Happiness and jealousy

5.2K 171 7
                                    

Sarah menatap fotonya bersama Aya. Foto yang diambil saat mereka masih berumur 10 tahun. Aya dan dirinya saling merangkul. Senyum mereka merekah tanpa beban.

Sarah tersenyum mengingat masa kecil mereka sampai hari-hari yang mereka lalui sekarang. Sarah menerawang lagi. Membayangkan Aya yang semalam pergi dengan Arvin. Hatinya miris mengingat nama itu.

Ia meletakkan tangan kanan di dada sebelah kirinya. Sakit... Perasaan bodoh ini lagi. Sejak ia nyaris jatuh di tangga kampus, perasaan itu tumbuh liar di hatinya pada si penolong. Arvin. Kalau saja tak ada Arvin yang menopang tubuhnya hari itu, mungkin ia sudah jatuh berguling-guling.

Sejak saat itu Sarah merasa sebuah rasa merambat hangat di dadanya. Tapi ia tahu, ia tak bisa menikmati perasaan itu. Arvin selama ini hanya terus melihat Aya, bukan dirinya. Dia pun tak akan tega menyakiti Aya yang jelas-jelas menaruh hati pada Arvin juga. Hanya tinggal menunggu waktu saja status di antara mereka berdua akan berubah. Bahkan mungkin tadi malam.

Suara mp3 dari ponsel di sampingnya menginterupsi lamunan Sarah. Tertera nama dan nomor ponsel Aya di sana.

"Halo, Ay," seru Sarah ceria. Menutup dan menyimpan rapat-rapat sakit yang sejenak ia rasakan tadi.

"Saraaaah! Lagi apa, lu?" tanya Aya.

"Lagi tiduran aja, gue. Kenapa?"

"Tumben hari ini belum setor muka sama gue," timpal Aya. Suara Aya yang agak jengkel membuat Sarah tergelak.

"Kenapa, lu? Kangen ya sama gue?" tanya Sarah percaya diri.

"Iya kali," jawab Aya asal. Malah membuat Sarah tertawa keras.

"Gue tau kok gue itu ngangenin," ujar Sarah. Kalo Aya ada di depannya ia pasti sudah tertawa melihat Aya yang tengah mencibirnya.

"Banyak yang mau gue ceritain sama lu, Sar." Nada suaranya terdengar ceria di telinga Sarah. Sama seperti caranya bercerita tentang Arvin kemarin. Dan Sarah yakin kali ini pun tentang pemuda itu.

"Gue ke situ deh. Apa lu yang mau ke sini?" tanyanya kemudian. Menghalau perasaan cemburunya.

"Lu aja yang ke sini. Kayak biasa," jawab Aya.

"Iya, iya. Satu jam lagi gue ke situ," timpal Sarah akhirnya.

"Oke. Gue tunggu, ya!"

"Iya. Gue siap-siap dulu," ujar Sarah kemudian menekan tombol merah di ponselnya dan beranjak dari tempatnya duduk.

*****

"Cepet banget nyampenya? Katanya sejam," tanya Aya ketika membukakan pintu untuk Sarah.

"Hehehe. Laper, gue. Jadi buru-buru," jawabnya dengan cengiran dan merangkul Aya. "Sepi banget. Om sama tante pada kemana?"

"Pergi kondangan," jawab Aya sembari melangkah menuju ruang tengah, masih dirangkul Sarah. "Mau makan?"

Sarah mengangguk. Tangannya melepaskan rangkulannya di bahu Aya. Kemudian menjatuhkan tubuhnya di sofa.

"Gue baru mau bikin nasi goreng. Lu mau juga?" Sarah mengangguk lagi. "Ya udah. Gue tinggal masak dulu, ya."

"Oke," timpal Sarah seraya tersenyum. Aya kemudian melangkah menuju dapur.

Tak makan waktu lama, masakan Aya matang. Sarah mencium wanginya dan menghampirinya ke dapur.

"Hm... wanginya. Gue udah pernah bilang belum kalo gue suka banget masakan lu?" tanya Sarah basa-basi. Ia sedang membawa nasi goreng Aya menuju ruang makan.

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang