan sebuah buku diari kecil bergambar Cinderella. "Ini anak sempet-sempetnya bikin ginian."
Nindya tidak tahu mendapat dorongan dari mana untuk memakai salah satu gelang yang terbuat dari untaian kancing baju berwarna-warni. Senyumnya kembali mengembang dan kini ia membiarkannya. Ukuran gelang itu sangat pas di pergelangan tangannya seolah si pembuatnya memang mengetahui ukuran tangannya dengan tepat.
Tidak seperti kebanyakan laki-laki yang hobi gim atau menonton film di indekos, Kai akan memanfaatkan waktu luang untuk berkeliling Salatiga dan sekitarnya. Sesekali lelaki berambut hitam legam itu akan main ke rumah Nindya. Di bangunan lantai dua itulah Kai belajar membuat kerajinan tangan. Apabila sudah bertemu dengan berbagai macam peralatan seperti manik-manik, benang rajut, kain flanel, Kai akan memilih berkutat dengan benda-benda itu dibanding ponselnya.
Ada banyak hasil karya Kai yang masih sempat Nindya koleksi. Ketika putus dengan Kai, ia mengeluarkan semua barang itu dari kamarnya. Ibunya bersikeras menyimpan benda-benda itu dengan alasan akan dijual, tetapi ia tidak pernah tahu bagaimana nasib semua benda itu sekarang.
Usai memuaskan mata dengan pernak-pernik lucu itu, Nindya meraih kertas kecil yang sejak tadi ia abaikan. Tulisan Kai belum berubah. Masih seperti tulisan dokter yang susah dibaca. Namun, otaknya terlanjur mengingat setiap huruf dan garis khas Alfikai Pratama, sehingga ia bisa membaca pesan itu dengan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dusk till Dawn [Selesai]
Romance1st Winner of EDITOR CHOICE at Author Got Talent 2022 by Penerbit Prospec Media. *** Nindya memutuskan tinggal di Lamakera yang jauh dari kota sejak Kai, kekasihnya, tidur dengan sahabatnya sendiri. Di Lamakera, Nindya membangun bisnis penginapan d...