Vander terlambat ke kantin karena membantu ketua kelas yang kesusahan membawa hasil tugas untuk dikumpulkan ke guru.
Terkesan naif jika Vander tidak menyadari perubahan sikap teman-temannya. Melihat dari jauh bagaimana mereka tertawa di kantin tanpanya saja cukup menjadi petunjuk. Bukan. Bukan hanya karena itu, semakin jelas saat Vander menghampiri seketika lengkungan di bibir mereka mendatar.
"Gue mau bayar. Habis ini olahraga jadi sekalian ganti baju. Duluan," ujar Sandi menjadi yang pertama kali berniat meninggalkan meja. Baik, setidaknya masih pamit.
"Ya gue juga dong!" sahut Joshua, sebagai teman sekelas Sandi.
Raut muka Vander sendu. Apakah sebegitu kesal Sandi dengan dirinya hingga tidak sudi berada satu meja dengannya?
Hanya Sandi atau yang lain pun sama? Sebab tiba-tiba Citra menepuk jidatnya sendiri. "Lupa! Mau ngembaliin buku! Udah sebulan belum gue balikin alamat denda banyak. Ketemu nanti lagi ya guys!"
Maka tersisa Jami dan Laura yang saling melirik. Terasa canggung, sampai Vander bersuara, "Kalian nggak pergi juga?"
Lalu Jami bangkit. Pikir Vander sahabatnya itu akan mengikuti Sandi dan Joshua, ternyata kembali membawa semangkuk soto panas. Diletakkannya mangkuk itu di hadapan Vander.
"Gue temenin makan," katanya.
Sudut bibir Vander tertarik kecil. "Thanks mil." Dan jami berdecak atas panggilan itu.
Selama Vander makan, tidak ada satupun memulai perbincangan. Baik dari Vander yang enggan memulai, juga dari Jami dan Laura yang masih bingung dengan diri mereka sendiri.
"Nder? L-lo? sehat?" pada akhirnya Laura mengawali. Entah karena apa dalam otaknya hanya ingin menanyakan itu.
"Ya. Sehat banget. Sebenernya dari kemarin juga udah sehat. Lo tau sendiri gimana kanjeng ratu kalo udah bersabda."
Laura membalas dengan cengiran canggung. Dan itu, menjadi suara terakhir di antara ketiganya. Laura mengamati sekitar untuk peralihan一enggan bertemu tatap dengan Vander. Sedangkan Jami fokus pada ponsel, membuat Vander sedikit heran. Seingatnya, baru kemarin dia dengar kabar bahwa Jami tidak lagi berstatus pacaran.
Vander kesal dengan dirinya sendiri. Padahal baru pertengahan hari otaknya digunakan untuk berpikir keras selama pelajaran, kepalanya sudah seperti akan meledak. Berakhir meminta izin pada guru, pergi ke toilet meminum pil pereda nyeri dosis tinggi yang kini menjadi kawan kemanapun dia pergi.
Dia cengkeram pinggiran wastafel disertai mengerang kecil selama menanti obat bekerja. Setelah dirasa reda, dia basuh wajahnya yang tampak kuyu bermandikan keringat.
Hal mengejutkan datang dari salah satu bilik toilet. Seseorang keluar dan langsung bertemu tatap dengan Vander. Keduanya sempat membeku di tempat masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pleaser ⁽ᴱᴺᴰ⁾
Fiksi PenggemarOrang lain? Nomor satu untuk Evander. Lalu dirinya? Ada di nomor sekian sekian sekian. 𝐏𝐞𝐨𝐩𝐥𝐞-𝐩𝐥𝐞𝐚𝐬𝐞𝐫 (adj.) adalah sebutan bagi seseorang yang selalu berusaha melakukan atau mengatakan hal yang menyenangkan orang lain, meski bertentang...