20. Sayang Adik (2)

1.3K 162 22
                                    

Yang Jihan dan Mizan tau, selama satu setengah bulan kakaknya melakukan terapi sebanyak lima kali dalam seminggu hasilnya cukup memuaskan. Meski efek samping sering membuat si kembar meringis, namun tak bertahan lama. Nyatanya menjadi rekor dalam satu bulan itu Vander tidak sampai rawat inap di rumah sakit.

Dua hari lalu radioterapi dibarengi kemoterapi ke 28, hari ini Vander sudah bisa keluar kamar. Akhir pekan di kediaman Edelwards cukup membosankan bagi anak-anak. Sebab Amih sedang menemani Apih melakukan perjalanan bisnis ke Malaysia.

Jadilah Suva ditugaskan memantau, tapi sehari-harinya hanya dihabiskan tidur di kamar.

Jihan yang menonton tutorial make up di karpet berbulu dan Vander yang asik menonton serial Netflix di sofa dibuat heran karena mendengar isakan. Dipikir hantu, ternyata Mizan. Lelaki itu menangis sambil menatap layar ponselnya.

"Heh lo kenapa?" tanya Vander takut-takut. "Dicky ngehuhungin lo? Atau lo di-bully? Atau ada siapa lagi yang berani nyakitin lo?" dia sudah siap memasang badan. Kakak idaman sekali.

Namun Mizan masih tetap terisak sambil menghapus air matanya kasar. "Kesurupan jangan-jangan," celetuk Jihan.

"Enggak..hk...ini," dia tunjukkan ponsel pada kembaran dan kakaknya. "Kasian banget bapaknya jualan keset tapi nggak ada yang beli. Mana udah tua."

Lantas Vander dan Jihan saling tatap, selanjutnya tertawa bersama. Membuat Mizan menyambar ponselnya dan mengerucutkan bibir.

"Gue kirain kenapa," ujar Jihan di sela tawa. "Lembut banget sih hati adek kembaran gue ini," dilanjut mengusak rambut adiknya.

"Beneren sedih! Lokasinya deket sini. Besok pulang sekolah gue mau borong kesetnya."

Perlahan tawa Vander mulai mereda. "Kenapa nunggu besok kalo bisa hari ini?"

Si kembar kompak menoleh pada si sulung. Lalu Vander menambah, "Bangunin Kak Suva gih. Kita belanja sembako dulu buat bapaknya."

Dan Mizan yang paling semangat berdiri untuk berlari membangunkan si kakak sepupu. Butuh usaha besar memang, tapi Mizan berhasil menyeret Suva cuci muka di kamar mandi.

"Yang semangat dong! Mau menebar kebaikan ini!" seru Mizan tepat di belakang Suva yang berjalan loyo ke mobil.

Suva berdecak sambil membuka pintu mobil. "Harus sekarang banget? Hawanya enak dibuat tidur hoamm."

"Jangan menunda berbuat baik. Umur nggak ada yang tau," jawaban Vander walaupun datar mampu membungkam mereka yang berada di dalam mobil.

"Ekhem," dehem Suva. "Oke berangkat!" lalu melajukan mobil banteng milik Vander.

•°•°•°•

Di pusat perbelanjaan, mereka berempat saling melempar suara mendebatkan barang apa yang akan dibeli. Lama kelamaan dua troli terisi penuh.

"Kok jadi banyak banget?" tanya Jihan kembali membawa cemilan untuk dirinya sendiri.

"Sekalian dikasih kalo ketemu yang membutuhkan di jalan."

Jihan membulatkan mulut dan mengangguk paham kepada Vander. "Gue ambil totebag berarti ya biar gampang ngasihnya."

Keluar dari supermarket dengan tiga troli, mereka siapkan di kursi belakang agar mudah diambil. Kemudian lanjutkan perjalanan menemui target.

Sepanjang jalan mereka memindai setiap pinggir jalan mencari si penjual keset. Sesekali berhenti untuk memberikan bahan kebutuhan kepada orang-orang yang membutuhkan. Penjual dengan gerobak keliling yang reot, pencari barang bekas, pengemudi ojek online, dan beragam orang pekerja keras adalah penerima pemberian mereka.

Pleaser ⁽ᴱᴺᴰ⁾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang