Senja lebih jingga dari pada biasanya. Ornamen Kastil Musim Dingin berkilauan memantulkan serat keemasan di antara jalinan pita putih di pojok-pojok bangunan. Untuk kesekian kali mengakrabi momentum kegembiraan bersama rapsodi yang seirama dengan sorak-sorai insani di tengah kegembiraan nan syahdu sore itu.
Vallahan tengah bergembira. Tawa menyambut tatkala Irina melangkahkan kaki menuju imam besar di depan sana. Bunga-bunga bermekaran di setiap sapuan langkahnya. Baju kenegaraan melekat di tubuh ranum perempuan itu. Gaun hitam membentuk tubuh indahnya manakala jubah berwarna senada menjilat-jilat lantai di balik punggung Irina. Rambutnya dijalin dan digelung ke belakang, menampakkan leher pucatnya yang jenjang. Kalung bermata berlian melekat di sana. Menampakkan wujud nyata calon ratu Vallahan yang absolut. Pewaris takhta yang sah.
Seluruh paru-paru menahan napas tatkala Irina melangkah menaiki tangga untuk menuju imam besar yang tengah menunggu. Tempat duduk berlapiskan beludru marun di aula Kastil Vallahan itu dipenuhi oleh petinggi kerajaan dan peri-peri agung. Mereka dengan sumringah memandang calon ratunya. Pancaran mata yang lebih terang dari kandil-kandil lampu. Mengisyaratkan bahwa momentum bahagia itu begitu ditunggu oleh setiap napas yang ada di sana.
Irina menapaki langkah terakhir tepat di hadapan muka sang Imam. Ia mengangkat sedikit gaun, membungkuk untuk memberikan penghormatan. Sang Imam memberikan Irina sepasang bola dan tongkat yang diletakkan di atas bantalan. Irina menerima dan menggenggam keduanya.
"I crown you, Irina Earwen, using the ice crown as the embodiment of the absolute queen of Vallahan Court. You will wear this crown for the rest of your life. Through all kinds of madness, sorrow, and misery¹."
Irina berbalik ke arah seluruh rakyatnya dengan kedua benda yang masih di genggam pada kedua telapak tatkala mahkota emas itu disematkan di atas kepalanya.
***
Jantung Irina berdegup kencang tatkala memandangi penjuru kontinen Vallahan dari puncak tertinggi Kastil Musim Dingin. Menduduki kursi tertinggi layaknya menjadi tameng di garda terdepan dalam suatu peperangan. Menyerang dan bertahan, garda terdepan selalu menjadi yang pertama melakukannya. Baik ketika melakukan keduanya, Irina harus menjadi insan yang merengkuh rakyatnya.
Ia tak perlu repot-repot menelangkupkan jubah beludru pada kedua pundaknya yang terbuka. Gaun yang ia pakai tatkala penobatan berlangsung masih melekat di tubuh Irina. Namun, ia tak terlihat terdistraksi dengan butir-butir salju yang turun dan mengecup lapisan kulitnya.
Dua bulan telah berlalu semenjak Kaldron retak. Selama itu, Irina melakukan pelatihan untuk menaklukkan es yang menjilat-jilat di urat nadinya. Ia mengurung diri di perpustakaan kerajaan untuk memahami segala macam ilmu kepemerintahan dan politik. Barangkali ia beruntung atau semesta telah menggariskan Irina untuk dapat menduduki singgasana Vallahan, sebab tak butuh waktu lama bagi Irina untuk memahami segalanya.
Irina memandangi rumah-rumah di luar kerajaan yang atapnya berselimut salju. Rakyat yang terakhir kali Irina ingat lebih memilih bergelung di dalam selimut dan berdiam di hadapan perapian tatkala salju turun, kini mereka tertawa dan bergembira di jalan-jalan kota. Sorot lampu kekuningan menerangi ujung-ujung jalan manakala senyum menghiasi setiap bibir insan yang ada di sana.
Irina menoleh ke samping tatkala tapak kaki yang sangat ia kenali menghentak berjalan ke arahnya. Di atas puncak tertinggi Kastil Musim Dingin di mana ia dapat melihat seluruh penjuru kontinen, Siagren muncul dari balik punggung Irina. Rambut keperakan yang senada dengan milik Irina dijatuhi salju. Pria itu mengenakan baju kenegaraannya. Sepatu bot hitam setinggi lutut menelangkupi tungkai berbalut celana bahan putih dengan kemeja yang berwarna senada. Jas sepanjang tungkai yang hanya ditelangkupkan di kedua pundaknya menimbulkan bunyi gemerincing tatkala rantai dan atribut kerajaan yang terpasang di sana saling bertubrukan seiring dengan gerakan sang empunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Sword (Tamat)
Viễn tưởngIrina Eärwen adalah pembunuh bayaran dan ahli pedang yang berjiwa bebas. Hari-harinya diisi dengan berlatih bersama Sean, teman sehidup sematinya di Gelanggang. Suatu malam, sosok yang tak disebutkan namanya membayar mereka untuk menghabisi pria be...