Aya berdiri di depan rumah Sarah. Mengetuk pintu untuk kesekian kalinya. Sampai seseorang membukanya dari dalam.
"Hai, Din,," sapa Aya pada Dinda, adik Sarah.
"Eh, Kak Aya. Masuk yuk," Aya mengekor di belakang gadis itu. "Nyari kak Sarah, ya..?"
Aya mengangguk. "Ada kan anaknya..?"
"Ada. Masuk kamarnya aja, Kak." jawab Dinda. Aya mengangguk lagi. Meninggalkan Dinda dan melangkah menuju kamar Sarah di lantai dua.
"Sar,, ini gue. Gue masuk, yaaa.." kata Aya saat mengetuk pintu kamar Sarah.
"Masuk aja, Ay.." timpal Sarah dari dalam.
Aya pun masuk dan mendapati gadis itu masih bermalas-malasan di tempat tidur. Sarah mengalihkan pandangan dari laptopnya pada Aya dan menyapa sepupunya itu. "Hai, sepupu.."
"Hai juga sepupu gue yang paling males,," timpal Aya seraya tersenyum. Ia duduk di samping Sarah.
"Gue bukan males, Aya. Tapi lagi istirahat dari rutinitas yang melelahkan seminggu ini." kata Sarah membela diri.
Aya mencibir tapi tak membalas ucapan Sarah. Ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur, di samping sepupunya yang duduk memangku laptopnya.
"Kenapa..?" tanya Sarah yang menyadari ada yang tak beres dengan Aya.
"Gue ketemu Ditya lagi," jawab Aya.
Sarah menghentikan aktivitasnya berselancar di dunia maya. Merasa harus menyimak cerita sepupunya ini. "Kapan..?"
"Semalem, Sar. Dateng sama Arvin," Sarah terbelalak. Ia tak salah dengar kan..?
"Ditya..? Sama Arvin..?" tanya Sarah tak percaya. Tapi ia yakin ia tak salah dengar apalagi saat melihat Aya mengangguk pelan. "Kok bisa..?"
"Gak ngerti juga. Tau-tau Arvin sama Ditya ada di depan gue. Nyuruh gue milih di antara mereka." jawab Aya. Kini Sarah benar-benar menyingkirkan laptop di hadapannya dan menyimak dengan seksama cerita Aya.
"Ide siapa tuh..?" tanya Sarah lagi. Kali ini dengan tampang sebal. Siapa sih yang bisa berpikiran seperti itu..?
"Ide Arvin." mata Sarah membulat. Makin kaget dengan apa yang ia dengar. "Tapi, dia gak akan lakuin itu kalo gak tau cinta gue lebih besar buat dia. Daripada cinta gue buat Ditya yang emang udah lama gak ada. Dia cuma pengen gue sadar, kalo hati gue emang milih dia."
Sarah menghela nafas lega. Jadi itu maksud Arvin dua hari yang lalu saat meminta nomor telepon Ditya. Ia salut dengan keberanian Arvin mempertaruhkan hubungannya dengan Aya. Bagaimana kalau Aya lebih memilih Ditya saat itu..?
"Gue juga heran sama kayak lo sekarang, Sar. Bahkan Ditya pun heran. Dia bilang, dia udah mundur teratur saat liat gue bahagia sama Arvin. Dan semalem dia dateng buat minta maaf lagi sama gue, bukan buat ngerebutin gue sama Arvin. Mungkin emang Arvin udah yakin gue cuma liat dia sekarang." tambah Aya. Sarah hanya mengangguk tanda mengerti.
Masih ada rasa cemburu yang terselip di hatinya. Senang memang melihat Aya yang sangat beruntung mendapatkan kekasih seperti Arvin. Tapi saat hatinya juga menyukai pemuda tampan itu, Sarah selalu merasa konyol jika sudah iri pada Aya.
"Terus,, perasaan lo ke Ditya..?" tanya Sarah penasaran.
Aya menggeleng. "Gue gak ngerasain apa-apa, Sar. Kemaren gue emang sempet nangis-nangisan. Tapi itu karena gue takut banget kehilangan Arvin."
Sarah tersenyum. Kalau Aya sebegitu takutnya kehilangan Arvin, maka Sarah sangat takut kehilangan sepupu sekaligus sahabat terbaiknya selama ini. Ia tak ingin merusak hubungan kekeluargaan dan persahabatan di antara mereka. Apalagi hanya karena laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
Teen FictionSequel dari 'Luka Termanis'. Bagaimana Aya melepas semua perasaannya pada Ditya. Akankah ia bisa atau justru terjerat lebih dalam lagi..? Dan apakah Aya akan mendapatkan seseorang yang akan menggantikan Ditya di hatinya..?