Sejak kapan Vander menjadi anak penurut? Memang iya, kalau dirasa egonya masih bisa dilawan. Tapi kali ini bukan saatnya. Ada urusan yang harus dia selesaikan. Lagi dan lagi menyangkut orang lain sementara dirinya sendiri terabaikan.
Pagi hari saat seharusnya Vander tidak pergi ke manapun, malah sudah siap dengan seragam lengkap. Dia sedang menunggu kedatangan Jami. Nekat mengambil jalur ala maling, keluar dari jendela untuk kabur.
Ponselnya berdering karena panggilan dari Jami. Segera Vander bersiap namun naas, saat dia beranjak monster di kepalanya kembali berulah. Terlalu menyakitkan sampai kakinya tak mampu menopang.
"Kenapa harus sekarang sih. Argh!" Terduduk menyandar dinding dekat jendela, kepalanya dia pukul berharap sakit di dalam dapat segera luruh.
Vander mengerang. Satu-satunya penyelamat berada dalam tas. Saat dirasa mendapat tenaga, dia acak tasnya brutal mencari tabung berisi butir-butir pil pahit.
Buliran keringat sudah membuat rambutnya basah bahkan sebelum dia lancarkan aksi melarikan diri. Ponselnya terus berdering dan Jami sudah bersungut-sungut kesal karena waktu masuk semakin dekat.
Sampai tak menyadari Vander datang dengan wajah bermandikan keringat serta pucat.
"Anjing lama banget bangsat."
"Sorry sorry."
"Lagi lo ngapa sampe dilarang sekolah segala? Dipingit lo?"
Sambil mengenakan helm setelah naik di belakang Jami, Vander menjawab, "Panjang ceritanya. Buruan berangkat. Ngepot-ngepot kalo perlu."
"Ngepot pala lu pitak."
Meski berujar tak setuju, tetap saja Jami lajukan motor Ninja nya bak pembalap handal di sirkuit.
Sayang. Pintu gerbang baru saja ditutup bahkan satpam masih memegang handle gerbang dari dalam.
"Vander lagi, Jami lagi," ucapan sang satpam terdengar bahwa bukan pertama kali mereka terlambat.
"Thank you pak bro!" teriak Vander seraya mengangkat tangan setelah dibukakan gerbang.
Si satpam menggeleng melihat polah siswa-siswa itu. "Tengkyu tengkyu. Belum aja dihukum bocah."
Tidak mungkin lolos begitu saja, dua siswa yang dicap berandal sekolah itu tetap mendapat hukuman. Beruntung mereka mengambil undian hukuman yang tidak berat, memangkas rumput di belakang sekolah. Sengaja di lama-lamakan, karena pemandangan dekat danau malah membuat betah.
Mereka rebahkan diri di rerumputan bawah pohon setelah selesai dengan satu petak tanah penuh ilalang. Vander pejamkan mata menikmati sepoi angin. Sejenak segala beban dalam otaknya ikut terbang, meski tetap kembali.
"Jam, lo beneran suka sama Adek gue?" tanya Vander tiba-tiba dengan mata masih tertutup.
Malah Jami yang membuka mata dan dihadapkan pada hamparan langit berawan. Tapi dia tak menjawab. Hingga Vander kembali bertanya, "Lo yakin perasaan lo udah selesai sama Syahnaz?"
Lalu tiba-tiba Vander buka mata lanjut duduk saat tak kunjung mendapat jawaban. "Kalo belum yakin, gue minta jangan terlalu jauh. Walaupun lo sahabat gue, gue tetep nggak bakalan diem kalo lo nyakitin Adek gue."
Selanjutnya hanya hening. Pikiran keduanya berkelana ke arah masing-masing. Mata mereka yang kosong diisi gerakan air di danau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pleaser ⁽ᴱᴺᴰ⁾
FanfictionOrang lain? Nomor satu untuk Evander. Lalu dirinya? Ada di nomor sekian sekian sekian. 𝐏𝐞𝐨𝐩𝐥𝐞-𝐩𝐥𝐞𝐚𝐬𝐞𝐫 (adj.) adalah sebutan bagi seseorang yang selalu berusaha melakukan atau mengatakan hal yang menyenangkan orang lain, meski bertentang...