𝐐𝐨𝐒☽ ii. Beauty and The Fighter

1.8K 176 3
                                    

Negeri cahaya dianugerahi siang yang begitu indah. Tak pernah berubah setelah enam tahun setelah kemerdekaan Álfheimr. Perdagangan tumbuh dengan begitu pesatnya bahkan menduduki posisi sebagai Negeri Sentral sebagai poros roda perekonomian Álfheimr. Rakyat penuh suka cita sebab belenggu Artemis tak lagi menjerat mereka.

Setelah Sang Ratu Api menduduki takhta Vallahan selama enam ratus tahun dan menjajah Álfheimr selama lima belas tahun, kejayaan Negeri Cahaya kembali seperti sedia kala. Hal itu tentu saja karena Sang Raja melakukan tugasnya dengan baik. Begitu baik hingga peri-peri rendahan yang menghabiskan nyaris seluruh hidup mereka untuk bertarung satu sama lain di Gelanggang memiliki lebih banyak waktu bersantai.

Matahari begitu bersinar terik tatkala serat-serat keemasan menyinari setiap ornamen penting di negeri itu. Memantulkan cahaya dari dua tubuh berkilauan yang berusaha saling membunuh di tengah gelanggang. Ratusan peri yang duduk di tribun bersorak sorai tatkala salah satu peri itu terpental jauh menghindari tebasan pedang yang nyaris memisahkan kepala dengan badannya.

Sorakan itu semakin menggema. Hiburan semacam itu adalah makanan sehari-hari insan yang tinggal di Gelanggang. Kegiatan berdosa yang dipandang sebelah mata oleh peri agung karena mereka tak lebih seperti kaum bar-bar yang saling membunuh saudaranya. Tentu saja hal itu hanya kiasan, sebab peri rendahan yang terlahir tanpa kesaktian apa pun telah ditakdirkan berdosa. Mereka disisihkan layaknya serangga yang begitu mengganggu. Peri agung yang memiliki kesaktian menjadi pelayan dan ksatria di istana. Manakala peri biasa yang tidak memiliki kesaktian namun otak mereka cukup cemerlang untuk digunakan, mereka hidup dengan layak di kota bahkan beberapa cukup beruntung dianugerahi gelar bangsawan oleh raja. Hal yang begitu berbeda dengan keadaan peri rendahan yang lahir tanpa kesaktian dan otak cemerlang untuk berpikir. Mereka hanya memiliki otot untuk berkelahi dan mulut yang berbicara lebih cepat dari pada pikiran. Di Negeri Cahaya, sekat semacam itu terlihat dengan jelas. Para aristokrat menilai dirinya setinggi yang mereka bisa.

Irina bersedekap tangan. Bibir berlapiskan lipstik merah menyeringai seiring dengan teriakan peri di sekitarnya. Ia memandangi dua insan di tengah gelanggang bertarung habis-habisan. Seorang pria berambut coklat yang baru saja terpental menghindari tebasan pedang bangkit lantas menepuk kedua lututnya yang berbalut pelindung. Ia mengais kedua belati yang beberapa waktu terjatuh, matanya memandang jenaka seorang pria bertubuh jauh lebih besar darinya dengan pedang di tangan kanannya. Pria berambut coklat itu tertawa-tertawa di tengah gelanggang layaknya peri yang kehilangan akal. Beberapa darah menetes dari hidungnya bekas pukulan lawan. Pelipisnya sobek. Namun, Ia sama sekali tak terlihat terusik.

"Pertandingan hari ini tidak terlalu menyenangkan. Sudah jelas si Rambut Merah menguasai permainan."

Dua peri pirang di sisi kanan Irina saling berbisik. Membuat perempuan itu mengalihkan atensinya lantas mencondongkan badan ke samping, "aku bertaruh lima belas krat. Permainan akan selesai dalam sepuluh detik dan pria berambut coklat adalah pemenangnya."

Dua peri itu memandang Irina aneh. Wanita rupawan yang terkenal begitu lihai memainkan pedang layaknya menari berkata pada mereka. Irina begitu menawan hingga peri laki-laki begitu tertarik dan membuat peri wanita terusik. Seluruh peri di gelanggang diam-diam mengaguminya, sebab Irina adalah satu-satunya wanita yang ikut bertarung di Vallahan untuk kemerdekaan Álfheimr enam tahun yang lalu. Hanya peri agung dan ksatria yang diperbolehkan perang serta beberapa peri rendahan yang terpilih. Sebagai negeri yang memegang kuat tradisi, mereka meyakini bahwa wanita tak boleh turun di medan perang, sebab sebagai seorang wanita apalagi jika itu bangsawan maka tugasnya adalah mengatur dan menata rumah serta mengadakan pesta. Tentu saja hal itu berbanding terbalik dengan Irina. Wanita itu begitu tangguh, ketangkasan yang telah teruji di medan perang. Bahkan rumor mengatakan gagang pedangnya terbuat dari bagian tubuh makhluk mitos yang berhasil dikalahkannya di medan perang.

Queen of Sword (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang