15. A Monster

1.4K 157 17
                                    

Nongkrong di atas motor sambil makan jagung bakar di hari Minggu pagi terkesan romantis jika dilakukan oleh dua orang berbeda jenis kelamin. Tapi hubungan mereka hanya sebatas sahabat yang entah kenapa akhir-akhir ini selalu berdua. Bukan tanpa sebab, mereka lah yang tidak memiliki masalah rumit seperti empat teman lainnya.

Joshua dan Citra, keduanya mengikis jagung di genggaman namun mata fokus pada sebuah rumah. "Ini kita yang kelewat gabut apa males aja sih? Harusnya kaya Jami mendadak ambis, kaya Sandi sok sibuk acara keluarga, atau kaya Laura sama Vander yang ilang-ilangan," sarkas Citra.

"Julid ya mulut lo."

Si gadis berdecak, "Pusing gue Shu. Mau UN malah percintaannya pada bermasalah."

"Emang Jami gitu?"

"Lah lo nggak ngeh Jami udah nggak nempel-nempelin Jihan lagi habis jotos-jotosan sama Vander di turnamen itu?"

Sempat diam sejenak, lalu Joshua membulatkan mulut. "Peka juga lo. Masalah restu pasti tuh."

Tiba-tiba Citra bergerak brutal menepuk-nepuk lengan Joshua membuat jagung hampir terjun. Sudah akan diprotes, tapi arah telunjuk Citra membuat mereka segera bersiap.

"Buruan buruan! Keburu jauh!" seru Citra dengan arah mata terpaku pada Sandi yang keluar gerbang rumah mengendarai motornya.

"Anjrit elo yang buru," kesal Joshua melihat Citra gagal memasang pengaman pada helmnya. Diapun membantu, "Gini doang kaga lulus lulus lu."

"Bawel. Helm lo yang ribet," Citra membela diri lalu segera mendaratkan pantat di belakang Joshua.

Kendaraan roda dua berwarna kuning milik Joshua melaju mengikuti kecepatan Sandi. Namun masih menjaga jarak agar tak ketauan membuntuti.

"Jangan mepet-mepet ege. Motor lu kentara banget ini," dikendalikan oleh Citra ketika Joshua tak sabar sampai hampir berada dalam jangkauan mata Sandi.

Si pengemudi berdecak. "Iye iye bawel," kata Joshua fokus pada jalanan.

Mereka pikir 'acara keluarga' yang dimaksud Sandi berada di gedung atau minimal rumah saudara. Ternyata memasuki area rumah sakit terbesar di kota.

"Kok ke sini ya? Apa Ibunya sakit?"

"Lo tanya gue, gue tanya siapa?" Joshua membalik pertanyaan Citra setelah pastikan motor kesayangannya dalam posisi tepat di area parkir.

Dari sisi Sandi, dia berjalan tanpa bertanya seolah sudah biasa melewati lorong demi lorong. Tibalah dia di sebuah ruang rawat VIP, mengetuk pintu, dan menunggu dibuka dari dalam.

Begitu dibuka, Citra dan Joshua mendesah sesal karena tidak bisa mengikuti serta tidak tau siapa pasien dalam kamar itu. Keduanya putuskan duduk, menunggu di bangku tak jauh dari ruang.

Beralih ke Sandi, senyumnya masih setia kala kedatangannya disambut dengan tawa. Di depannya, si pasien berbaring di ranjang dikelilingi adik-adik dan sepupunya.

"Lo beneran dateng," menjadi salam sapa Vander mendapati sang sahabat datang di hari menegangkan baginya.

"Sesuai janji gue," jawab Sandi.

Tak berselang lama Sakti bersama dua perawat pun datang. "Sudah siap, saudara Evander Jiwo Edelwards?"

Dijawab, "Siap nggak siap harus siap 'kan?"

"Ok good." Sakti beralih ke orang tua Vander. "Hasil lab, EKG, CT Scan semua aman ya. Silahkan untuk informed consent nya ditandatangani om atau tante."

Sakti serahkan beberapa lembar kertas pada orang tua Vander, diikuti berbincang kecil mengenai tindakan yang akan dilakukan.

"Terima kasih ya Sakti, sampe repot-repot urusin berkas. Jadi nggak enak padahal kamu sibuk."

Pleaser ⁽ᴱᴺᴰ⁾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang