Dua bulan lebih Aya dan Arvin pacaran. Semuanya baik-baik saja. Terlampau sempurna bagi Aya. Pacar yang pengertian, orang tua yang menyukai Arvin, sampai keluarga Arvin yang menerimanya dengan baik di tengah-tengah mereka.
Tapi ada satu hal yang membuat Aya agak kesal. Belakangan ini, Sarah terlihat menjauhinya. Meski ia membantah menjauhi Aya dan beralasan sedang sibuk dengan beberapa hal, tapi Aya merasa seperti itu.
"Mikirin apa hayo?" tanya Arvin memecah lamunan Aya.
"Nggak, Bee," jawab Aya. "Udah kuliahnya?"
"Udah, Sayang," jawab Arvin sembari duduk di samping Aya. "Sarah gak nemenin kamu?"
Aya menggeleng. "Enggak. Akhir-akhir ini dia sibuk sendiri, Bee."
Arvin melipat keningnya heran. Tak biasanya Sarah tak bersama kekasihnya. Mereka sudah seperti adik kakak di mata Arvin. Aya adiknya dan Sarah kakaknya. Yang selalu berusaha melindungi Aya dari apapun. Sudahlah, mungkin memang Sarah sedang sibuk.
"Aku curiga Sarah punya pacar, Bee," celetuk Aya. Arvin hanya tersenyum.
"Kalo gitu malah bagus, sayang. Jadi apa yang harus dikhawatirin?"
Aya mendesah. Antara lelah dan kesal. "Heran aja kalo emang Sarah gak cerita hal penting dan menggembirakan kayak gitu."
"Mungkin Sarah belom siap cerita. Nanti juga pasti dia cerita sama kamu," hibur Arvin. Aya hanya mengangkat bahunya.
Arvin tersenyum. Ia punya ide membuat Aya tersenyum lagi. "Jalan yuk, Bee!"
Aya menggeleng tak berminat. "Males, Bee."
"Lho, kok gitu?" tanya Arvin pura-pura kecewa. "Masa kamu nyuekin aku gara-gara Sarah nyuekin kamu. Gak adil dong."
Aya meringis. Benar juga. Kenapa dia harus bersikap seperti ini pada Arvin. Arvin tak salah apa-apa dan kalau ini soal Sarah, kenapa Arvin kena imbasnya?
"Maaf, Bee," kata Aya sambil menyentuh bahu Arvin. "Aku egois ya?"
Sekali lagi Arvin tersenyum. "Nggak kok, Sayang. Aku ngerti."
Aya tersenyum. Diam-diam bersyukur lelaki di sampingnya itu penuh perhatian dan sangat mengerti dirinya.Tak salah ia memilih Arvin.
"Ya udah. Pulang dulu yuk!" ajak Arvin. Aya mengangguk kemudian beranjak dari duduknya bersama Arvin.
*****
"Ujan, Bee!" seru Arvin saat mereka sedang berada di sebuah taman. Arvin menarik Aya segera ke mobil yang terparkir agak jauh. Dan karena jaketnya ia pakaikan pada Aya, bajunya jadi basah kuyup.
"Bee, baju kamu basah banget," ujar Aya saat sudah berada dalam mobil. Ia menyodorkan handuk kecil yang selalu Arvin bawa di mobilnya.
"Gak apa-apa, Sayang," kata Arvin seraya mengeringkan wajah dan rambutnya kemudian menyalakan mesin mobil.
"Kamu gak ada baju ganti ya? Biasanya kamu nyimpen di belakang," tanya Aya sambil mencari di jok belakang mobil.
"Gak ada, Bee. Aku gak nyimpen hari ini. Lupa," jawab Arvin. Suaranya agak bergetar, menggigil.
"Terus gimana dong?" tanya Aya mulai khawatir. Seperti biasa Arvin tersenyum penuh ketenangan.
"Gak apa-apa, Bee. Abis nganterin kamu aku langsung pulang kok," katanya.
Suasana di antara mereka hening lagi. Sampai Arvin terdengar bersin beberapa kali. Hidungnya terlihat memerah. Membuat Aya makin khawatir.
"Bee, kamu bisa sakit lho kalo kayak gitu," kata Aya sambil menempelkan punggung tangannya di kening Arvin. Masih normal untungnya. "Nanti pulang langsung istirahat ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On
Teen FictionSequel dari 'Luka Termanis'. Bagaimana Aya melepas semua perasaannya pada Ditya. Akankah ia bisa atau justru terjerat lebih dalam lagi..? Dan apakah Aya akan mendapatkan seseorang yang akan menggantikan Ditya di hatinya..?