17. Getting Worse

1.4K 157 35
                                    

Helaan napas berkali-kali keluar dari mulut Citra. Beberapa kali pula dia buka lalu tutup telepon genggamnya untuk memastikan sesuatu, meski nihil,

"Laura masih nggak mau angkat telepon gue," keluh Citra.

Laki-laki di depannya aka Sandi melirik Vander yang sedari tadi menatap kosong ke depan. Maka dia senggol lengan temannya itu membuat Vander tersentak.

"Gue ke kelas duluan," ucap Vander dan berdiri tinggalkan tiga teman di kantin sekolah.

Joshua menenggak air mineral sampai tandas. "Kalian betah persahabatan kita gini-gini doang?" tanyanya kemudian.

Kedikan bahu dia dapat dari Sandi, ditambah, "Jami sama Laura sama-sama susah dijangkau. Kita temenan lama nggak menjamin bisa gampang ngeluruhin kerasnya mereka."

Tiba-tiba Citra menggeram dan meremat rambutnya sendiri menggunakan kedua tangan. Citra resah dengan hubungan persahabatan mereka yang mulai retak. Namun dalam waktu yang sama juga tak tau bagaimana membuat keretakan itu pulih.

"Ntar gue coba ngobrol sama Laura deh," tukas Citra terdengar ragu.

...

Selepas kejadian saat futsal yang membuat kaki Mizan cedera, anak itu sudah mulai aktif walau tetap pergerakannya terbatas. Dia istirahatkan diri di bangku pinggir lapangan basket, meluruskan kaki yang terasa ngilu. Beruntung Vander tidak di sekitar jadi dia aman dari omelan sang kakak.

Sejak Mizan cedera, Vander semakin protective. Si sulung itu bahkan mewanti-wanti semua teman Mizan untuk mengawasi sang adik selama di sekolah. Pun Dicky tampak menghindar. Terbukti dia rela berjalan memutar agar tidak melewati depan Mizan.

"Ajaib banget tu anak jadi pendiem, nggak cari masalah." Seorang teman ikut duduk di samping Mizan sama-sama menatap ke arah sama; Dicky.

"Bagus deh. BK jadi nggak perlu repot-repot mikir hukuman apalagi buat tu anak."

Si teman terkekeh kecil. "Tapi kakak lo juga langganan dihukum. Kalo Kak Vander dan kawan-kawan lulus prediksi gue bakal sepi ni sekolah," katanya tiba-tiba.

Mizan mendengkus. "Sepi nggak ada yang ngerjain guru?"

"Bener. Kocak banget yang waktu Kak Vander sama Kak Jami bikin guru olahraga muterin sekolah nyari bola. Gara-gara diumpetin semua sama mereka." Dijeda gelak tawa lalu diimbuhi, "Untung habis itu mereka baik mau jemput anaknya Pak Erwan dari TK gara-gara ban motor beliau bocor. Jadi malah diampuni, bebas hukuman."

Memang adiknya saja tidak habis pikir kejailan kakaknya itu sudah mendarah daging sejak kecil. Dia lah salah satu korban, walaupun seiring berjalan waktu Vander berubah menjadi sama sekali tidak mau membuat adik-adiknya luka sedikitpun.

Nostalgia Mizan buyar ketika seorang siswa tergopoh menghampirinya. Menumpu kedua tangan di lutut dan berbicara terengah-engah, "Zan kakak lo一kakak lo pingsan."

Spontan Mizan berdiri dan berlari ke ruang kesehatan yang ternyata telah ramai oleh kerumunan orang. Mizan menyelip di antara badan-badan, berakhir pada brangkar di mana sang kakak terbaring tak sadarkan diri.

"Bubar semua! Kakak gue bukan tontonan!" teriak Jihan mengusir.

Orang-orang yang tadinya penasaran mengintip di jendela pun mendesah kecewa ketika tirai ditutup.

Mizan mematung saat Jihan mengotak-atik ponsel melakukan panggilan. "Halo Kak Sakti? Kak Vander drop di sekolah," ucap Jihan bergetar.

Sepertinya Jihan mendapat arahan dari Sakti, karena gadis itu langsung mencari denyut nadi di pergelangan tangan kakaknya. Lanjut mengambil oxymeter di lemari peralatan kesehatan dan memasangnya di telunjuk sang kakak. Dia bacakan hasilnya kepada Sakti.

Pleaser ⁽ᴱᴺᴰ⁾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang