Love, hope and pain...

5.6K 212 14
                                    

Author is back..!! Sebelum pada baca,, aku mau bilang makasih banget buat yang udah vote and comment,, buat yang cuma baca tanpa ninggalin jejak pun aku makasih banget kalian udah mau baca cerita ini..hehe,, apalagi buat yang follow,, sangat,, sangat makasih.. Terharu saya.. :')

Ya sudahlah,, gak usah Lama-Lama yaaa.. Semoga pada suka... Mungkin masih banyak kurangnya,, banyak typo juga.. Tapi comment n vote bener-bener ditunggu... Happy reading..!! ヽ(^。^)ノ

*****

"Aya!!" terdengar seruan Sarah yang memekakan telinga. Tanpa aba-aba Aya menutup kedua telinganya seraya memutar tubuhnya dan mendapati Sarah melangkah menghampirinya.

"Apaan sih, Sarah?" tanya Aya. Tangannya ia turunkan dari telinga setelah merasa 'aman'. "Lo mau bikin gue gak bisa denger ya pake 'suara indah' lo barusan?" tambahnya dengan penuh tekanan pada saat mengucapkan kata 'suara indah'.

Sarah hanya nyengir mendengarnya. Kemudian duduk di samping Aya dan merangkul bahunya. Aya terheran-heran dibuatnya.

"Ada apa sih, Sar?" tanya Aya bingung.

Ia melirik ke arah jam dinding di kamarnya yang menunjukkan masih pukul 07.00. Terlalu pagi untuk Sarah datang ke rumahnya jika ingat tak ada kuliah hari ini.

"Gak ada apa-apa," jawabnya. Kemudian menoleh pada Aya. "Sekarang cerita sama gue, gimana acara pulang bareng sama Arvinnya?"

Aya mengerutkan keningnya heran. Tapi sedetik kemudian tawanya meledak. Kini giliran Sarah yang menatapnya keheranan.

"Kok ketawa sih, Ay? Gue kan pengen denger jawaban, bukan ketawa lu," ujar Sarah. Aya masih terkikik geli. Sarah membiarkannya seperti itu. Beberapa saat kemudian tawanya mereda.

"Jadi lu ke sini cuma mau tanya gitu aja?" Sarah mengangguk. "Kepo lu," ujar Aya kemudian menyambung tawanya.

"Iiisssh! Aya!" seru Sarah kesal karena Aya malah menertawakannya. Ia mendorong pelan bahu Aya yang tadi dirangkulnya.

Sarah membiarkan Aya lagi. Menertawakan sesuatu yang menurutnya tak lucu sama sekali. Tapi Aya begitu heboh menanggapinya.

"Segitu kepo-nya sampe lu pagi banget datengin gue," ujar Aya setelah benar-benar menghentikan tawanya.

"Gue bukannya kepo. Tapi pengen tau aja kelanjutan hubungan lu sama Arvin," timpal Sarah membela diri.

"Sama aja, Dodol." Sarah nyengir. Aya mengubah posisi duduknya. Menyandarkan punggungnya ke dinding yang menempel dengan tempat tidurnya. "Riweuh (heboh-sunda) banget lu mah."

"Jadi gimana?" tanya Sarah lagi tanpa menghiraukan ucapan Aya. Terlihat antusias dan penasaran yang sangat tergambar jelas di wajahnya.

"Gue dianterin pulang sama Arvin pake motornya dengan selamat nyampe depan rumah," jawab Aya menyingkat cerita.

"Gak kemana-mana dulu?" Aya menggeleng. "Bohong. Pasti lu jalan dulu, kan?" desak Sarah.

"Enggak. Gue langsung pulang, kok." Aya mengelak. Seketika Sarah mendelik.

"Kalo lu langsung pulang, tante gak bakal sms gue nanyain lo kemana dulu kemaren." jawab Sarah tepat sasaran.

Skak... Aya terdiam. Tak bisa lagi mengelak. Tak bisa lagi menutupinya dari Sarah. Tak ada alasan juga untuknya tak bercerita pada Sarah kecuali malu. Tapi toh itu bukan hal yang memalukan sama seka, kan? Jadi tak ada salahnya jika ia membagi ceritanya pada Sarah.

"Iya. Gue makan dulu sama dia," ujar Aya. Sarah tersenyum.

"Ngaku juga kan lu akhirnya," ujarnya puas. "Terus, terus?" tanyanya makin penasaran mendengar kelanjutan dari cerita Aya.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang