𝐐𝐨𝐒☽ xvii. The Cauldron

557 130 7
                                    

Lonceng bahaya merambah ke ujung jari-jari kaki Irina, ke kedua tungkai, ke perut, ke tangan, ke ujung kepala hingga rambutnya. Hukuman mati tak membuatnya menggigil lebih dari hukuman paling mati yang diucapkan Sinala untuk seluruh Elyxir bahkan Alfheimr. Kedua tangannya yang terikat membuat Irina mual. Ia mual karena tak pernah merasa tak berdaya layaknya sekarang. Kedua kakinya terikat, tubuhnya juga. Aroma laut yang semula ia senangi membuat Irina muak, sebab barangkali di sinilah hukuman mati untuk semua makhluk akan dimulai.

Sinala berjalan mengelilingi Kaldron. Bunyi air yang mencumbu kakinya menggema di seluruh penjuru gua sebab Irina terlalu kelu untuk berbicara. Gaun peraknya menjilat-jilat lantai bebatuan tatkala rambut keemasannya melambai yang tak perlu repot-repot disilakan, sebab tak sedetik pun ada angin yang berniat menerbangkan.

"Bagaimana tanggapanmu, Irina Sayang? Aku telah berbaik hati memberimu kesempatan menjadi pasangan darah Raja. Membiarkanmu mendapatkan hak sebagai pewaris takhta Vallahan. Namun, rupanya sesuatu itu tak membuatmu berpuas diri. Kau menginginkan satu-satunya yang kuharapkan dari Raja. Kau menginginkan hatinya dan mendapatkannya. Serta pernikahan? Omong kosong apa yang kalian bicarakan, huh?" Sinala kembali duduk di batu yang beberapa waktu yang lalu ia tempati. Senyum lagi-lagi menghiasi bibir merahnya. Tato bulan sabit di dahinya berkilat dalam satu tarikan napas tatkala sang luna memancarkan cahayanya sebelum kembali tertutup awan.

Percayalah bahwa Irina menekan egonya dengan begitu kuat. Ia dengan hati-hati berusaha tidak melontarkan kata-kata yang membuat Sinala sakit hati, sebab keberadaan seluruh semesta berada di tangan wanita itu. "Kau bisa membicarakannya dengan Siagren, Sinala. Tidakkah kau sadar bahwa menghancurkan Kaldron sama dengan menghancurkan semesta? Tolong lepaskan aku dan kita bertiga akan bicara. Dengan baik-baik dan kepala dingin, kau mungkin akan mendapatkan apa yang kau inginkan."

"Apa kau benar-benar tahu apa yang kuinginkan? Apa kau benar-benar tahu apa yang kurasakan ketika setiap hari harus mengenakan tudung dan berkutat di perpustakaan kerajaan? Bertahun-tahun, Irina, bertahun-tahun aku mengabdikan diriku supaya Raja melihatku. Tapi kau? Apa yang telah kau korbankan? Hanya sepasang netra yang bahkan salah satunya milik Siagren? Kau hanyalah peri rendahan yang hanya beruntung dilahirkan oleh peri agung. Kau adalah peri bar-bar dari Gelanggang yang telah lancang menginginkan hati seorang Raja." Sinala mendesis. Kedua tangannya mengepal di atas kedua paha. Gestur yang praktis membuat beberapa makhluk bercahaya lagi-lagi terbang menuju sumur tempat Sigillia ditawan.

Irina menunduk dan dengan susah payah ia menelan ludah. Kemarahan Sinala sama dengan mendekatkannya ke arah kematian pun mendekatkan Alfheimr ke ambang kehancuran. Irina tidak boleh gegabah jika ia mau segalanya berjalan layaknya yang ia inginkan.

"Sinala, kau tahu benar bahwa apa yang berjalan berawal tak sesuai kemauanku. Dengan susah hati aku berusaha mengemban segalanya di atas kedua pundakku, bahkan tatkala kebebasan berada di depan mata dan ingin kupeluk. Terkadang, segalanya berjalan tak sesuai yang kita mau. Jadi, kembalikan Kaldron ke kuil dan aku akan berpura-pura bahwa ini semua yak terjadi. Aku akan berpura-pura bahwa aku pergi dari Kastil Musim Dingin menuju Elyxir karena kemauanku sendiri."

Sinala terkekeh manja. Suara gemulainya menggema di seluruh penjuru gua. Tak mengintimidasi. Namun, terkesan mengejek sang calon ratu Vallahan di depan batang hidungnya. "Bagaimana aku bisa percaya, hm? Mungkin seisi istana mencarimu sekarang. Lalu, bagaimana aku bisa menjamin bahwa mulut cantikmu itu tak akan terbuka? Lagi pula, aku tak berniat melepaskanmu," Sinala memainkan ujung rambutnya dengan jari-jari, "apakah kau pernah mendengar dunia di antara, Irina? Dunia kosong yang berada di antara dunia bawah di mana para iblis hidup dan dunia atas di mana malaikat bebas beterbangan. Itu adalah tempat di mana jiwa-jiwa yang belum menemui ajal sebelum waktunya pergi. Menurutmu, bagaimana jika kita hidup di dunia itu?"

Queen of Sword (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang