Irina memandangi mawar yang merambat di pagar balkon mansion Utopia. Bunga itu didominasi oleh warna merah, beberapa memiliki semburat keputihan. Siang tak begitu terik. Namun, hangatnya cukup untuk menghempas sedikit rasa menggigil di tubuh Irina yang sejak semalam enggan pergi. Perempuan itu masih merapatkan kain yang melingkupi tubuhnya, sesekali membelai kupu-kupu yang hinggap di mawar itu.
Ia berada di kamar Raja. Menunggu Siagren selesai mandi untuk membicarakan pertemuannya dengan Batseba; Sigillia. Kamar Siagren di Utopia tak terlalu luas layaknya di istana, karena tentu saja mansion memiliki perbedaan ukuran dengan istana. Arsitekturnya tak begitu terbuka, barangkali karena berada di ketinggian, sehingga angin malam dapat mengganggu ketenangan. Ruangan itu berwana krem dengan kandil-kandil lampu besar yang bergantung di tengah ruangan. Di pojok terdapat lukisan abstrak yang didominasi warna hitam. Tempat tidur berukuran besar di balut kain satin. Nyaman dan mewah untuk kamar seorang Raja.
Irina dapat merasakan kehadiran seseorang di belakangnya, sehingga tatkala Siagren belum cukup dekat perempuan itu telah membuka mulutnya.
"Sigillia, seorang malaikat yang kita sebut Batseba berkata padaku bahwa burung itu menginginkan sesuatu dari diriku." Irina dapat merasakan tubuh Siagren yang lembab manakala pria itu berdiri di sampingnya. Rambutnya berantakan dan jubah tidur berwarna hitam memperlihatkan sedikit dadanya yang bidang.
"Aku sudah mendengar tentang Sigillia dari Helios dan mengerti alasan mengapa Dante selalu bungkam. Kudengar makhluk itu juga memberimu teka-teki, bukan?"
Irina mengangguk lantas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya. Namun, sebelum bertanya lebih jauh makna dari teka-teki itu, Helios membawaku pergi dan celakanya aku tak mengingat bunyi teka-teki itu."
Siagren menghela napas, pria itu memandang sebuah bulan kesiangan yang berkedip di langit siang Utopia. Bulan sabit yang serupa dengan tato di punggung Irina. "Kau harus siap untuk memberikan bagian mana pun darimu yang ia mau, karena foniks bisa saja hanya meminta sehelai rambutmu dan bahkan nyawamu."
Irina berdiam sesaat. Entah mengapa ia tak terlalu memikirkannya, sebab apa pun yang diminta burung itu darinya, ia tak akan masalah karena tekatnya sudah bulat bahwa ia akan benar-benar menggenggam hal yang seharusnya Irina lakukan.
"Jadi, kapan kita akan berangkat?"
Siagren menatap Irina lamat-lamat seakan menelanjangi perempuan itu. Pandangannya sarat akan kepastian. Matanya diselimuti beribu topeng yang membuat Irina tak dapat menerka maksud dari tatapan itu.
"Malam ini."
***
Bulan berada tepat di atas kepala. Nyanyian malam menggema di seluruh indera pendengaran Irina. Sayup-sayup suara peri air berbisik, menelan satu dua berisik di sekitar. Irina dan Siagren saling berhadapan, sesekali Sven mengintervensi percakapan pasangan darah itu. Hingga tak begitu lama, seseorang lain muncul dari sudut yang tidak Irina perhatikan. Pria itu memakai baju kulit ksatria kerajaan, di punggungnya dua bilah pedang bersilangan.
"Sean, bagaimana bisa?" Irina mendekat, memandangi pria itu keseluruhan. Rambutnya yang semula pandang dan ikal dicukur hingga beberapa senti dari kulit kepala. Kulitnya kecoklatan dan lebih kekar dari yang terakhir kali Irina ingat. Irina merasa air muka Sean lebih cerah, jelas sekali pria itu bahagia dan menikmati kehidupan barunya.
"Seperti yang kau lihat, seseorang menawariku menjadi ksatria kerajaan. Seseorang yang telah kupercayai untuk menjagamu." Pria itu menunjukkan kerlingan pada Irina lantas memamerkan emblem ksatrianya.
Siagren hanya tersenyum miring, "semua telah berkumpul, jadi kita bisa berangkat sekarang," pria itu bersedekap dada.
Sven menginterupsi, menarik seluruh atensi ke arahnya. "Tunggu, hanya kita berempat? Lalu bagaimana dengan Helios dan Dante? Aku kira kita akan berangkat berlima. Biarkan Sinala mengurus urusan rumah tangga kerajaan dan Morgan mengurus pemerintahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Sword (Tamat)
FantasiIrina Eärwen adalah pembunuh bayaran dan ahli pedang yang berjiwa bebas. Hari-harinya diisi dengan berlatih bersama Sean, teman sehidup sematinya di Gelanggang. Suatu malam, sosok yang tak disebutkan namanya membayar mereka untuk menghabisi pria be...